ArsipPernyataan Boy Dawir Dinilai Pembunuhan Karakter Perempuan Papua

Pernyataan Boy Dawir Dinilai Pembunuhan Karakter Perempuan Papua

Selasa 2013-05-21 09:23:15

PAPUAN, Jayapura — Pernyataan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Boy Dawir di beberapa medial lokal di Papua, yang meminta agar status Ibu Hana Hikoyabi dalam tim seleksi KPU Provinsi Papua kembali dipertimbangkan karena persoalan ideologinya, mendapat tanggapan dari Kepala Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua, Frits Ramandey.

Menurut Ramandey, jika dilihat dari aspek hak asasi manusia, pernyataan Boy Dawir dinilai melanggar hak asasi manusia, apalagi pernyataan tersebut dikeluarkan untuk seorang perempuan asli Papua.

"Itu seharusnya tidak keluar dari mulut seorang wakil rakyat. Ini seperti mengadili hak asasi seseorang, apalagi dilihat dari aspek ideologi, sebab yang namanya anggota DPR harus memilki pemikiran, kompetensi dan kapasitas yang baik," kata Ramandey, ketika dimintai tanggapan oleh suarapapua.com, Selasa (21/5/2013) malam.

Menurut Ramandey, belum ada putusan hukum tetap yang ikrah, yang bisa menunjukan bahwa ideologi ibu Hana Hikoyabi terlibat dalam separatis, atau pernah melakukan tindak pidana.

Bahkan, Ramandey menilai pernyataan dari Boy Dawir sama saja dengan melakukan penghakiman dan pembunuhan karater terhadap orang asli Papua, dan pernyataan seperti itu sangat bertentangan dengan azas–azas parsial, dari Hana Hikoyabi yang notabene adalah perempuan asli Papua.

“Selama belum ada putusan tetap dari pengadilan, maka seseorang wajib menggunakan hak asasinya untuk kepentingan tertentu, dan Ibu Hana memilki hak tersebut, sehingga pernyataan dari Boy Dawir sangat keliru dan penuh dengan kepentingan politik,” terangnya.

Dikatakan, jika bicara soal putusan Menteri Dalam Negeri nomor 161/ 1235/SJ yang menyebutkan Ibu Hana Hikoyabe tidak memenuhi syarat sesuai dengan PP. No 54 tahun 2004 poin A dan poin D yang berisi tentang setia kepada Pancasila dan memiliki komitmen yang kuat untuk mengamalkannya, serta taat kepada UUD NKRI tahun 1945, Ramandey menilai pernyataan tersebut mengada-ada.

"Karena namanya putusan Mendgri belum tentu memiliki putusan yang tetap, apalagi jika lihat dari kasus Ibu Hanya Hikoyabi, soal penolakan Otsus, harus juga diketahui oleh Boy Dawir yang terhormat, bahwa saat itu posisi Ibu Hana Hikoyabe sebagai wakil Ketua MRP, sebagai perwakilan dari representasi masyarakat Papua, yang ketika itu menolak Otsus, sehingga sebagai wakil rakyat Papua dirinya hanya melajutkan ke DPRP," tegas Ramandey.

“Ibu Hanya saat itu sebagai wakil MRP, wajar saja jika dia menjadi penyambung apsirasi masyarakat Papua,  belum bisa dibilang  separatis atau ideologinya diperhatikan, jadi bagi saya Ibu hanya Hikoyabe memiliki hak sebagai anggota tim seleksi KPU Papua,” tambahnya.

SEM MIRINO

Terkini

Populer Minggu Ini:

Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di...

0
“Tindakan dari para pelaku itu masuk dalam kategori penyiksaan. Korban dimasukan dalam drum berisi air dan dianiaya, dipukul, ditendang dan diiris punggungnya dengan pisau. Itu jelas tindakan penyiksaan dan bagian dari pelanggaran HAM berat,” ujar Emanuel Gobay.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.