EditorialWawancaraPelanggaran HAM Berat Oknum Polisi Harus Dibawa ke Pengadilan HAM

Pelanggaran HAM Berat Oknum Polisi Harus Dibawa ke Pengadilan HAM

PAPUAN, Manokwari — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta segera mengusut dan menyelidiki peristiwa penganiayaan dan penyiksaan yang diduga merupakan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh oknum-oknum anggota Polisi terhadap dua warga sipil, yakni, Yali Wenda (20) dan Alvares Kapissa (25), pada 2 April 2014. 
“Tindakan tersebut adalah merupakan bentuk pelanggaran HAM Berat berdasarkan pasal 9 huruf f Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, serta pelanggaran paling serius dan mengerikan atas UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia,” ujar Yan CH Warinussy, Direktur LP3BH Manowari, Papua Barat, Selasa (15/4/2014).
Selaku peraih penghargaan Internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” Tahun 2005 dari Canada, Warinussy juga mendesak Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa di Jenewa-Swiss untuk mengagendakan persoalan penyiksaan terhadap 2 (dua) mahasiswa yang adalah warga sipil sebagai pokok pembahasan, serta memperoleh keputusan berbentuk resolusi terhadap Pemerintah Indonesia dalam bulan Mei 2014 mendatang.

“Sekretaris Jenderal PBB juga dapat mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberi akses bagi masuknya Pelapor Khusus soal Penyiksaan dan Penganiayaan serta Pelapor Khusus soal Kebebasan Berekspresi untuk menginvestigasi kasus tersebut secara transparan menurut mekanisme dan prinsip-prinsip hukum internasional,” kata Warinussy.

Dikatakan, perhatian dunia internasional, khususnya Pemerintah dan Komisi Uni Eropa untuk meninjau kembali berbagai nota kesepahaman kerjasama bilateralnya dengan Indonesia, khususnya dalam konteks pembangunan di Tanah Papua sangat diperlukan saat ini.

Lanjut pengacara senior ini, pemberlakuan standar penghormatan terhadap HAM dan penegakan supremasi hukum, serta demokrasi universal penting ditetapkan dalam syarat penylenggaraan kerjasama bilateral antara negara-negara besar seperi Uni Eropa, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru dan Jepang dengan Pemerintah Indonesia, khususnya untuk soal bantuan pembangunan di Tanah Papua.

“LP3BH juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberi akses yang luas bagi keterlibatan lembaga-lembaga hak asasi manusia internasional seperti Amnesty Internasional dan Human Rigts Watch, maupun International Crisis Group, serta Jurnasilis asing untuk memantau segenap perkembangan situasi hak asasi manusia di Tanah Papua semenjak saat ini,” tambahnya.

Sebelumnya LSM Internasional, Amnesty Internasional menyerukan sebuah investigasi independen, terkait praktek penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap dua warga sipil yang adalah mahasiswa Universitas Cenderawasih  tersebut.

“Tuduhan atas praktek penyiksaan dan  penganiayaan oleh aparat kepolisian Jayapura terhadap dua aktivis mahasiswa di Papua ini sangat mengerikan, dan ini merupakan kejahatan di bawah hukum internasional,” kata Josef Benedic, campaigner Amnesty Internasional untuk Indonesia dan Timor-Leste, dalam siaran pers yang dikirimke redaksi suarapapua.com, Sabtu (5/4/2014).

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

0
“Ini artinya ada cacat formil dalam penanganan gugatan Hendrikus Woro, sebab seharusnya minimal satu dari tiga majelis hakim memiliki sertifikasi hakim lingkungan hidup,” kata Gobay.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.