ArsipUpacara Pelantikan P2MA-PTP Di Warnai Aksi Protes Mahasiswa

Upacara Pelantikan P2MA-PTP Di Warnai Aksi Protes Mahasiswa

Sabtu 2014-03-29 10:54:30

PAPUAN, Jayapura — Upacara pelantikan Pusat Pengendali Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua (P2MA-PTP) Tanah Tabi, Jayapura, yang digelar di Auditorium Universitas Cenderawasih, Jumat (28/03/2014) kemarin, di warnai aksi protes mahasiswa dan aktivis Papua.

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib yang awalnya direncanakan melantik pengurus P2MA-PTP, namun karena berhalangan hadir, Aloysius Giyai selaku Ketua Dewan Pertimbagan P2MA-PTP mengukuhkan dan melantik para kepala suku tersebut.

Dalam sambutannya, drg. Aloysius Giyai, M.Kes mengatakan, kegiatan ini tidak ada unsur back up, ataupun unsur politik.

“Kegiatan ini muncul dari pikiran saya untuk harus bentuk lembaga ini. Kadang-kadang Pilipus Halitopo disebut sebagai kepala suku Pegunungan Tengah, padahal belum resmi. Kadang saya juga disebut sebagai Ketua Lembaga Adat Pegungan Tengah di Jayapura, padahal belum resmi. Karena itu yang kami bentuk lembaga formal supaya diakui semua masyarakat," tegasnya di hadapan massa aksi.

Lanjut Giyai, “Jadi kadang-kadang kami dua mau bertindak atas nama orang gunung dengan sungguh-sungguh, namun kami ini belum resmi jadi tahan-tahan. Tidak ada honai besar yang kita duduk bersama untuk memutuskan semua persoalan, sehingga ini salah satu cara untuk kita bersatu. Dan bagi saya tidak ada sama sekali ada yang back-up, ada yang ini dan itu."

Sementara itu Agus Kossay, dari Komite Nasional Papua Barat menilai kegiatan pelantikan kepala suku yang tidak ada legitimasi publik.

“Ini upaya Indonesia untuk menggalang dukungan Indonesia untuk bagaimana menghadapi referendum, ini yang terjadi hari ini. Indonesia ingin mengacau tatanan budaya yang ada di Papua barat dengan strategis seperti ini," tegasnya.

Dikatakan oleh Kossay, jika mengaku sebagai kepala suku, tentu harus mengundang semua tua-tua adat di Kota Jayapura yang selama ini di tuakan.

“Kalo mereka sepakat untuk ini berarti atas rekomendasi mereka bisa membentuk kepala suku besar atas nama pegunungan tenggah di tanah Tabi," tandasnya.

“Mereka bilang siap bertanggung jawab dan kami akan ikuti, kalo mereka setelah di lantik upaya mereka ke arah mana, kami akan ikuti. Sampai kalo tidak di realisasikan apa yang mereka katakana hari ini kami akan siap kejar mereka, kemanapun mereka pergi dan dimana pun mereka kerja. Tapi jangan mengunakan lembaga ini untuk kepentingan NKRI di atas Tanah ini," jelas Kosay. Sambungnya.

Sementara itu, Agus Kadepa aktivis mahasiswa Uncen mengatakan, pelantikan tidak sesuai tatanan budaya pegunugan tenggah.

”LMA Provinsi Papua atau pengendali kepala suku pegunungan tenggah yang di bentuk atas nama kepala suku koteka segala macam itu tidak ada legalitas resmi dan itu lahir karena kepentingan politik, karena tidak ada rekomendasi dari kepala suku ke 16 kabupaten yang ada di pegunungan tenggah.”

“Tidak ada keterlibatan semua pihak, termaksud dr. Beni Giyai, S.Yoman,  kenapa tidak di hadirkan. Mereka termaksud anak koteka dan jiwanya untuk memperjuangkan nasip rakyat di sana. Ini saya lihat di balik ini ada kepentingan, Yang punya legalitas adalah Dewan Adat Papua  dalam konferensi tingkat tinggi telah ditetapkan bahwa mereka yang mempertanggungjawabkan tatanan budaya Papua Barat," tambahnya.

Walaupun mendapat protes keras, namun aksi pelantikan tetap dilangsungkan. Usai pelantikan, dilangsungkan acara foto bersama, mahasiswa juga membubarkan diri dengan tenang.

 AGUS PABIKA

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.