ArsipKantor Diklat Kemensos RI di Abepura Dipalang Pemilik Hak Ulayat

Kantor Diklat Kemensos RI di Abepura Dipalang Pemilik Hak Ulayat

Senin 2015-01-12 22:47:00

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sejumlah masyarakat adat dari tiga suku besar di Jayapura, sejak Minggu (11/1/20 kemarin, melakukan pemalangan terhadap kantor Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Sosial Republik Indonesia, karena pembayaran tanah adat belum tuntas.

Sulus Samai, salah satu wakil suku pemilik tanah adat, mengungkapkan, sudah 42 tahun Kantor Diklat dibangun, namun pembayarannya belum diselesaikan hingga tahun 2015.

 

"Kewajiban mereka untuk membayar tanah adat kami tidak dipenuhi sampai hari ini, padahal perjanjian dilakukan tanggal 30 Agustus 1971 lalu, karena itu kami palang sekarang," kata Samai, kepada suarapapua.com, Senin (12/1/2015) sore.

 

Menurut Samai, berbagai upaya telah ditempuh oleh masyarakat adat, namun pihak Kantor Diklat Kemensos RI selalu acuh tak acuh terhadap tuntutan masyarakat.

 

"Tiga suku besar, yakni, Fingkrew, Samai dan Puyo telah melakukan berbagai upaya, namun tidak pernah ada tanggapan dari pemerintah, karena itu kami melakukan pemalangan," ujar Samai.

Menurutnya, inisiatif pemalangan kantor dilakukan karena berbagai surat yang dikirim secara tertulis, juga pembicaraan secara lisan, tapi tidak pernah ada tanggapan serius.

"Tanah ini luasnya 21 ribu persegi, namun kami juga lihat mereka tidak gunakan tanah ini sebagaimana mestinya, karena itu kami juga palang untuk tanyakan itu," tegas Samai. 

 

Sementara itu, Isak Sawo, Kepala Balai Diklat Kementrian Sosial RI di Abepura, mengatakan, staf akan tetap bekerja di luar kantor meskipun kantor telah dipalang.

 

"Terkait pemalangan ini, masyarakat berbicara dari sudut hak-hak adat mereka, dan itu memang kita menghargai dan menghormati itu."

 

"Ttutan mereka untuk bayar uang dan segala macam, saya pikir di salah satu pihak kita juga punya niat untuk menyelesaikan masalah itu, namun di lain pihak ada aturan yang harus diikuti."

 

"Dasar-dasar pembayaran itu juga harus kita penuhi, kalau tanpa itupun kami juga melanggar hukum dan kami akan terjerat hukum," ujar Sawo kepada wartawan.

 

Menurutnya, pihak kantor Kemensos RI bukannya tidak ingin memenuhi tuntuntan masyarakat adat, namun harus punya dasar hukum yang jelas, termasuk peraturan keuangan yang mengaturnya. 

 

"Jadi bukan Kementerian tutup mata, hari ini mereka sedang konsolidasi untuk tanggapi persoalan ini," kata Sawo.

 

Pantauan suarapapua.com, beberapa dahan dan ranting pohon telah diletakan di pintu gerbang kantor. Beberapa warga juga terlihat berjaga-jaga agar tak ada yang membuka palang.

 

Editor: Oktovianus Pogau

 

AGUS PABIKA

Terkini

Populer Minggu Ini:

HRM Releases 2023 Annual Report On Human Rights and Conflict In...

0
HRM revealed that the human rights situation in West Papua strongly differs from that in other regions in Indonesia. The decades-old and unresolved armed conflict has intensified since December 2018, leading to a spike in extrajudicial killings, enforced disappearances, and torture by security forces, especially in the highlands.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.