BeritaPolhukamMassa Aksi AMP di Jawa Dikepung Aparat Keamanan

Massa Aksi AMP di Jawa Dikepung Aparat Keamanan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Seperti di Jayapura dan kota-kota lain di Tanah Papua, aksi serentak mendukung perjuangan United Liberation Movement fot West Papua (ULMWP) diterima sebagai anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG) juga diadakan di Pulau Jawa, Senin (2/5/2016) kemarin.

Aksi massa yang digalang Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Yogyakarta, Semarang, Bandung, berlangsung tak sesuai rencana. Aparat bersikap represif, bahkan di Semarang, dihadang dan dibubarkan paksa.

Tindakan aparat kepolisian dari Polrestabes Semarang dinilai salah satu bentuk perlakuan negara terhadap rakyat Papua Barat selama ini sejak proses aneksasi.

“Perlakuan negara ini terlihat jelas dengan pembungkaman kebebasan berdemokrasi dan berekspresi oleh Kepolisian Republik Indonesia melalui Polrestabes Kota Semarang,” ujar koordinator lapangan, Bernardo Boma, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang dikirim ke redaksi suarapapua.com.

Boma bersama 44 orang massa aksi dihadang dan ditahan, bahkan dibawa ke Markas Komando (Mako) Polrestabes Semarang.

Pihak kepolisian pada aksi kali ini berbeda dari biasanya. Dengan represif aksi damai di Bundaran Video Tron Jalan Pahlawan Semarang, dibubarkan paksa setelah negosiasi oleh Korlap dengan Kasat Intelkam Polrestabes Semarang, tak berhasil.

“Aksi kami ini diminta dihentikan karena polisi berpendapat bertentangan dengan ideologi NKRI, makar, separatis, mau dirikan negara diatas negara, ada spanduk bertulisan referendum, dan alasan tidak logis lainnya. Padahal kami sudah jelaskan juga, mereka seperti tidak paham,” tuturnya.

Kasat Intelkam, kata Boma, sempat tegaskan untuk aksi dibubarkan karena ada simbol Bintang Kejora yang dipakai massa aksi. Baik baju maupun bandol.

“Kami jawab, kami tidak akan buka karena bandol dan baju bukan berbentuk bendera,” tegas Boma.

Lebih lanjut dijelaskan, aksi ini sebenarnya sudah sesuai prosedur. Surat Pemberitahuan dengan Nomor 01/AMP-KK-S/IV/2016 sudah dimasukan pada Sabtu 30 April 2016 sore. Surat diterima oleh Brigadir Ignatius Nico Ardiyono dengan tanda tangan lengkap.

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

Kasat Intelkam mengatakan, sesuai informasi dari Polda Jawa Tengah, rencana aksi 1 Mei berbau makar karena AMP hendak naikan bendera Bintang Kejora dan orasinya adalah Papua Merdeka. Hal itu ditulis dalam surat yang dikirim oleh Kasat Intelkam Polrestabes Semarang kepada AMP KK Semarang dengan Nomor: B/1480/V/2016/Restabes.

Menurut Boma, Surat Tanda Terima Pemberitahuan aksi diterima pada Sabtu dan surat dari Bagian Intelkam Polrestabes Semarang baru diberikan hari Minggu (1/5/2016).

Negosiasi selama 20 menit berlangsung alot. Beberapa upaya cipta kondisi tak direspon massa aksi, justru memilih tenang. Bernardo Boma, Ketua KK AMP Semarang Jackson Gwijangge dan Januarius Adii didorong hingga jatuh, pun tak dihiraukan karena itu cara memancing emosi massa.

Upaya paksa Bernardo Boma digiring ke truk Dalmas, tak berhasil. Massa sepakat jika tak ijinkan untuk aksi, lebih baik semua ditahan. Benar, massa membongkar barisan aparat, lalu ramai-ramai menaiki truk Dalmas. 5 menit perjalanan sampai di Mabes Polrestabes Semarang.

“Kami dikumpulkan di lapangan sepak bola milik Polrestabes, bertahan dibawah terik matahari,” jelasnya.

Massa akhirnya didatangi aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Etik dan Rizky. Datang mengadvokasi. Juga, mempertanyakan alasan pembungkaman dan penghadangan massa aksi dari AMP Komite Kota Semarang.

“Alasan aksi dari kawan-kawan Papua dihadang dan dibubarkan sangat tidak tepat,” ujar Etik dalam surat elektronik yang dikirim ke suarapapua.com.

“Kami mendapat kronologi kejadian sampai mereka digelandang ke Polrestabes. Aksi dibubarkan paksa, padahal aksi ini sudah merupakan aksi tahunan yang biasa dilakukan pada 1 Mei guna memperingati aneksasi Papua. Aneksasi inilah yang menurut AMP menyengsarakan masyarakat asli Papua hingga saat ini. Belum sempat aksi dimulai, massa AMP diminta membubarkan diri karena mengenakan ikat kepala bermotif Bintang Kejora, padahal tanpa membawa bendera Bintang Kejora,” tulisnya.

Bagi LBH Semarang, alasan AMP menolak untuk membubarkan diri karena kebebasan untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum telah dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

“Banyak alasan dan dugaan polisi bahwa AMP akan mengibarkan bendera Bintang Kejora dan merupakan aksi makar. AMP tidak menyatakan demikian. Saat AMP meminta kepolisian untuk menunjukkan aturan yang membatasi aksi mereka, kepolisian tidak bisa menunjukkan dan alasannya hanyalah “perintah atasan”. Dengan demikian, semakin tampak bahwa kepolisian lebih mengedepankan asumsi dan tidak berpatokan pada jaminan kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat sebagaimana yang dijamin oleh ketentuan hukum,” tulis LBH Semarang.

“Kami bersama perwakilan AMP berusaha menemui pihak kepolisian. Kasat Intelkam Polrestabes Semarang bersedia menemui, tapi hanya saya dan Rizky saja yang diperkenankan masuk. Saya sempat menyampaikan beberapa pertanyaan ke Kasat Intel, dan dijawab meski jawabannya belum memuaskan.”

Massa aksi AMP tak sudi menaiki mobil polisi, meski ditawari akan diantar pulang.

“Sebelum kami pulang, di hadapan kawan-kawan AMP dan kepolisian, saya menyampaikan bahwa di LBH akan ada jumpa pers terkait hal ini, dan kami sudah laksanakan tanpa tanpa kehadiran kawan-kawan AMP,” imbuh Etik.

Bertahan selama hampir 2 jam, massa keluar dari Mabes Polrestabes Semarang dan pulang dengan tertib.

Di Bandung, aksi dipusatkan di depan Gedung Merdeka Asia-Afrika, Bandung. Massa aksi berjumlah 22 orang.

Sebagaimana dilaporkan ketua AMP Komite Kota Bandung, Pian Pagawak, massa aksi berkumpul sejak Pukul 8.40 pagi di depan kampus Universitas Langlangbuana (Unla). Massa aksi berjalan kaki sambil berorasi dan bernyanyi.

Aksi long march dipandu langsung koodinator lapangan, Aminus Tinal dan Kapson Jikwa.

“Dalam aksi ini, kami sempat dihadang aparat keamanan. Selain itu, wartawan pada saat kami aksi juga dilarang meliput maupun wawancara,” kata Pagawak.

Massa aksi dihadang tepat Pukul 11.57 WIB. Puluhan aparat Kepolisian dan Intel, juga 3 anggota TNI memaksa massa untuk menepi ke bahu jalan sebelah kanan. Massa aksi tetap bertahan sambil berorasi dan menjelaskan tujuan aksi damai ini.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Jumlah aparat lebih banyak, massa aksi terus berorasi sambil mengamankan atribut yang dibawa walau akhirnya diarahkan paksa ke bahu jalan sebelah kanan.

Ferry Cehko Kogoya, juru bicara aksi, menyayangkan tindakan aparat keamanan yang bersikap represif terhadap kegiatan penyampaian aspirasi dari warga Papua di Jawa Barat, khususnya Bandung.

“Sudah jelaskan baik-baik, tapi upaya negosiasi buntut. Polisi secara paksa merampas perlengkapan aksi dan sobek dihadapan kami,” jelasnya.

Adapun atribut yang dibawa massa aksi, 4 lembar kertas A1 yang bergambar Bendera Bintang Kejora.

“Sempat adu mulut hingga saling dorong antara massa aksi dan aparat keamanan. Tetapi tidak sampai terjadi kekacauan,” kata Kogoya.

Tiba di titik aksi, orator secara bergantian menyampaikan pokok pikiran. Saat itu situasi dalam kepungan puluhan aparat keamanan.

“Kami aksi untuk memprotes pemerintah Indonesia atas tindakan aneksasi sejak 53 tahun silam. Kami mau merdeka. Kami mendukung ULMWP menjadi anggota resmi MSG,” ujar salah satu orator.

Aksi ini diakhiri dengan membacakan pernyataan sikap tepat pada pukul 12.27 WIB.

Di Yogyakarta, aksi diadakan di depan Asrama Kamasan I, Jalan Kusumanegara, Yogyakarta.

Rencana awal AMP KK Yogyakarta hendak long march ke titik 0 KM, Malioboro, tetapi batal karena dihadang aparat kepolisian.

Kali ini sama sekali tak diberi ruang. Pihak keamanan melokalisir kawasan asrama. Dikepung gabungan Polisi dan Brimob, massa aksi bahkan diteror dan diancam akan dibubarkan paksa.

Sikap represi aparat tak mematahkan semangat massa AMP. Batal ke Malioboro, aksi diganti dengan mimbar bebas.

“Menentukan nasib sendiri adalah solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat,” ujar Telius Jikwa, juru bicara dalam aksi mimbar bebas, mengutip pernyataan sikap AMP.

 

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Paus Fransiskus Segera Kunjungi Indonesia, Pemerintah Siap Sambut

0
“Berdasarkan surat dari Vatikan yang diterima Pemerintah Indonesia, Paus Fransiskus akan hadir pada 3 September 2024. Ini tentu menjadi suatu kehormatan bagi bangsa Indonesia,” ujar Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas Yaqut dalam keterangan persnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.