ArsipIni Pernyataan Sikap AMP Terkait Penembakan di Timika

Ini Pernyataan Sikap AMP Terkait Penembakan di Timika

JumatĀ 2015-09-03 07:54:45

YOGYAKARTA, SUARAPAPUA.com — Terkait penembakan brutal di Timika oleh TNI dan beberapa kasus-kasus lainnya di beberapa kota di Tanah Papua, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan sikap dan menuntut kepada rezim Jokowi-JK untuk segera tuntaskan kasus-kasus tersebut.

Ini pernyataan sikap yang salinannya dikirim ke redaksi suarapapua.com, Kamis (3/9/2015) sore.

 

Pernyataan Sikap

 

Negara Penjajah Indonesia Melalui Militerismenya Telah dan Masih Melakukan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Papua

 

SEGERA!

 

Berikan Hak Penentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua

 

Perilaku Negara Penjajah Indonesia melalui Polisi, TNI, Intelijen, dan seluruh jajaran aparat keamanan Indonesia masih saja melakukan tindakan tidak manusiawi terhadap rakyat sipil dan tokoh Papua.

 

Tercatat dalam sejarah Papua, pada dekade 1960an – 1970an, pengkondisian, pencaplokan, pendudukan, pembantaian, pembunuhan massal, genosida, penculikan, pemenjaraan, pengejaran, dan membumihanguskan daerah-daerah di wilayah adat Papua masih terjadi secara sistematis.

 

Kurang lebih tercatat dari 800 ribu jiwa orang Papua setelah aneksasi 1 Mei 1963 hingga konspirasi manipulasi PEPERA Juli-Agustus 1969 oleh Indonesia, jumlah orang Papua yang dibunuh dalam operasi-operasi militer Indonesia mencapai 500 ribu jiwa.

 

Dari pembunuhan para tokoh Papua hingga rakyat sipil, sampai hari ini masih terjadi. Data statistik Populasi Orang Papua di Tanah Papua tercatat jumlahnya semakin menurun drastis akibat kekerasan Negara yang membabibuta secara nyata dan tersistematis.

 

Data tahun 2013-2014 mencatat jumlah orang asli Papua rata-rata 1,7 juta jiwa. Sedangkan non-Papua 2 juta jiwa. Data tahun 2015, hingga bulan Mei dikabarkan jumlah orang asli Papua 1,5 juta jiwa dan non-Papua 2,3 juta jiwa. Tidak hitung tahun, dalam beberapa bulan saja jumlah orang Papua berkurang 200 ribu.

 

Kasus penembakan di Timika, Jumat (28/8/2015) yang menewaskan dua warga sipil dan satu pelajar SMA kritis di RSUD SP IV dan V Mimika. Tragedi yang memilukan lantaran tindakan tidak manusiawi oleh anggota TNI AD di Timika.

 

Nama-nama korban: Imanuel Mairimau (23) tewas ditembak di tempat, Yulianus Okoare (23) tewas ditembak mati di tempat, Marthinus Apokapo (24) luka di pinggang kiri karena kena peluru, Marthinus Imaputa (25) luka di kaki kena tembakan peluru.

 

Dalam kasus penembakan ini sejumlah warga mengalami luka-luka tembakan, tetapi tidak bisa terdata karena banyak aparat keamanan tidak mengijinkan mengambil data para korban di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mimika.

 

Setelah mencari tahu siapa para pelaku penembakan itu, ternyata mereka berasal dari Kodim 1710. Kedua pelaku itu adalah Serka Makher dan Sertu Ashar.

 

Kasus-kasus penembakan oleh gabungan militer Indonesia dalam beberapa bulan ini tercatat, terjadi di Kabupaten Lanny Jaya (membumihanguskan), Kabupaten Timika (Konflik suku yang disebabkan oleh TNI/Polri), Kabupaten Paniai (Penembakan 5 pelajar, anak, perempuan dan petugas Satpam dan Kepala Kampung Awabutu), Kabupaten Dogiyai (Penembakan warga sipil di Kampung Ugapuga).

 

Selain itu, di Kabupaten Yahukimo (Penembakan warga sipil dan pengejaran), Kabupaten Tolikara (Penembakan terhadap warga sipil) dan pada hari Kamis 27 Agustus 2015 penculikan oleh Densus 88 terhadap tiga warga sipil di Base-G, Jayapura. Mereka yang diculik adalah Wilhelmus Awom (26), Selemon Yom (27), dan Yavet Awom (19).

 

Negara Kolonial Indonesia terus memakai sistem Militerisme sebagai alat untuk terus menguasai wilayah adat Papua, dan terus memburu manusia Papua yang mempertahankan hak asasinya. Negara Indonesia terus memperluas wilayah kekayaan alam Papua demi kepentingan ekonomi-politik bagi negara-negara Kapitalisme Indonesia dan global.

 

Menyikapi hal-hal itu, kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menuntut:

 

Pertama, Negara kolonial Indonesia stop mengklaim West Papua bagian dari NKRI dan segera berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua.

 

Kedua, Negara kolonial Indonesia segera tarik Militer (TNI, Polri, BIN dan seluruh jajaran militer) organik dan non-organik, dan stop mengirim pasukan Militer Indonesia ke West Papua. Karena, Militer Indonesia bukan solusi penyelesaian masalah politik West Papua.

 

Ketiga, Hentikan eksploitasi dan tutup seluruh perusahaan milik Negara-negara Imperialis, seperti PT. Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco, dan lain-lainnya melalui penghapusan UU Nmor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing di Tanah Papua.

 

Keempat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, Belanda, dan Indonesia segera bertanggungjawab atas persoalan Hak Asasi Manusia di atas Tanah Papua dari tahun 1961 hingga saat ini.

 

Kelima, Mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam pertemuan Pasifik Island Forum (PIF) untuk membahas status West Papua.

 

Keenam, Semua elemen, organisasi, bersama-sama menyikapi kasus Pelanggaran HAM di Tanah Papua secara serius. Dan dibahas dari akar persoalan status West Papua.

 

Numbay, 3 September 2015

 

Biro Politik Komite Pusat AMP

 

Sony Dogopia

 

MIKAEL KUDIAI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

0
"Namun sayangnya, sejak aksi dari pagi hingga pukul 13:00 siang, Pencaker tidak bisa bertemu dengan Pj Gubernur, sehingga kamiĀ  Pencaker bersepakat untuk memalang Kantor Gubernur secara adat," tegasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.