ArsipTiga Organisasi Pers di Papua Minta Polisi Usut Kasus Penikaman Wartawan Jaya...

Tiga Organisasi Pers di Papua Minta Polisi Usut Kasus Penikaman Wartawan Jaya TV

Sabtu 2014-10-11 23:05:00

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Papua, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua, meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus penikaman terhadap wartawan Jaya Televisi, Fendy Rakmeni (25), yang terjadi Jumat (10/10/2014) kemarin.

“Penikaman terhadap wartawan Jaya TV merupakan pencobaan pembunuhan, apalagi pelakunya sudah diketahui, Polisi harus mengusutnya hingga tuntas,” tegas Ketua AJI Kota Jayapura, Victor Mambor, saat memberikan keterangan pers, Sabtu (11/10/2014), di Café Phoenam, Jayapura, Papua, didampingi Ketua PWI Cabang Jayapura, Abdul Munib dan Sekertaris IJTI Papua, Nugie Tangkepayung.

 

Menurut Mambor, selain insiden yang menimpa wartawan Jaya TV, Polisi juga sampai saat ini belum berani mengungkap kasus penikaman yang menimpah wartawan Viva News, Banjir Ambarita, pada Maret 2011 lalu, padahal dua Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Papua sebelumnya pernah berjanji untuk mengusutnya hingga tuntas.

 

“Dulu waktu pak Tobing jabat Kapolda berjanji untuk mengusut kasus Banjir Ambarita, pak Tito juga demikian, sampai sekarang sudah ada Kapolda yang baru, namun tidak jelas penanganannya, kalau memang mandek, apa alasannya, kami harus diberikan penjelasan,” tegas Mambor.

 

Lanjut Pemimpin redaksi tabloidjubi.com ini, kekerasan yang dilakukan kelompok masyarakat sipil, maupun aparat keamanan terhadap wartawan tidak bisa ditoleransi, sebab pekerja pers dilindungi dan dijamin oleh Undang-Undang, karena wartawan merupakan penyalur informasi yang dibaca oleh publik.

 

“Intinya, Polisi harus berani mengungkap kasus penikaman terhadap wartawan Jaya TV, dan Banjir Ambarita. Kami juga akan bertemu dengan Kapolda yang baru untuk menanyakan perkembangannya,” ujar Mambor.

 

Sementara itu, Ketua PWI Cabang Papua, Abdul Munib mengatakan, wartawan berada di garis terdepan dalam mengabarkan sebuah informasi dan peristiwa, karena itu, baik aparat keamanan maupun masyarakat sipil perlu memahami tugas dan profesi wartawan.

 

“Kerja wartawan dilindungi oleh UU Pers, karena itu masyarakat luas perlu memahaminya. Jika ada yang menghalang-halangi kerja wartawan, maka bisa dipidana sesuai KUHP, juga bisa kenapa pidana dalam UU Pers, jadi bisa kena pasal berlapis,” tegasnya.

 

Lanjut Munib, masyarakat juga harus membiarkan wartawan untuk melakukan peliputan secara bebas, sebab semua informasi dan peristiwa yang disajikan di berbagai media massa dikelola oleh wartawan yang melakukan peliputan di lapangan.

 

“Terkait persoalan yang dialami wartawan Jaya TV, kami organisasi wartawan juga akan melakukan pertemuaan dengan Kapolda Papua, juga agar masyarakat diberikan pemahaman soal tugas dan tanggung dan profesi wartawan,” tegas Munib, yang baru beberapa minggu dilantik menjadi ketua PWI Cabang Papua.

 

Sekertaris IJTI Papua, Nugie Tangkepayung menambahkan, ketiga organisasi pers di Jayapura akan terus memberikan advokasi dan pendampingan terhadap wartawan yang mengalami kekerasan, maupun terror saat melakukan peliputan.

 

“Pelaku kekerasan terhadap wartawan harus dihukum sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, kami wartawan akan terus melakukan pendampingan, agar pelaku bisa dihukum agar ada efek jera,” tegasnya.

 

Sebelumnya, seperti diberitakan media ini, oknum anggota Satuan Polisi Pamong Praja, Martinus Manufandu (24), Jumat kemarin melakukan penikaman terhadap Fendy Rakmeni, wartawan Jaya Televisi, saat sedang meliput peristiwa kecelakaan lalu lintas di Daerah Entrop, Jayapura, Papua. (Baca: Liput Lakalantas, Oknum Anggota Satpol PP Tikam Wartawan).

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

0
“Kepala suku jangan membunuh karakter orang Abun yang akan maju bertarung di Pilkada 2024. Kepala suku harus minta maaf,” kata Lewi dalam acara Rapat Dengar Pendapat itu.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.