ArsipPembangunan Bandara Udara Internasional Siboru Fakfak Terhenti, Kemana Dana 16 Milyar?

Pembangunan Bandara Udara Internasional Siboru Fakfak Terhenti, Kemana Dana 16 Milyar?

Rabu 2012-05-16 14:41:15

PAPUAN, Fak-Fak — Koordinator KAMPAK Papua, Dorus Wakum mengunkapkan, ada dugaan masif dan tersistematis dalam pembangunan Bandara Udara Internasional Siboru Fak-Fak, sehingga proye ini dinilai bermasalah

Mulai dari lokasi pembangunan bandara yang tidak tepat, pengerjaan proyek yang tidak sesuai dengan standar bandara internasional, hak-hak masyarakat ada yang belum terpenuhi, hingga diskriminasi yang terjadi dalam pengerjaan proyek tersebut.

Jika ditelusuri lebih lanjut, ada korupsi besar-besaran dalam pembangunannya, dan tentu harus ada pihak-pihak yang bertanggungjawab.

Dorus Wakum, Kordinator Kampak Papua kepada suarapapua.com mengatakan, bahwa pembangunan bandara udara internasional Siboru Fakfak sarat dengan kepentingan dan hanya menguntungkan segelintir orang, yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat Fakfak.

Bupati Kabupaten Fakfak Mohammad Uswanas dan Bahlil Lahadalia Bendahara Umum Partai Golkar yang “ditunjuk” langsung oleh Bupati untuk menangani mega proyek tersebut diduga sebagai pihak yang paling bertanggung jawab, termasuk kepala Dinas Pekejerjaan Umum Sarmau Dahlan, dan Kepala Dinas Pendapatan Keuangan dan Pengelolahaan Aset Daerah Hamid Kumam.

Hasil temuan Kampak Papua, pembangunan bandara udara tersebut hanya digusur saja, sementara kayu-kayu log yang telah ditebang disekitar tersebut dijadikan sebagai timbunan pondasi bandara udara.

“Bagaimana mungkin landasan bandara, apalagi yang bertaraf internasional ditimbun dengan kayu log, pasti tidak kuat. Ini tentu aneh sekali, dan harus dipertanyakan apa maksud pembangunan model ini?,” tanya Dorus heran.

Menurut Dours, hal lain yang menjadi temuan Kampak Papua, bahwa landasan bandara tersebut adalah sebuah bukit yang digusur dan penggusuran tersebut baru mencapai 5%, padahal dana pengerjaan proyeknya telah habis dipakai.

Lanjut Dorus yang juga kordinator Kampak Papua, pilihan lokasi pembangunan bandara udara tidak tepat sasaran, sebab kondisi lokasi tersebut adalah berbukit-bukit, yang di dalamnya terdapat tiga bukit dan terjal setinggi 50 meter.

“Karena itu perusahaan dengan sengaja menimbun terjal-terjal tersebut dengan pohon-pohon sebagai dasar timbunan agar cepat proses pemerataannya, karena kalau ditimbun dengan batu dan tanah saja pasti akan kekurangan bahan, yah karena lokasinya tidak tepat, serta medan berat sehingga sulit untuk mencapai pemerataan yang layak untuk pendaratan pesawat,” urai Dorus menjelaskan.

Proyek Pembangunan Bandara Udara Internasional Fakfak dalam tahun anggaran 2011 yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) senilai Rp. 16.000.000.000, yang merupakan alokasi dana APBD sampai dengan tahun anggaran 2012.
 
“Sampai saat ini proyek tersebut sudah terhenti total, padahal dana sekitar 16 milyar telah habis dipakai. Pembangunannya sekitar 5% saja. Katanya sedang menunggu anggaran lagi, ini tentu membingungkan banyak orangi,” kata Dorus heran.

Kondisi ini sangat memprihatinkan, dimana anggaran yang begitu besar diperkirakan dengan kondisi fisik yang ada hanya menelan anggaran hanya sekirtar 2 milyar.

Menurut Dorus, diperkirakan adanya indikasi penyelewengan dana sebesar 14 milyar oleh  pihak-pihak yang telah disebutkan diatas.

Karena itu, menurut Dorus sangat jelas bahwa pembangunan proyek tersebut dimanfaatkan oleh Bahlil Lahadalia dan Bupati Fakfak serta Kepala Dinas PU untuk lahan penggarapan keuntungan tanpa memikirkan sasaran guna dan persoalan yang terjadi nanti.
 
Setelah dilakukan investigasi, di duga kuat bahwa proyek ini hanya dijadikan sebagai pemancing dana dari pusat atau kementerian terkait, dalam hal ini kementerian perhubungan, agar bisa memberikan bantuan dana hiba untuk dapat dilanjutkan pembangunannya dengan sistem proyek multi years.

Wilhelmina Woy, Ketua Komisi III DPRD Fakfak membenarkan hasil temuan Kampak Papua terkait berbagai kejanggalan dalam pembangunan mega proyek pembangunan bandara udara internasional Siboru Fakfak yang menurutnya tanpa dilakukan studi Amdal.

“Bupati menggunakan kewenangannya untuk menunjuk siapa saja untuk mengerjakan proyek tersebut, padahal hasilnya hingga saat ini terbengkalai, dan hanya 5% yang telah dikerjakan, ini sangat memprihatinkan,” ujar Wilhelmina.

Menurut Wilhelmina, hingga saat ini proyek pembangunan bandara udara internasional Fakfak yang telah menelan biaya sekitar 16 milyar tidak dilanjutkan lagi, lantaran dana telah habis dipakai.
 
Sementara itu, Ben Hombore Kepala kampung Siboru, ketika dihubungi media ini, menuturkan, bahwa pemerintah belum membayar lunas tanah adat masyarakat yang dipakai untuk mengerjakan proyek pembangunan tersebut.

“Pemerintah baru bayar tanaman senilai Rp. 470 juta, selanjutnya untuk tanah senilai Rp. 1.4 milyar belum terbayarkan hingga saat ini,” katanya.
 
Hombore juga menceritakan saat dirinya bertemu dengan perwakilan pemerintah daerah, dalam hal ini kepala dinas PU untuk membicarakan bayaran hak ulayat tanah masyarakat adapt.

“Pada tanggal 22 Maret 2012, saya bersama kepala Dinas PU Samaun Dahlan sama-sama pergi ke Bank Papua Fakfak untuk mencairkan dana senilai Rp. 1.2 milyar, yang mana dana tersebut akan diberikan kepada kami sesuai dengan janji Kepala Dinas PU.

Setelah uang itu dicairkan, kepala Dinas PU meminta kami ke kantornya, sesampai dikantornya kemudian kami berharap bahwa dana tersebut dapat diberikan kepada kami, ternyata saat itu kepala dinas PU beralasan lain dan meminta agar kami pulang, karena menurutnya dana terlalu besar, dan setelah pulang, tidak pernah ada komunikasi lagi, kami pulang dengan tangan hampa dan penyesalan,” katanya menceritakan.

Artinya, kepala kampung ingin menegaskan bahwa tidak ada niat baik pemerintah untuk membayar lunas tanah adat masyarakat setempat, padahal tanah telah digusur habis untuk kepentingan pembangunan bandara udara, yang kini tidak selesai juga.
 
Jika ditelusuri, pembangunan Bandara Udara Fakfak ini juga tidak sesuai dengan keputusan presiden no 88, sebab dalam pengerjannya sama sekali tidak ada papan nama proyek; masa kerja proyek; sumber dana proyek; masa kontrak proyek; biaya pembangunan proyek; dan nama konsultan.

“Semua syarat-syarat ini tidak kami temukan dilokasi pembangunan bandara udara, tentu kami sangat bingung dengan cara-cara ini, padahal ini termasuk dalam mega proyek berskala besar dengan dana yang cukup besar juga,” ujar Wilhelmina Woy yang juga ketua komisi anggaran dan pembangunan di DPRD Fakfak.

Diketahui, kontraktor yang menangani pembangunan mega proyek tersebut adalah PT SSS yang dipimpin oleh Tisna (rekan kerja Bahlil Lahadalia) yang sampai saat ini tidak jelas dari mana perusaahan ini berasal.

Atas temuan tersebut, LSM Kampa Papua bersama Ketua Komisi III DPRD Fakfak Wilhelmina Woy telah melaporkan ke beberapa kementerian terkait di Jakarta, terutama kementerian perhubungan yang berurusan langsung dengan pembangunan bandara.

"Kami juga telah melaporkan secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas temuaan dugaan korupsi oleh Bupati dan Bahlil Lahadalia dalam mega proyek pembangunan bandara udara yang tidak selesai alis telah terhenti hingga saat ini," ujar Wilhelmina.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sarmau Dahlan ketika dikonfirmasi suarapapua.com melalui telepon selulernya tidak bersedia memberikan komentar.

Dua pesan singkat yang dikirimkan kepada beliau, yang intinya menanyakan perkembangan pembangunan bandara udara Internasional Siboru Fakfak juga tidak dibalas, padahal pesan telah terkirim dan dibacanya.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

0
“Masyarakat harus tetap konsisten dengan apa yang disampaikan dalam kegiatan ini. Yang terlebih penting masyarakat harus menjaga keamanan di Tambrauw sehingga semua kegiatan berjalan dengan aman dan damai mulai dari tahapan hingga selesai Pilkada 2024 nantinya,” pesannya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.