ArsipGambaran Peagabega Sebagai Gambaran Diri Kristus Yang Dihayati Oleh Orang Migani

Gambaran Peagabega Sebagai Gambaran Diri Kristus Yang Dihayati Oleh Orang Migani

Kamis 2014-05-15 16:28:00

Oleh : Fr.Kleopas Sondegau, Pr

Tokoh  Peagabega  Dihayati  Sebagai  Gambaran  Diri  Kristus Oleh Orang MiganiDi Paroki Santo Misael Bilogai Sebagai Satu Tinjauan Model Antropologis

 

Pengantar Singkat
Dalam tulisan ini penulis amat tertarikuntuk menggunakan Model Antropologis (selanjutnya dibaca MA) karena penulispercaya apa yang dikatakan Yustinus Martir yakni agama-agama dankebudayaan-kebudayaan lain mengandung “benih-benih sabda”.

Ungkapan ini sebenarnyahendak menegaskan bahwa dalam setiap pribadi, masyarakat, lokasi sosial danbudaya, Allah menyatakan kehadiran ilahi-Nya. Singkatnya bahwa, seluruh alamsemesta ini (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan makhluk tak hidup lainnya)diciptakan oleh Allah baik adanya (berpijak pada teologi penciptaan; bdk. Kej 1).

Oleh karena itu, MA ini menggunakan ilmu-ilmu sosial seperti antropologi untukmemahami secara jelas relasi yang dibangun oleh manusia, nilai-nilai yangmembentuk kebudayaan manusia dan Allah yang hadir, menawarkan kehidupan,penyembuhan serta keutuhan ciptaan. Dengan demikian, kekhususan MA adalahperhatiannya pada jati diri budaya yang autentik. Maka itu, yang menjadi titiktolak MA adalah kebudayaan, dengan perhatian istimewa pada kebudayaan manusia,entah secular/religius.

Oleh karenanya, kebudayaan akan membentuk cara agar agamaKristen merumuskan diri/MA berkeyakinan bahwa konteks akan mempengaruhi isi.Denganberpijak pada sejumlah penjelasan di atas, maka dalam tulisan ini penulis akanmenggunakan MA untuk mengangkat kembali penghayatan iman orang Miganiyang dihayatinyamelalui nilai-nilai budaya yang ada.

Dari sejumlah nilai budaya yang ada itu, penulishanya membatasi diri pada kehidupan tokoh ideal atau makhluk ideal yang disebuttokoh Peagabega. Tokoh ini pernahtampil dalam panggung sejarah suku bangsa Migani. Oleh karena itu, ia akandigali lebih mendalam lagi agar penulis mampu memperlihatkan tokoh Peagabegasebagai gambaran diri Kristus sebagaimana yang diawartakan oleh Gereja Katolik di wilayah Dugindoga-kemandoga (kini Intan Jaya).

Tokoh Peagabega Sebagai Gambaran Diri Kristus
Seluruh orang Migani(namun sebagian orang belum mengetahui secara lebih mendalam) yang mendiami wilayah Dugindoga-Kemandogamenerima dan mengakui tokohPeagabega sebagai seorang makhluk idealterutama di Paroki St. Misael Bilogai. Ungkapan makhluk ideal diberikan
kepada figur Peagabega karenapenampilannya di hadapan publik kala itumempunyai pengaruh
yang amat besar dalam kehidupan orang Migani. Pengaruh yang dimaksud dalamkonteks ini adalah hal-hal positif yang diperlihatkan olehPeagabega melalui perkataan maupun perbuatan. Dalam seluruh hidup dankaryanya, seringkali ciri coraknya antara manusiawi dan adimanusiawi.

Hal iniberarti bahwa Peagabega bukan manusiabiasa sama seperti orang-orang yang hidup pada zamannya. Ia juga hadir untukmembawa keselamatan bagi orang Miganimelalui berbagai upaya pencegahan ataskejahatan. Ia tidak menghendaki kejahatan terus terjadi dalam kehiduapan orangMigani. Maka itu, upaya-upaya pencegahan dilihat sebagai upaya keselamatan yanghendak dikonkritkan bagi orang Migani.

Setelah Peagabega hilang dari panggung sejarah; ia selalu dikenang sepanjang masa,hingga saat ini, kini dan di sini. Oleh karena itu, seluruh hidup dan karyanya(perkataan = peramal dan perbuatan = upaya pencegahan) menjadi pedoman hidupbagi semua orang Migani. Dasar hidup yang berpijak pada teladan hidup Peagabega itu masih terus dihayati olehorang Miganihingga Gereja Katolik masuk di wilayah Dugindoga-Kemandoga.

Kehadiran Gereja tidak mempengaruhi penghayatan orang Miganiterhadap Peagabega sebagai mahkluk ideal. Artinyabahwa walaupun Gereja masuk di wilayah orang Migani, mereka masih berpegangteguh pada nilai-nilai hidup baik dari Peagabega itu sendiri.

Orang Miganijuga masih mengenangseluruh hidup dan karya tokoh Peagabega karena
kisah hidup Peagabega merupakan mitossuci yang diwariskan oleh nenek moyang mereka (Orang Migani). Dalam situasi dan kondisipenghayatan yang demikian, Gereja terus mewartakan Kristus dan Sabda-Nya ditengah-tengah kehidupan orang Migani. Seluruh upaya pewartaan yang dilakukanoleh Gereja tersebut menyadarkan orang Miganiuntuk menggali kembali sejarahhidupnya.

Akhirnya melalui upaya pewartaan tersebut, orang Miganimulaimenyadari bahwa ternyata Kristus yang diwartakan oleh Gereja itu mirip dengankehidupan tokoh Peagabega di masa lampau.Dengan adanya penghayatan yang demikian maka Gereja mulai membuka diri untuk
mewartakan Injil Kerajaan Allah sesuai konteks budaya Migani.

Oleh karena itu, Gereja berinisiatifuntuk melakukan upaya inkulturasi agar nilai-nilai positif dalam budaya Miganiitu diinkulturasikan dalam Gereja Katolik. Akhirnya upaya inkulturasi yangdimaksud berhasil dilakukan yakni inkulturasi tokoh Peagabega dalam Gereja Katolik.Keberhasilan tersebut tampak dalam drama kisah sengsara Kristus pada perayaan Jumat Agung di paroki Santo Misael Bilogai.

Dalam dramakisah sengsara tersebut, tokoh Yesus dari Nazaret sebagaimana yang diajarkan
oleh Gereja diperankan oleh seorang pemuda Migani, dan pemuda tersebut diberinama Peagabega. Dengan adanyaupaya inkulturasi tokoh Peagabega dalamGereja Katolik, maka Gereja sungguh menemukan pola pewartaan yang tepat. Karena itu, orang Miganijuga mampu menghayati Kristus sesuai konteks budayanyasendiri.

Dengan demikian, tokoh Peagabega memberikan makna dan nilai tersendiri bagi kehidupan orang Migani. Hal inimengandung arti bahwa penghayatan terhadap Allah (Emo) dapat diwujudnyatakan melalui tokoh Peagabega yang sudah diinkulturasikan dalam Gereja. Upaya
penghayatan dan pengungkapan iman tersebut masih berlangsung terus di parokiSanto Missael Bilogai hingga saat ini, kini dan di sini.

Relevansi Tokoh Peagabega Dengan Kisah Yesus Kristus

Tokoh Peagabega orang Miganidan kisah sengsara dan kebangkitan Kristus. Peagabegaterkenal karena sangat peka terhadap situasi di sekelilingnya. Ia memperoleh rahmat khusus untuk membawa keselamatan bagi orang Migani. Ia tidak menghendaki kejahatan terjadi antarsesama, sekali bicara pasti terjadi (peramal). Ia sudah tahu orang yang berniat jahat. Ia adalah orang yang selalu berkeliling dari kampung ke kampung tanpa mengenal lelah. Orang yang memiliki sikap belas kasihan dan banyak orang kagum padanya.

Yesusterkenal karena karya dan ajaran-Nya memihak orang-orang kecil. Ia banyak melakukan mujizat dan perkataan-Nya penuh kuasa sehingga banyak orang mengikuti Dia dan percaya kepada-Nya. Ia berkeliling dari kampung ke kampung untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah agar semua orang memperoleh keselamatan.

Tua-tua adat bangsa Miganimengadakan muna (pertemuan tertutup) untuk membunuh Peagabega. Imam-imam kepala dan ahli-ahli taurat mencari jalan agar dapat membunuh Yesus.

Peagabegaditangkap diMbamogodan digiring ke Jinggama kemudian lewat Mando dari situ singgah di Titundoga hingga sampailah di puncak gunung Pajebundoga.

Yesus ditangkap bagaikan penjahat di taman Getsemani lalu digiring ke hadapan Imam Besar; kemudian menuju ke rumah Pilatus hingga sampai di puncak Golgota.

Sebagian masyarakat turut ambil bagian dalam pembunuhan Peagabega. Sedangkan masyarakat yang lain memilih untuk tinggal di rumah karena diliputi oleh perasaan takut. Banyak orang berteriak: Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan. Namun beberapa hari kemudian masyarakat yang sama berteriak: “Salibkan Dia, salibkan Dia!”

Rotan berduri(Pandolage danKigualage) dililitkan pada tubuh Peagabega. Selain panah-panah yang tertancap di seluruh tubuhnya.

Kepala Yesus dimahkotai duri dan kedua kaki dan tangan-Nya ditembusi paku. Yesus juga ditombak di bagian lambung-Nya.
Orang Miganimembuat kegosolaia (para-para) diatas pohon Nggigibo Aganggaga Kegosolata dan meletakkan mayat Peagabega di atasnya.

Yesus disalibkan di atas kayu salib dan dikuburkan.  Peagabegabangun kembali dan menghilang dalam telaga milik bapanya. Yesus dikuburkan dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Kemudian Ia naik kepada Bapa-Nya di Surga.

Berdasarkanhubungan tokoh Peagabega dengan kisahKristus di atas, maka penulis percaya bahwa Kristus hadir dalam kebudayaan sukubangsa Migani. Kristus tidak bersembunyi atau menyembunyikan diri-Nya dalambudaya Migani.

Kalau Kristus hadir di suatu tempat, maka kehadiran-Nya dapatdikenal oleh manusia karena Dia tentu menyatakan kehadiran-Nya melalui tokohPeagabega yang dihayati oleh orang Migani. Dia hadir agarorang Miganidapat menikmati hidup yang berlimpah (Yoh 10:10).

Sesuai dengankebudayaan setempat Kristus menggunakan aspek-aspek kebudayaan Miganisebagaimedium untuk menampakkan wajah-Nya. Pertama-tama bagi para pendukung kebudayaanMigani dan kemudian bagi semua orang yang berasal dari semua kebudayaan.

Untukitu, dapat dikatakan bahwa upaya pencarian keselamatan itu bukan hal yang barumuncul tetapi itu sudah berakar dalam kebudayaan Melanesia sebelum pengaruhkekristenan.

Inkulturasi Peagabega Dalam Gereja Katolik Di Paroki Bilogai

SetelahGereja Katolik masuk di wilayah orang Migani, para misionaris terus mewartakan
Kristus dan sabda-Nya di seluruh wilayah Dugindoga-Kemandoga. Dengan melihatupaya pewartaan Gereja tersebut orang Miganimula-mula menerima Kristus dengansikap mendua yakni menerima atau menolak. Ternyata mereka menerima Kristusserentak sambil berpegang teguh pada kepercayaan yang diwarisi oleh nenekmoyang mereka yakni adanya konsep Wujud Tertinggi atau penghayatan terhadap makhlukideal dan nilai-nilai budaya yang positif.

Dengan demikian orang Miganisebenarnya sudah mengenal Kristus dan ajaran-Nya melalui berbagai unsur budayayang dimaksud. Untuk itu penghayatan iman yang demikian membawa orang Miganipada sebuah sikap untuk menerima gambaran yang terkesan cocok dan mirip dengansang ideal dalam mitosnya.

Upaya ini sudah dilakukan dengan menggali aspekpersamaan dari tokoh Yesus maupun Peagabega namun belum diangkat ke permukaan oleh para misionaris.

Umat setempat masihmengikuti pewartaan injil ala Barat.Padahaljika dilihat secara cermat, kita akan mengetahui kalau orang Miganiitusebenarnya sudah lama menerima injil dalam kehidupan mereka sebelum Gerejadatang. Namun sayang sekali bahwa nilai-nilai budaya kala itu belum diangkatdalam perayaan-perayaan liturgi. Akibatnya banyak umat merasa asing denganliturgi ala Barat yang berlangsung. Dengan melihat realitas ini, maka pewartaanyang sesuai konteks budaya belum terwujud secara maksimal terutama di era paramisionaris.

Dalam situasi kehidupan menggereja yang demikian, kini tiba saatnyapara pewarta pribumi (asli Papua) untuk melayani umatnya sendiri. Diketahuibahwa dari sekian banyak petugas pastoral asal Papua yang pernah bertugas diparoki Bilogai (imam maupun awam). Di wilayah Dugindoga –Kemandoga hanya seorang imam yang terkenal sebagaipewarta yang mampu mengangkat nilai-nilai budaya yang ada dalam kebudayaan sukuMigani.

Imam pribumi yang baik hati dan tidak sombong itu adalah Pater MarthenKuayo, Pr. Ia berkarya di paroki St.Missael Bilogia cukup lama karena terbukti melayaniumat selama delapan tahun (1997-2004).

PaterMarthen menyadari bahwa Allah tidak berada jauh dari kebudayaan orang Migani.Allah sudah ada dan hidup bersama-sama dengan orang Miganisebelum Gerejadatang. Untuk itu, ia sebagai seorang imam putra daerah merasa perlu untukmengangkat nilai-nilai budaya yang ada untuk selanjutnya diinkulturasikan kedalam Gereja. Hal ini amat penting karena tidak ada cara lain untuk mewartakan Kristussesuai konteks budaya. Untuk mewujudkan pewartaan yang sesuai konteks budayaitu maka diadakanlah pertemuan antara Pater Marthen selaku pastor parokidengan sejumlah umat di paroki Bilogai yang terdiri dari tua-tua adat, para katekis, ketua-ketua kring dan lain-lain.

Dalam pertemuan itu beliau mengajak umat untuk menggaliunsur-unsur budaya yang ada agar nilai-nilai positif yang ditemukan itu dapatdigumuli dan dihayati dalam perayaan liturgi melalui upaya inkulturasi dalamGereja.

Akhirnyaupaya itu pun berhasil dilakukan. Umat dengan penuh antusias mengangkat kembali
berbagai hal yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang tentunya selarasdengan ajaran Gereja. Misalnya dalam pertemuan itu umat mengangkat tentangkepercayaan terhadap Wujud Tertinggi.

Umat menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini pasti ada oknum yang menciptakan. Oknum itumereka namakan Emo. Mereka juga mengangkat mitosmakhluk ideal seperti tokoh Peagabega, Duanisuani, Soti, Meti dan Wati. Tokoh-tokoh ini memilikiceriteranya masing-masing dan dianggap sama seperti Yesus.

Dari beberapa tokohideal itu umat menetapkan Peagabega sebagai tokoh Yesus dalam drama kisah sengsara pada peristiwa Paskah (JumatAgung). Umat setempat juga mengangkat berbagai lagu dan doa dalam bahasa daerah(zamo danmbai/sembangge). Selain itu, mereka juga menggali kembali nilai-nilai budayaseperti keadilan, kebenaran, kejujuran, kedamaian, kebersamaan, tanggung jawabdan seterusnya. Nilai-nilai ini sudah lama dihayati oleh orang Miganisebelum  gereja mengajarkan nilai-nilai kristiani.

Setelahmenampilkan berbagai unsur budaya yang ada itu maka selanjutnya mulailah upaya
inkulturasi budaya Miganidi dalam Gereja.Misalnya berdoa entah pribadi maupun bersama dilakukan dalam bahasa daerah, lagu-lagu Madah Bhakti diganti dengan nyanyian dalam bahasa daerah, kadangkalaimam menyisipkan unsur-unsur budaya dalam Doa Syukur Agung, dan ada juga usahamenterjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa daerah serta drama kisah sengsara
Kristus dilakukan dalam konteks budaya dengan tokoh Yesus diperankan oleh tokoh Peagabega.

Melalui upaya inkulturasiini seluruh umat merasa bahwa inilah kebaktian yang sungguh-ungguh berasaldari dirinya sendiri. Mereka tidak merasa asing dengan perayaan-perayaan
liturgi yang berlangsung karena nilai-nilai budaya sudah diinkulturasikan dalamGereja. Oleh karena itu, pewartaan mengenai Kristus dan sabda-Nya itu mulaimembumi atau mengakar dalam budaya orang Migani.

Daribeberapa unsur budaya yang diinkulturasikan dalam Gereja itu, dalam tulisan ini
penulis hanya memfokuskan diri pada salah satu makhluk ideal yakni tokoh Peagabega. Berkaitan dengan hal ini, maka Kristus yang cocok dan terkesanbagi orang Miganiadalah “kemanusiaan Yesus dari Nazaret” sebagaimana terteradalam keempat injil. Kemanusiaan Yesus yang terkesan itu dipertemukan dengansang ideal dalam mitos Peagabega lalukemudian mulailah upaya membanding-bandingkan, membongkar pasang ceritera, mencangkok,
menenun, dan dapat menghilangkandan juga menambahkan.

Setelahmelalui semua proses tersebut, makamulailahorang Miganimemaklumkan kepada seluruh anggota masyarakat bahwa inilah kitapunya sang ideal atau inilah kita punya Yesus. Oleh karena itu, pada saat iniorang Miganitidak membedakan Kristus dan sang ideal dalam mitos melainkanmemandangnya sebagai satu oknum atau satu gambaran kehidupan dengan “dua nama”.Misalnya Kristus sama dengan Peagabega,bukan lagi sama seperti Peagabega.
Gambaran ini dipandang menurut versi orang Migani, bukan bertolak daripemahaman kekristenan. Pemahaman orang Miganiyang demikian tidak berarti bahwamereka mengabaikan ajaran Gereja tentang Kristus yang diwartakan kepada merekatetapi justru Kristus yang dimaklumkan oleh Gereja itu dihayati secara mendalamdalam konteks budaya melalui tokoh Peagabega.

Bertolakdari pemaparan di atas maka dalam perayaan Paskah khususnya pada hari Jumat Agung
diadakanlah drama kisah sengsara dalam konteks budaya Migani. Tokoh Yesusdiperankan oleh seorang pemuda yang diberi nama Peagabega. Alasannya karena kisah hidup tokoh Peagabega mirip dengan kisah hidup Yesus dari Nazaret sebagaimanayang diwartakan oleh Gereja. Dengan mengetahui pewartaan Gereja mengenai YesusKristus maka orang Miganimeyakini bahwaPeagabegaitulah Yesusnya orang Migani. Keyakinan ini masih dipegang teguholeh orang Miganihingga saat ini, kini dan di sini.

Halini merupakan salah satu bentuk penghayatan iman yang benar-benar sesuaikonteks budaya setempat. Oleh karena itu sejak Pater Marthen Kuayo. Prbertugas di wilayah orang Miganikhususnya di Paroki St. Misael Bilogai (tahun1997-2004)di saat itu pula upayainkulturasi dilakukan. Upaya inkulturasi yang sudah dilakukan adalah drama kisahsengsara Kristus dalam konteks budaya Migani yang masih dilanjutkan ataudipraktekkan oleh umat di Paroki Bilogai hingga saat ini, kini dan di sini.
Penutup

Penulismeyakini bahwa Kristus hadir dalam setiap kebudayaan termasuk dalam budaya orang
Migani. Kristus tidak bersembunyi atau menyembunyikan diri-Nya dalam budayaMigani. Ia justru hadir dan menyapa orang Miganimelalui tokoh Peagabega agar orang Miganidapatmenikmati hidup yang berlimpah (Yoh 10:10). Oleh karena itu, sesuai dengankonteks budaya Migani, Kristus menggunakan aspek-aspek kebudayaan yang adasebagai medium untuk menampakkan wajah-Nya. Dengan demikian, jelaslah bahwaKristus memperkenalkan diri-Nya kepada orang Miganimelalui berbagai aspekkebudayaan yang ada. Berkaitan dengan hal ini sudah ditegaskan oleh penginjilYohanes “dimana saja Kristus datang, Dia datang pada bangsa-Nya sendiri” (bdk.Yoh 1:11).

Hal ini berarti bahwa komunikasi yang dibangun antara Kristus danorang Miganiitu bukan baru terjadi setelah Gereja datang ke wilayah orang Migani. Mengapa? Karena komunikasi yang dibangun itu sudah berlangsung lama melaluitokoh Peagabega.

Untuk mengetahui dan menyadari adanyakomunikasi tersebut, maka peran misionaris sebagai peletak dasar iman akanKristus tidak bisa dianggap remeh. Para misionaris mempunyai andil besar dalammemungkinkan orang Miganimelahirkan kristologinya sendiri. Sabda Allah yang
diwartakan oleh Gereja membuka hati dan pikiran orang Migani. Pewartaan Gerejamengenai Kristus yang hidup, wafat dan bangkit, membantu orang Miganiberimankepada Allah di dalam dan melalui Kristus. Kristus yang diwartakan oleh Gerejamemberikan perspektif baru kepada orang Migani. Mereka menanggapi pewahyuanAllah dalam dan melalui Kristus dengan mengimani Dia sebagai penyelamat dunia.

Dengan bantuan iman dan Sabda Allah yangdiwartakan oleh Gereja, orang Miganimenafsirkan kembali sejarah kebudayaannya.Penafsiran kebudayaan yang dilaksanakan dalam terang iman dan Sabda Allah inimenyadarkan orang Miganibahwa Allah ternyata sudah lama hadir dalam sejarahsuku bangsa Migani. Mereka mulai melihat dan memahami berbagai peristiwa yang
menyatakan intervensi Allah yang menyelamatkan. Mereka mengerti bagaimana Allah
membimbing mereka dan mengkomunikasikan diri-Nya dalam kebudayaan Migani.

Halini terbukti dengan adanya kepercayaan terhadap Wujud Tertinggi (Emo), beberapa mitos tokoh ideal ataumakhluk ideal dan juga melalui nilai-nilai adat yang positif.Iman yang adalah tanggapan orang Miganiterhadap pewahyuan Allah ini diungkapkan dalam Migadole (bahasa Migani) dan bukan dalam bahasa asing denganmenggunakan Mbai (doa) dan zamo (himne) sebagai media komunikasiiman. Melalui doa dan himne inilah orang Miganimengungkapkan pentingnya Yesusbagi hidup mereka. Sebagai orang beriman, orang Miganimerenungkan siapakahYesus Kristus bagi mereka.

Mereka tidak membahas dan mempersoalkan tentangkodrat Yesus. Mereka sama sekali tidak mempertanyakan ke-Allah-an danke-manusia-an Kristus. Mereka juga tidak mengkritisi apa yang dikatakan oranglain tentang Yesus. Orang Miganidalam refleksi teologisnya lebih menekankantentang peranan Kristus sebagai Penyelamat umat manusia. Maka merekamerefleksikan tentang bagaimana mereka mengalami dalam kehidupan pribadi dansukunya keselamatan dari Allah yang menjadi nyata di dalam dan melalui Kristus.

Untuk itu dasar biblis ini amatkontekstual bagi orang Migani kepadamurid-murid-Nya, Yesus bertanya: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? (Mrk8:29)”. Pertanyaan ini juga relevan bagi setiap orang beriman sepanjang zaman,termasuk orang Migani. Jawaban orang Miganiterhadap pertanyaan Yesus inididasarkan pada pengalaman mereka akan keselamatan dari Allah melalui Kristus.

Sambil mengikuti dan memegang teguh iman rasuli yang mengimani Yesus sebagaiMesias (Mrk 8:29) dan terus diwartakan oleh Gereja, orang Miganiyang berimankatolik menjawab pertanyaan Yesus ini dengan menggunakan Migadole. Dengan merefleksikan karya-karya keselamatan yangdikerjakan Allah dalam kebudayaan orang Migani dan mempelajari Yesus Kristusyang diwartakan oleh Gereja maka orang Miganikatolik menerima dan mengakui
Yesus, antara lain, sebagai Peagabega.
Tulisan ini dikumpulkan dari berbagai sumber

 

Penulis adalahanak Miganidan Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Filsafat danTeologi “Fajar Timur” (STFT-FT).

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.