ArsipDialog Papua-Indonesia Pilihan Damai dan Universal

Dialog Papua-Indonesia Pilihan Damai dan Universal

Rabu 2013-04-17 08:59:30

PAPUAN, Manokwari — "Pernyataan Pater DR.Neles Tebay, Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) pada Diskusi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologia (STFT) Fajar Timur, Abepura, Senin (15/4) dan sempat dirilis oleh beberapa media lokal di Papua dan Papua Barat, dimana Pater mengatakan bahwa Dialog Papua-Indonesia adalah solusi yang sangat bermartabat, menurut saya sebagai Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari adalah sangat tepat dan benar."

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi suarapapua.com, Rabu (17/4/2013).

 

Menurut Warinussy, dialog adalah sebuah jalan dan cara yang paling damai serta bersifat universal, karena dapat diterima oleh siapapun dan negara manapun bahkan masyarakat internasional sekalipun.

"Kenapa demikian? Jawabannya adalah sebagaimana disarankan pula oleh Duta Besar Selandia Baru dalam kunjungannya beberapa hari yang lalu ke Tanah Papua, dimana dia mengatakan bahwa para pihak yang saling bertikai dan berkepentingan dalam masalah Papua hendaknya perlu duduk bersama dan berbicara, guna mencari solusi yang paling adil dan bermartabat dalam menyelesaiakan konflik di Tanah Papua," tegasnya.

Itu artinya, lanjut Warinussy, Duta Besar Selandia baru tersebut sudah menyampaikan pandangan dan keinginan pemerintahannya untuk melihat bahwa penyellesaian masalah di tanah Papua harus diselesaikan secara damai dan bermartabat.

Mengenai sikap negaranya, maupun juga negara-negara lainnya di dunia secara politik terhadap soal Papua bahwa mereka tetap mendukung integritas wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia, Warinussy melihat hal itu adalah sikap politik yang sudah senyatanya ditunjukkan dalam konteks komunikasi politik bilateral dan multilateral di dunia yang senantiasa aka nada diantara setiap pemerintah negara yang memiliki kepentingan secara politik dan ekonomi.

"Sehingga tidak perlu dirisaukan oleh siapapun, termasuk rakyat Papua dan elit politik Papua yang sedang terus memperjuangkan hak-hak politiknya selama ini."

Yang terpenting, menurut Warinussy, sudah saatnya semua  komponen rakyat Papua di Propinsi Papua dan Papua Barat bersatu melalui institusi adat yang ada seperti Dewan Adat Papua (DAP) untuk menyikapi alternative cara melalui Dialog ini, guna mempersiapkan pola dan tata cara penyelesaian konflik sosial-politik yang telah lama terjadi di Tanah Papua dan menimbulkan banyak korban selama ini.

"Menurut saya, organ-organ politik rakyat Papua seperti Presidium Dewan Papua (PDP) yang sudah dimandatkan pada Kongres Papua II Tahun 2000 untuk menempuh penyelesaian masalah Papua melalui Dialog, hendaknya sejak sekarang ini harus berani tampil ke depan dan turut merancang format dan materi yang kelak bakal dibaha dalam Dialog itu nantinya," tegas pengacara senior ini.

"Termasuk PDP dan DAP sudah semestinya ikut aktif bersama lembaga keagamaan di Tahah Papua seperti Gereja-gereja Kristen maupun Katolik untuk mendiskusikan model format, mekanisme, serta materi Dialog itu sendiri dengan senantiasa meminta masukan dari JDP sebagai fasilitator yang telah lama terlibat dalam mendorong terlaksananya Dialog itu sendiri."

Warinussy juga yakni, dialog akan mendapat dukungan dari masyarakat internasional karena sudah adanya kemauan dan kesadaran dari Orang Asli Papua untuk mendesak ditempuhnya jalan Dialog dalam rangka menyelesaian konflik  sosial-politik yang selama ini terjadi diantara rakyat Papua dengan pemerintah Indonesia sejak integarasi 1 Mei 1963.

"Konflik yang didasari atas perbedaan pandangan politk terhadap integrasi itu sendiri hingga pada penyelenggaraan Tindakan Pilihan Bebas [Act of Free Choice] atau PEPERA nyata-nyata dan faktual telah membawa korban jiwa yang tidak sedikit di kalangan rakyat Papua maupun TNI dan atau POLRI selama hamper 50 tahun gterakhir ini."

"Sehingga meskipun keinginan rakyat Papua yang sudah tertuang di dalam hasil Kongres Papua II untuk menempuh penyelesaian persoalan itu melalui Dialog Damai, hingga ditangkap dan diakomodir oleh pembentuk undang undang di dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua (khususnya pasal 46), tetapi dalam tingkat operasionalisasinya tidak pernah bisa berjalan hingga hari ini.

Warinussy juga mengusulkan agar masyarakat mendesak pemerintah pusat di Jakarta agar mau menerima dan menyetujui serta menetapkan bahwa penyelesaian masalah Papua harus ditempauh melalui jalan yang damai dan bersifat universal, yaitu lewat Dialog Damai dan Komprehensif.

Dimana, semua pihak yang selama ini saling bertikai harus dilibatkan, suka atau tidak suka, sehingga baik rakyat sipil/adat di Tanah Papua bersama DAP maupun kalangan resisten seperti PDP, TPN/OPM, elit politik Papua dan orang-orang Papua di Luar Negeri dan kalangan elit politik lainnya mesti dilibatkan.

"Semua komponen harus bisa bertemu dan saling terbuka berbicara di dalam forum dialog itu snediri bersama pemerintah Indonesia, TNI/POLRI, gerakan Merah Putih, Barisan Merah Putih, LMA, dan kelompok-kelompok sipil lainnya serat pemerintah pusat dan daerah."

"Bagaimanapun Dialog sudah harus menjadi pilihan kita bersama di dalam mencari solusi atas persoalan Papua yang sudah lama terjadi dan terus berlangsung dan muncul dalam berbagai bentuk kasus dengan dimensi dan motif serta polanya masing-masing yang sudah dipahami bersama," tutup Warinussy.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Hilangnya Hak Politik OAP Pada Pileg 2024 Disoroti Sejumlah Tokoh Papua

0
“Saya mengajak semua tokoh Papua kompak menciptakan bargaining politic agar memperoleh kompromi politik dengan Jakarta. Untung masih ada sistem noken, sehingga orang asli Papua masih ada muka. Kalau tidak, semua hak-hak politik direbut oleh non OAP,” ujar John NR Gobai, ketua Poksus DPR provinsi Papua.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.