ArsipMahasiswa Uncen Peringati 16 Maret Tragedi Abepura Berdarah

Mahasiswa Uncen Peringati 16 Maret Tragedi Abepura Berdarah

Senin 2015-03-16 21:13:00

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ratusan mahasiswa dari kampus Universitas Cenderawasi (Uncen) dan kampus swasta lainnya yang ada di Kota Jayapura, Papua, menggelar aksi spontanitas memperingati hari Tragedi 16 Maret Abepura Berdarah, Senin (16/3/2015) siang.

Gerakan mahasiswa dari kampus Uncen dan kampus swasta lainnya di Jayapura menggelar aksi spontanitas dan pembakaran lilin yang dipusatkan di Kampus Uncen bawah.

 

Koordinator Umum (Kordum), Natalis Goo mengatakan, peristiwa Tragedi 16 Maret Abepura Berdarah bukan lagi peristiwa yang hanya diketahui oleh bangsa Papua dan negara indonesia, melainkan dunia internasional juga mengetahui akan hal ini.

 

"Saya secara pribadi turut berdukacita dan merasa bangga dengan apa yang telah dilakukan oleh senior-senior revolusi dalam gerakan mahasiswa pada 16 Maret 2006 silam," ujar Goo.

 

Penanggung jawab aksi, Septi Meidogda mengatakan, aksi yang dilakukan hari ini sangat jelas, yakni untuk memperingati hari Tragedi 16 Maret Abepura Berdarah juga bukan sekedar hanya memperingati, tetapi juga meminta kepada pemerintah agar segera memenuhi tuntutan pihaknya.
 

"Pertama, lembaga Uncen segara membangun tugu atau monumen Tragedi 16 Maret Abepura Berdarah, agar semua mahasiswa dan rakyat Papua bisa mengenang jasa dari para pahlawan revolusi mahasiswa, dan yang kedua, pihak lembaga Uncen segera membuat rancangan Undang-undang yang mengatur tentang peristiwa Tragedi 16 Maret Abepura Berdarah dan harus diperingati setiap tahun juga libur akademi," tuturnya.

 

Jika ini tidak dilakukan, lanjut Septi, maka sejarah akan dilupakan begitu saja dan para pejuang aktivis mahasiswa akan dilupakan begitu saja.

 

"Saya sangat hormat dan salut dengan perjuangan mereka demi membela rakyat yang telah ditindas dalam penindasan saat ini," ujar Septi.

 

Ketua BEM FMIPA Uncen, Paskalis Boma juga mengatakan, selain memperingati hari Tragedi 16 Maret Abepura Berdarah, kami juga membakar lilin sebanyak 16 buah yang menandakan tanggal dimana tragedi itu terjadi.

 

"Saya mewakili mahasiswa FMIPA Uncen turut berduka atas tragedi yang menimpa senior kami yang telah gugur dalam perjuangan melawan ketidakadilan yang terjadi di atas tanah Papua," tegas Boma.

 

Salah satu korban peristiwa Abepura Berdarah pada 16 Maret 2006 silam, Usman Yogobi mengatakan, sampai saat ini negara abai terhadap hak-hak korban.

 

"Mereka yang lebih banyak korban dari pada kami, namun undang-undang pelanggaran HAM tidak berbicara tentang institusi negara dalam hal ini aparat penegak hukum," kata Usman dengar marah.

 

Pada waktu itu, lanjut Usman, hanya ada satu tuntutan kami yaitu PT. Freeport harus ditutup dan kami menggelar aksi dengan massa yang sangat solid, kurang lebih selama satu minggu adakan aksi dengan memblokade jalan raya Sentani-Abepura.

 

"Pada waktu itu ada 27 aktivis mahasiswa yang ditahan, termasuk Selpius Bobii dari Front Pepera," kata Usman.

 

Pembantu Rektor Tiga, Fredik Sokoi menanggapi tuntutan mahasiswa dalam aksi tersebut.

 

"Tragedi yang dilakukan oleh anak-anak mahasiswa pada waktu itu memang sangat tidak manusiawi yang telah dilakukan oleh aparat TNI/Polri saat itu," ujar Sokoi.

 

"Saya akan menjawab tutuntan mahasiswa, sebab tragedi itu harus dikenang dan kami akan usahakan agar tuntutan mahasiswa dapat terealisasi atas pembangunan tugu atau monumen tersebut," tegasnya.

 

Editor: Mikael Kudiai

 

HARUN RUMBARAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

0
“Beberapa waktu lalu terjadi kasus penangkapan, kekerasaan dan penyiksaan terhadap dua pelajar di kabupaten Yahukimo. Kemudian terjadi lagi hal sama yang dilakukan oleh oknum anggota TNI di kabupaten Puncak. Kekerasan dan penyiksaan terhadap OAP sangat tidak manusiawi. Orang Papua seolah-olah dijadikan seperti binatang di atas Tanah Papua,” ujarnya saat ditemui suarapapua.com di Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (27/3/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.