ArsipIni Empat Rekomendasi Mubes Masyarakat Adat di Wilayah Mee-Pago

Ini Empat Rekomendasi Mubes Masyarakat Adat di Wilayah Mee-Pago

Sabtu 2014-11-22 20:03:15

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Musyawarah Besar (Mubes) “Pemberantasan Minuman Keras (Miras), Narkoba serta Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Adat Meepago” merekomendasikan empat point penting, yang dibacakan 20 November 2014, di Aula Gereja Katolik Kristus Raja, Siriwini, Nabire, Papua.

Berikut Deklarasi Hasil Mubes:

DEKLARASI HASIL MUBES PEMBERANTASAN MIRAS, NARKOBA DAN PENCEGAHAN HIV/AIDS DALAM ENAM KABUPATEN DI WILAYAH ADAT MEE-PAGO

NABIRE, 17-20 NOVEMBER 2014

SATU: Bahwa untuk menjamin hak-hak asasi manusia di Wilayah Adat Mee Pago;

DUA: Bahwa untuk melestarikan kehidupan keturunan umat manusia di Tanah Papua;

TIGA:
Bahwa untuk menghargai dan mengakui harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan;

EMPAT:
Bahwa untuk melindungi, berpihak dan memberdayakan Orang Asli Papua sebagai insan ciptaan Tuhan;

Maka, Musyawarah Besar dalam rangka Pencegahan HIV/AIDS dan Pemberantasan Minuman Keras,

MEMUTUSKAN DAN MENETAPKAN BAHWA:

SATU: Berdasarkan pelaksanaan UU OTSUS, Perdasi/Perdasus, dan Perda 6 Kabupaten, maka MUBES Mee Pago telah membentuk TIM EKSEKUSI MIRAS untuk memberantas MIRAS di Wilayah Adat Mee Pago, sehingga MUBES meminta kepada Pemerintah Daerah 6 Kabupaten untuk mencabut Perda tentang Ijin Penjualan MIRAS, Praktek Prostitusi (Lokalisasi, penginapan gelap/kumpul kebo, rumah kost), Panti Pijat, Praktek Diskotik, Cafe, Bar, Togel, Aibon, alkohol, dan Narkoba di Wilayah Adat Mee Pago dan segera mengeluarkan Perda Baru tentang Larangan Penjualan MIRAS, Praktek Prostitusi (Lokalisasi, penginapan gelap/kumpul kebo, rumah kost), Panti Pijat, Praktek Diskotik, Cafe, Bar, Togel, Aibon, alkohol, dan Narkoba di Wilayah Adat Mee Pago.

DUA: Kepada seluruh masyarakat adat wilayah Mee Pago segera melakukan pencegahaan dan penanggulangan terhadap HIV/AIDS serta meminta kepada Pemerintah Daerah dan SKPD terkait untuk segera menurunkan tingkat frekwensi penderita HIV/AIDS, melakukan pelayanan secara serius kepada para penderita HIV/AIDS, dan membentuk TIM POKJA untuk Pencegahan dan Pemberantasan HIV/AIDS di Wilayah Adat Mee Pago dalam kemitraan antara Pemerintah Daerah, KPA Daerah, LSM, dan Gereja.

TIGA: Hasil MUBES HIV/AIDS dan MIRAS ini melahirkan sebuah Lembaga LP2MAM yang bekerja di seluruh Wilayah Adat Mee Pago, dalam rangka menindaklanjuti Keputusan-keputusan MUBES, sehingga kemitraan, koordinasi dan kerjasama antara pemerintah provinsi, pemerintah daerah 6 kabupaten dengan LP2MAM untuk mengawal, mengawasi, memproteksi, melindungi, memihak, dan memberdayakan masyarakat dengan membebankan biaya kepada APBD Provinsi dan APBD 6 Kabupaten di Wilayah Adat Mee Pago.

EMPAT: Pelaksanaan Amanat MUBES HIV/AIDS dan MIRAS ini dilaksanakan paling lambat 6 bulan sejak terhitung Hari Kamis, Tanggal 20, Bulan November Tahun 2014 di Nabire. Jika amanat MUBES HIV/AIDS dan MIRAS ini tidak segera dilaksanakan sampai batas waktu 6 bulan, maka seluruh Masyarakat Adat Wilayah Mee Pago akan melakukan aksi massa damai dan eksekusi Hasil MUBES dengan meminta pertanggungjawaban resmi dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah 6 Kabupaten di Wilayah Adat Mee Pago.

Keputusan ini ditetapkan di Nabire, 20 November 2014

Tertanda Tim Perumus:

Pastor Nato Gobai, Pr;

Pdt Dr Yance Nawipa, M.Th;

Yones Douw;

Andreas Goo;

John Giyai;

Oktovianus Pogau;

Agus Zonggonau, S.P, M.Si; dan

Fransiskus Tekege

 

Empat rekomendasi diatas berdasarkan hasil Mubes yang digelar selama empat hari, 17-20 November 2014, di Gereja Katolik Kristus Raja, Siriwini, Nabire, Provinsi Papua.

Mubes yang dihadiri ribuan orang ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe. Pada pembukaan Mubes, enam Bupati Wilayah Adat Meepago menandatangani sebuah kesepakatan bersama untuk pemberantasan minuman keras dan penanggulangan HIV/AIDS di hadapan Gubernur dan ribuan orang.

 

Usai dibuka pada Senin (17/11/14), Gubernur Papua menyampaikan materinya secara singkat. Selanjutnya, sejumlah tokoh memaparkan materi dari berbagai perspektif tentang "Pemberantasan Minuman Keras (Miras), Narkoba serta Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Adat Meepago" selama 2 hari, 18 dan 19 November 2014.

Mereka antara lain Ketua Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Papua, drh. Costan Karma; Ketua Sinode Kingmi Papua, Pdt. Dr. Benny Giay; Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Jhon Philip Saklil, Pr; Kepala-kepala Dinas Kesehatan dari 6 Kabupaten; dokter senior, dr. Gunawan Ingkokusumo; Kepala Dinas Kesehatan Merauke; dan sejumlah peneliti, intelektual dan dan aktivis LSM.

Setelah semua materi selesai disampaikan, pada 20 November 2014, peserta Mubes dibagi dalam komisi-komisi untuk membahas dan merumuskan rekomendasi-rekomendasi  "Pemberantasan Minuman Keras (Miras), Narkoba serta Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Adat Meepago". 

 

Hasil pleno dibahas dan ditetapkan dalam sidang yang dipimpin oleh 11 orang di bawah pimpinan Pastor Nato Gobay, Pr.

 

Setelah seluruh rekomendasi diterima oleh peserta dan ditetapkan, dokumen rekomendasi diserahkan kepada tim perumus untuk merumuskan hasil Mubes.

 

Dalam waktu sekitar 2 jam, tim perumus yang terdiri dari Pastor Nato Gobai, Pr; Pdt Dr Yance Nawipa, M.Th; Yones Douw; Andreas Goo; John Giyai; Oktovianus Pogau; Agus Zonggonau, S.P, M.Si; dan Fransiskus Tekege merumuskan hasilnya.

 

Pada pukul 19:00 WIT, hasil Mubes yang telah dirumuskan oleh tim perumus dideklarasikan. Deklarasi hasil Mubes dibacakan oleh Yones Douw dan disambut dengan tepuk meriah.

Mubes ditutup resmi oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Kesbangpolmas, Ayub Kayame.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi ASN Pemprov Papua, Gobai: Penempatan Jabatan Perlu Perdasi

0
“Di sana telah diatur tentang persentase dalam menduduki jabatan yaitu 80% orang asli Papua dan 20% non Papua. Untuk itu, dalam hal yang penting dan mendesak ini, saya meminta kepada penjabat gubernur Papua untuk segera dapat menandatangani dan memberikan penomoran untuk Raperdasi tersebut. Hal ini penting agar tetap menjadi Perdasi Papua tentang perubahan Perdasi Papua nomor 4 tahun 2018,” pintanya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.