ArsipHari HAM Internasional, Koalisi Perempuan Minta DPRP Lindungi Orang Asli Papua

Hari HAM Internasional, Koalisi Perempuan Minta DPRP Lindungi Orang Asli Papua

Rabu 2014-12-10 22:08:45

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Koalisi Perempuan Papua meminta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) untuk serius menyuarakan hak-hak dasar dasar orang asli Papua, termasuk hak perempuan melalui penandatanganan petisi ‘Stop Sudah!’’, di atas kain putih berukuran dua meter.

Fien Yarangga, dalam orasinya, meminta anggota DPRP untuk tidak tinggal diam menyuarakan hak-hak dasar orang asli Papua yang terus tertindas diatas tanah kelahirannya.

 

‘’Kemana lagi kita harus bersuara, kemana lagi kita harus mengadu, kami hanya minta ke DPRP, tolong jangan tertidur melihat realitas di tanah Papua yang sangat memprihatinkan," kata Fien.

 

Menurut Fien, rakyat Papua tidak akan berhenti berjuang demi penegakan hukum dan HAM rakyat Papua yang terus diperkosa oleh pemerintah melalui aparat pemerintah. 

 

"Kekerasan terhadap perempuan dan anak juga masih terus berlanjut, banyak anak-anak yang terbunuh, bahkan banyak yang di penjara, melalui hari HAM ini kami berharap bisa diatas," kata Fien.

 

Sementara itu, Samuel Womsiwor, salah satu aktivis mahasiswa menyampaikan, selama berada di dalam NKRI orang Papua terus diteror, diancam, dan bahkan dibunuh, sehingga orang Papua terus melakukan perlawanan.

 

‘’Kami selalu diteror diatas tanah kami. Intimidasi masih terus dilakukan, kami diperlakukan tidak seperti manusia, padahal negara ini negara hukum, kami menyesalkan cara-cara ini," kata Womsiwor.

 

Sementara itu, Direktur KontraS Papua, Olga Helena Hamadi menegaskan, seharusnya negara perlakukan orang Papua seperti manusia, namun selama ini diperlakukan seperti hewan.

 

"Hak asasi manusia merupakan hak fundamental yang harus dimiliki oleh setiap insan dan individu diatas muka bumi. Kami minta wakil rakyat yang ada di DPRP bisa memperhatikan hak hidup orang Papua," tegasnya.

 

Sementara itu, aktivis Forum Independen Mahasiswa (FIM), Teko Kogoya menegaskan, pelanggaran HAM di Papua tiap tahunnya bukan semakin menurun justru semakin meningkat, tanpa ada penanganan yang serius dari pemerintah. 

 

"Dimana kita bisa melihat banyak aktivis Papua yang terus dipenjarakan, bahkan di penjarakan. Contohnya juga kasus Munir, aktivis HAM senior yang sampai saat ini belum juga diusut tuntas," tegasnya.

 

Massa aksi diterima langsung oleh sejumlah anggota DPRP di Komisi A, bidang Hukum dan Politik, seperti Ruban Magai, Emus Gwijangge, dan Derek Nawipa.

Ruben Magai, dalam pernyataannya meminta aparat TNI dan Polri untuk tidak menggunakan alat Negara menindas rakyat.

"Alat Negara dipakai untuk melindungi dan menyelamatkan rakyat, karena itu saya mengecam tindakan aparat Negara yang terus melakukan pelanggaran HAM di tanah Papua," kata Magay.

Magay juga dengan tegas meminta aparat Kepolisian Resort Kota Jayapura untuk tidak mempersulit aktivis HAM dan mahasiswa ketika meminta ijin penyelenggaraan aksi.

 

Alfa Rohromana, secara resmi menyerahkan beberapa point dalam peringatan hari HAM internasional. Aksi juga diselingi dengan drama singkat kekerasan dan kebrutalan aparat TNI/Polri yang diperangkan oleh mahasiswa.

 

Massa juga menandatangani petisi penolakan pelanggaran HAM di Papua, yang di pandu oleh koalisi perempuan Papua. Anggota DPRP juga diminta untuk ikut menandatangani petisi di dalam kain putih sepanjang dua meter.

Aksi kali ini diikuti oleh sejumlah organisasi HAM, yakni, Mahasiswa Papua peduli HAM, Beratu Untuk Kebenaran (BUK), SKPKC Fransiskan Papua, Baptis Voice, KontraS Papua, Koalisi Perempuan, KNPB, Garda-P, dan Forum Independen Mahasiswa (FIM).

 

Editor: Oktovianus Pogau

 

HARUN RUMBARAR
 

Terkini

Populer Minggu Ini:

KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

0
“Menyimak video penyiksaan terhadap rakyat sipil Papua yang dilakukan oleh aparat TNI adalah suatu tindakan melanggar dan mencabik-cabik harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia,” ujar Mananwir Apolos Sroyer, melalui keterangan tertulis, Senin (25/3/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.