Siapa Pelaku Pembunuhan Ketua KNPB Sorong Raya; Ini Analisisnya (Bagian IV)

0
2375

Glock milik Boas sudah kembali.” (Pernyataan mantan Kepala Kepolisian RI, Jendral Bambang Hendarso Danuri, Mabes Polri, 27 Januari 2012).

Oleh: Catatan Isi Pikiran*

Setelah bercerita tentang tempat kejadian, waktu kematian, cara kematian, pada tulisan-tulisan sebelumnya, maka tulisan ini akan difokuskan pada jenis senjata yang digunakan untuk membunuh korban. Yaitu, jenis senjata api (senpi) dan pisau, yang menyebabkan luka 1x1cm di dada kiri dan 2x3cm di perut kanan bawah.

Mengapa hal ini penting? Karena sudah pasti pelaku pembunuh Alm. Martinus Yohame dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang memiliki dua peralatan ini pada waktu bersamaan.

Data jenis senjata dan pisau ini dapat digunakan guna mencari jenis satuan pasukan yang menjadi eksukutor pembunuh almarhum.

ads

Hal ini karena Indonesia, sebagai pemilik teoritory wilayah tempat ditemukannya jenazah Alm. M. Yohame, memiliki pengaturan yang amat ketat terkait pemilikan dan distribusi senpi yang di data dan dievaluasi secara berkala.

Untuk TNI/POLRI, evaluasi senpi dilakukan setiap 6 bulan. Untuk pisau pisau komando sendiri merupakan senjata alami yang selalu melekat pada TNI/Polri, yang bentuk ukuran diameter/tebal dan panjang serta wujudnya khas dan berbeda-beda antar tiap satuan.

Mengapa harus menyinggung sebuah kesatuan Polri/Militer?. Penulis berani menuduh karena hal ini mengikuti pengakuan dari President SBY, yakni adanya kelompok hardliners di dalam negara Indonesia yang menyukai kekerasan dalam menghadapi persoalan Papua.

Pengakuan ini diungkapkan SBY dalam kapasitasnya sebagai Presiden NKRI ke-6, dalam sebuah pertemuan dengan para tokoh gereja asal Tanah Papua di Cikeas, kediaman pribadi SB, pada medio 2011.

Pada saat itu, dia memberikan sebuah pengakuan bahwa dalam NKRI ada barisan hardliners yang menghalangi dirinya dalam melakukan dialog penyelesaian damai dengan bangsa Papua.

Tetapi sayangnya, SBY kemudian tidak memberikan penjelasan satuan dan siapakah pribadi yang tergabung dalam kelompok hardliners itu.

Sebagai negarawan yang diakui dunia, SBY memiliki beban moral guna menjelaskannya. Apalagi kematian Alm. M. Yohame berkaitan langsung dengan kunjungannya yang terakhir ke tanah Papua.

Desakan pengungkapan siapa hardliners juga kembali diungkapkan oleh Benny Giay dan Socrates Yoman, mewakili berbagai gereja di tanah Papua yang terhimpun dalam Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua (FKOGP).

Permintaan ini memang harus dipandang serius, jika Negara ini serius mencari penyelesaian damai terkait persoalan tanah Papua, terlebih lagi, kematian ini, bersamaan waktunya dengan kunjungan akhir SBY di tanah Papua dalam kapasitasnya sebagai Presiden.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Sebab tanpa melakukan ini, maka Orang Papua dibiarkan oleh Negara Indonesia berada dalam ancaman kekerasan dan pembunuhan terus-menerus.

Sekali lagi, siapa hardliner (baca: garis keras, bhs. Ina) ini? Pernyataan SBY ini belum jelas sampai saat ini. Kamatian Alm. M. Yohame di duga terkait dengan barisan hardliners ini.

Untuk itu, penulis harus berusaha mengembangkan sebuah hipotesis, satuan manakah yang merupakan pelaku lapangan yang membunuh alm. M. Yohame. Pada tulisan ini, raw/material yang dicari tahu melalui jenis senpi dan pisau komando yang digunakan guna membunuh Alm. M. Yohame.

Sebab pengungkapan barisan hardliner ini akan membantu para pihak yang berkepentingan guna mengidentifikasi proses pencarian penyelesaian damai persoalan Papua.

Untuk hipotesis ini, kita melihat data terkait luka di perut kanan bawah sebesar 2×3 cm dan peluru pada dada kiri, maka data ini dikembangkan menjadi fakta.

Hal ini membawa penulis kepada penelitian kualitatif naturalistik yang bersifat deskritif, karena terkait dengan sebuah kasus dengan pola pendekatan pengambilan data.

Satu sifat dari penelitian model analisa kualitatif naturalitik yang diikuti oleh penulis dalam tulisan ini adalah dengan menggunakan non-prababilitas sampling.

Hal ini karena penulis tidak bermaksud untuk menarik generalisasi atas hasil pengamatan yang diperoleh tetapi menggunakan hasil pengamatan ini guna menelusuri secara mendalam guna menemukan fakta-fakta baru.

Karena itulah, teknik sampling yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan metode snow ball-sampling (bhs Jawa: gethok tular), yakni mengikuti alur dari data dan fakta (Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Edisi V), Jakarta, 2002).

Pengunaan metode ilmiah ini, membuat penulis tidak terhindar dari penulisan nama jenis satuan TNI/Polri, sebab penulis akan membaca dan membandingkan semua senpi dan pisau komando yang digunakan oleh satuan TNI/Polri yang ada di Indonesia.

Namun mengingat keterbatasan waktu dan dana, maka hanya akan di batasi kepada beberapa satuan yang memiliki sejarah kelam dengan Orang Papua.

Dari sejarah hubungan Jakarta-Papua juga kita ketahui, bahwa yang termasuk dalam kelompok garis keras itu adalah satuan Kopasdha/Kopassus TNI-AD, yang terlibat dalam kematian beberapa tokoh Papua, yakni Arnold Ap dan Theys H Eluay dan Densus 88 Polri, yang terlibat dalam kematian Mako Musa Tabuni, serta Polda Papua, yang terlibat kasus Abepura Berdarah (2000), dan TNI AL, yang terlibat kasus Biak Berdarah.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Data yang menjadi rujukan utama adalah berita yang ditulis oleh Indrayadi dari Tabloid Jubi, yang secara khusus dikirim ke Sorong untuk meliput kasus ini.

Hal ini karena tulisannya, menulis hasil pengamatan luar dari otoritas yang berhak melakukan otopsi jenazah, yakni sumber orang medis pada RSUD Sorong (mungkin mengingat keselamatan narasumber, maka identitas narasumber tidak dicantumkan).

RSUD Sorong adalah tempat jenazah M. Yohame ditaruh dan dimandikan serta dimasukan ke dalam peti. Untuk mengerti data dan fakta terkait luka pada tubuh Alm. M. Yohame, maka ada beberapa bacaan utama yang dirujuk oleh penulis pada penulisan ini. “Peran Radiologi Forensik Dalam Mengidentifikasi Luka Tembak” (Ayu Susiyanthi dan Ida bagus Putu Alit, Fakultas Kedoteran Universitas Udayana, 2008); Balisitik (Google, download 20 Oktober 2014), Refrat: “Luka Tembak” (Putri Tiarasari, Bedri Qinta, dkk., Fakultas Kedoteran Universitas Sriwijaya, 2011); Ilmu Gun (Google, download 20 Oktober 2014).

Bercerita tentang jenis pisau komando dan senjata api (senpi) yang digunakan untuk melukai dan menembak alm. Yohame memang merupakan sebuah hal yang rumit. Karena data yang dimiliki amatlah terbatas, yaitu hanyalah pengamatan luar, sesuai dengan berbagai berita koran.

Datanya menceritakan sebuah pengamatan luar dengan adanya sebuah luka pada perut kanan bahwa dengan diameter (panjang dan lebar, karena tidak dilakukan otopsi) 2×3 cm dan lubang pada dada kiri korban, seluas 1 cm.

Dari data ini, kita mendapatkan beberapa fakta. Pertama, peluru yang ditembak ke dalam tubuh korban tidak keluar.

Kedua, luasan luka yang di timbulkan oleh anak peluru ini “kira-kira” (baca : tidak lebih atau bisa lebih kecil atau lebih besar dari 1 cm).

Ketiga, peluru yang di tembak hanya 1 (satu) buah. Keempat, posisi menembak tepat pada jantung.

Baiklah kita masuk pada ulasan terkait ke-empat fakta di atas, yang akan kita kembangkan guna menemukan lagi, fakta-fakta baru lainnya.

Terkait fakta pertama: peluru yang ditembak ke dalam tubuh korban tidak keluar. Pada sebuah kolom yang ditulis oleh C Surtiva di media blog Kompasiana, yaitu sebuah blog yang berasosiasi dengan harian Kompas, yakni harian terbesar di Indonesia, kita mendapatkan fakta, penembakan di atas jarak 4 meter dengan menggunakan jenis senjata kaliber 22 akan menghasilkan luka tembak ke dalam.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Pengertian luka tembak ke dalam adalah peluru yang ditembak tidak keluar dari tubuh korban. Kaliber 22 adalah istilah dalam sistem Inggris, yang jika dihitung dalam sistem metrik adalah 5,56 mm.

Atau jika diubah ke centimeter menjadi 0,556 cm. Kaliber senjata adalah besarnya diameter laras senjata yang biasanya diukur dalam dua cara, sistim Inggris dalam inci dan sistim metrik dalam millimeter (mm).

Dengan mengabungkan fakta ini dengan jenis luka pada tubuh korban tidak keluar, yang secara medis disebut sebagai luka tembak ke dalam, maka kita dapat menarik 2 (dua) fakta baru di sini. Pertama, terkait jenis kaliber yang digunakan adalah 22. Kedua, jarak tembaknya, yakni di atas 4 meter.

Fakta baru kedua, menimbulkan fakta baru ketiga, karena jarak tembaknya lebih dari 4 meter, maka korban tidak bunuh diri (dengan menembak dirinya), namun dibunuh.

Menurut Munim Adris Abdul (Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik), penembakan dengan jarak di atas 1 meter tidak menimbukan adanya jelaga dan tattoo pada luka tembak masuk, yang mana wujud lukanya akan meninggalkan luka berbentuk oval atau bulat.

Dan ini sejalan dengan tulisan di media online Jubi yang memberitakan bahwa wujud luka adalah sebuah bulatan.

Terkait fakta kedua: Dari berita di harian Jubi, kita juga mengetahui bahwa luasan luka yang ditimbulkan oleh anak peluru ini “kira-kira” (baca: tidak lebih atau bisa lebih kecil atau lebih besar dari 1 cm).

Kita juga mengetahui, bahwa jenis peluru yang digunakan dalam senpi itu berkaliber 22, 30, 40 dan lain sebagainya. Namun karena peluru yang di tembak tinggal di dalam tubuh korban, maka sudah pasti, pembunuhnya menggunakan pistol kaliber 22. Siapa yang menggunakan pistol jenis ini, dan bagaimana Yohame dibunuh? (BERSAMBUNG).

Baca tiga tulisan sebelumnya:

Siapa Pelaku Pembunuhan Ketua KNPB Sorong Raya; Ini Analisisnya (Bagian I)

Siapa Pelaku Pembunuhan Ketua KNPB Sorong Raya; Ini Analisisnya (Bagian II)

Siapa Pelaku Pembunuhan Ketua KNPB Sorong Raya; Ini Analisisnya (Bagian III)

*Penulis pemerhati sosial, tinggal di Intan Jaya

Artikel sebelumnyaDiplomasi yang Kurang Elegan Menuju Pembebasan Nasional Bangsa West Papua (Bagian I)
Artikel berikutnyaTangani Persipura U-21, Manajemen Datangkan Pelatih Sao Paulo