ArsipBUK dan KontraS Papua Soroti HAM di Hari Korban Internasional

BUK dan KontraS Papua Soroti HAM di Hari Korban Internasional

Rabu 2015-03-25 13:50:00

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Bersatu untuk Kebenaran (BUK) Papua bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Papua “angkat bicara” pada peringatan Hari Internasional Hak atas Kebenaran terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Martabat Para Korban, Selasa (24/3/2015).

Saat jumpa pers di kantor KontraS Papua, kemarin siang, koordinator BUK Papua, Peneas Lokbere mengatakan, hingga kini belum ada terobosan yang berarti dalam menjunjungi tinggi hak asasi setiap orang di negara Indonesia.

 

“Hal ini ditunjukkan dengan berbagai kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang tidak pernah ditangani serius,” ujarnya.

 

Bahkan, tegas Lokbere, ada semacam kecenderungan budaya impunitas dengan narasi palsu, tidak berdasarkan fakta serta lambatnya proses reformasi institusi.

 

“Kalau begini terus, negara bukan mengurangi masalah, namun menambah masalah setiap saat. Lantas, kapan ada kedamaian?” ujar Lokbere.

 

Senada ditegaskan Direktris KontraS Papua, Olga Hamadi.

 

“Negara seharusnya sadari bahwa sudah banyak kasus pelanggaran HAM yang tidak pernah ditangani,” tegas Olga

 

Lebih lanjut dikemukakan, sampai saat ini kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Papua, dengan pelakunya adalah aparat keamanan negara, sudah tidak terhitung banyaknya.

 

“Sebut saja kasus pembantaian massal di Wamena, kasus penyanderaan Mapenduma 1996, peristiwa Biak Berdarah 6 Juli 1998, peristiwa 7 Desember 2000, peristiwa 4 April 2003, Paniai Berdarah 8 Desember 2014, dan masih banyak lagi,” bebernya.

 

Olga menegaskan, hingga sejauh ini belum ada itikad baik dari pemerintah dan aparat penegak hukum.

 

“Kami sangat menyesalkan perlakuan negara selama ini, dan harapan kami dengan momen ini negara bisa berhenti melakukan tindak kekerasan terhadap orang Papua,” tegasnya.

 

Sebagai negara yang juga ikut mendukung penerapan HAM, Indonesia memang menunjukkan komitmennya dengan mendirikan Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), juga ikut menerbitkan sejumlah perangkat perundang-undangan.

 

Yaitu UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, serta UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

 

Selain itu, amanat Otonomi Khusus Papua tahun 2001, merupakan jaminan akan pemajuan, perlindungan dan penegakkan HAM di Tanah Papua.

 

“Tetapi ternyata semua instrumen maupun institusi ini dimandulkan oleh para pelaku,” imbuh Olga.

 

Dalam press release yang dibacakan Peneas Lokbere, diketahui bahwa pada 21 Desember 2010, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menetapkan tanggal 24 Maret sebagai Hari Internasional bagi hak atas kebenaran tentang pelanggaran-pelangaran besar Hak Asasi Manusia dan martabat para korban.

 

Hak-hak atas kebenaran dan keadilan memegang peranan penting dalam mengakhiri pembebasan hukuman terhadap pelanggaran HAM yang besar.

 

Mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, dalam banyak hal, menghormati hak-hak ini berarti mengingatkan bahwa pelanggaran-pelanggaran tidak dapat dibiarkan tersembunyi untuk waktu yang lama.

 

Editor: Mary

 

HARUN RUMBARAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.