ArsipTrigana Air dan Pemerintah Daerah Perlu Bercermin Dari Peristiwa Kecelakaan

Trigana Air dan Pemerintah Daerah Perlu Bercermin Dari Peristiwa Kecelakaan

Kamis 2015-08-20 05:48:23

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pertama-tama, sebagai sesama manusia dan saudara setanah air, saya menyampaikan turut berduka cita yang mendalam kepada keluarga korban penumpang pesawat Trigana Air Service, beberapa hari lalu, semoga arwah mereka diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa di sisi-Nya.

Oleh: Benyamin Lagowan*

 

Tanggal 16 Agustus 2015 merupakan hari yang naas bagi para penumpang pesawat Trigana Air IL 267 dengan tujuan Sentani-Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang. Pesawat yang mengangkut 49 penumpang dan 5 crew ini pertama kali dikabarkan kehilangan kontak dengan Bandar Udara Sentani.

Insiden kecelakaan ini merupakan insiden kecelakaan pesawat kelima dalam kurun waktu 5 tahun terakhir di Papua sejak tahun 2011 (Metrotv,18 Agustus 2015). Insiden kecelakaan sebelumnya tidaklah seheboh dan separah kecelakaan pesawat Trigana Air ini.

Insiden ini dianggap sebagai satu-satunya kecelakaan terbesar selama 5 tahun terakhir di Papua karena menelan korban sebanyak 54 orang.

Sebab-musabab kecelakaan ini belum dapat diketahui secara pasti karena Black Box (kotak hitam) pesawat belum ditemukan.

Insiden ini tentu mengagetkan seluruh pihak di Papua dan meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga dan sanak saudara korban yang ditinggalkan. Tak ada satupun penumpang yang selamat.

Semua dikabarkan meninggal seketika di tempat terjadinya kecelakaan yaitu, di sekitar 7 mil dari Bandara Udara Oksibil, Pegunungan Bintang.

 

Pencarian dan penelusuran terhadap lokasi jatuhnya pesawat ini telah dilakukan sejak awal mula terjadinya putus kontak komunikasi dengan pihak Bandara Udara Sentani.

Pemerintah melalui dinas dan badan terkait diback-up langsung TNI/Polri telah mengirimkan bantuan guna mencari letak jatuhnya pesawat tersebut.

Pencarian itu dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis pesawat baik Helicopter, Pesawat AMA/sejenisnya dan beberapa jenis pesawat lainnya. Bahkan proses pencarian itu dimonitor dan disiarkan langsung melalui berbagai televisi nasional seperti Metro Tv, iNews, TVOne, MNCTV dan RCTI.

Pencarian demi pencarian dilakukan di sekitar kawasan yang diyakini merupakan tempat jatuhnya pesawat Trigana Air tersebut.

Akhirnya pada tanggal 17 Agustus dikabarkan bahwa telah ditemukan lokasi dan puing badan pesawat yang diyakini adalah pesawat Trigana Air itu.

Pada tanggal 18 Agustus pagi tim Gabungan baik dari Badan Sars Nasional (BASARNAS), TNI/Polri, PT. Freeport melakukan evakuasi terhadap jenasah korban.

Hampir semua korban dievakuasi selama kurang lebih 2 jam dari lokasi jatuhnya pesawat ke Bandara Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Dari hasil evakuasi dilaporkan bahwa semua penumpang yang lebih didominasi oleh penumpang asli Papua itu sudah tidak bernyawa.

Identifikasi korban tidak dapat langsung dilakukan sebab keadaan tubuh korban kebanyakan ditemukan dalam keadaan tidak utuh. Suatu keadaan yang sangat menyakitkan tentunya.

Identifikasi akan memerlukan cukup waktu agar dapat dikenali setiap identitas korban pesawat naas itu.

 

Kejadian ini merupakan suatu insiden yang belum bisa dipastikan apa penyebabnya. Insiden kecelakaan pesawat milik maskapai penerbangan Trigana Air ini adalah yang pertama kali selama beberapa tahun terakhir di Papua, khususnya di kawasan pegunungan Tengah Papua.

Yang menarik untuk disimak adalah pesawat ini juga sering melayani beberapa rute dalam sehari-harinya. Beberapa rute di wilayah Pegunungan Tengah Papua sejak tahun 1990-an hingga saat ini menjadi basis penerbangan maskapai Trigana Air.

Kemudian di tahun 2010-an ke atas ditambahkan beberapa pesawat baru seperti: Welesi Air, Aviastar, Express Air dan Susi Air. Pesawat-pesawat ini hanya melayani rute penerbangan di Kota besar seperti Wamena-Jayapura, sedangkan wilayah lain masih unggul dengan pesawat Trigana Air, Cessna/AMA dan Pilatus serta beberapa pesawat non-komersil lainnya.

Pesawat-pesawat ini lebih banyak digunakan sebagai pesawat komersil utama sesuai kapasitas bandara-bandara di Pegunungan Tengah yang hampir sebagian besar belum memenuhi standar untuk jenis pesawat besar lainnya.

Selama bertahun-tahun operasi penerbangan utama di kawasan Pegunungan Tengah Papua didominasi oleh pesawat Trigana Air.

Pesawat-pesawat lain seperti Express Air, Walesi Air yang pernah beroperasipun akhirnya kandas akibat tidak beresnya manajemen selain adanya dugaan bahwa terdapat persaingan antara maskapai–maskapai penerbangan itu sendiri.

Berangkat dari kejadian mengenaskan pesawat Trigana Air IL 267 hari ini, semua pihak (stakeholder) perlu melihat dan menata kembali terutama pihak Pemerintah Pusat maupun Daerah melalui instansi Dinas Perhubungan Udara agar selalu melihat, mengevaluasi dan mengontrol berbagai maskapi penerbangan yang ada diwilayah Papua khususnya di Pegunungan Tengah, terutama mengenai standar keamanan penerbangan minimal.

 

Selama ini banyak ketidakberesan yang dijumpai di bandara hingga ke aspek pesawat itu sendiri. Mulai dari fluktuatifnya harga Tiket Pesawat Trigana Air, banyaknya calo yang selalu menjadi parasit untuk kepentingan pribadi, selain itu yang terpenting adalah pihak maskapai penerbangan manapun harus menetapkan standar petunjuk keselamatan bagi penumpang yang akan melakukan perjalanan (penerbangan ) ke wilayah Pegunungan Papua.

Mengapa selama ini petunjuk keselamatan yang ada dan disiapkan oleh semua jenis pesawat di Pegunungan Tengah hanya standar keselamatan untuk kecelakaan di laut?

Apakah sudah tepat di wilayah pegunungan yang tidak ada laut sama sekali, harus menggunakan petunjuk keselamatan kecelakaan laut?

Selain itu, pihak pemerintah Daerah perlu melakukan penambahan (peremajaan) jenis pesawat penumpang (komersil) yang lebih baru dan nyaman dengan melakukan perluasan bandara-bandara di wilayah Pegunungan Tengah, Papua.

Hal ini harus dilakukan agar tidak terjadi lagi kecelakaan di kemudian hari. Kita tentu tidak ingin orang Papua semakin habis karena kecelakaan yang disengaja dan tak disengaja, bukan?

Kepentingan politik dan dukungan pengusaha Pesawat Terbang yang selama ini menjadi dugaan semua pihak bahwa ada Back Up pengusaha maskapai penerbangan tertentu terhadap pejabat-pejabat Bupati dll, di wilayah Pegunungan Tengah harus dikesampingkan.

Pembangunan dan pelayanan publik yang prima adalah hakikat dari pada kepercayaan kepada pemimpin di setiap Kabupaten/Kota di Papua, maupun Pegunungan Tengah.

Oleh sebab itu, mari berkaca dari kecelakaan ini karena kita tidak dapat melihat dan mengetahui apa yang akan terjadi di hari esok.

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Cenderawasih, Jayapura-Papua.

 

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.