ArsipFreeport, Lukas Enembe dan Tanah Papua (Bagian I)

Freeport, Lukas Enembe dan Tanah Papua (Bagian I)

Senin 2016-02-26 18:32:09

Oleh: Karmin Lasuliha*)

Tatkala awan dan air bercampur, menghempas dekati bukit-bukit, mengikis bebatuan cadas. Pandangan kita jauh ke atas langit dengan mata memotret logam kecil terbang memantulkan cahaya dengan irama bising. Burung besi itu gemparkan raga di saat hendak mendaratkan roda. Landasan pacu siap memacu untuk menyambut tamu modern di jagad pegunungan tengah.

Kembali pada sejarah masa silam…

 

Dua kapal penjelajah hutan, yang berakhir di muara Selatan Papua. Kapal itu mendaki arus kepala air, inilah perjuangan ekspedisi salju abadi. Tujuannya satu, yakni hanya untuk mengunjungi titik dingin abadi simbol ekspesisi Tanah Papua oleh profesor-profesor bule asal Belanda.

 

1623 sebagai saksi sejarah panjang seorang kapten Johan Cartenz ditemani “Aenem” dan “Pera” ke selatan perairan Tanah Papua. Begitulah isi catatan harian sang Kapten.

 

Adalah Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genotschap atau lebih enak disebut KNAG. Sebuah lembaga Geografi Kerajaan Belanda. Dari sini eksplorasi bermula untuk waktu yang tidak terbatas. Perjalanan memakan waktu cukup lama berteman bekal di belantara rimba.

 

Mereka tak menemukannya, titik es tidak tampak… hari semakin dingin, seakan semua tak dapat menyangkal kehadiran bongkahan besar salju abadi. Hampa tanpa ada hasil apapun. Apakah gunung salju itu hanyalah misteri? Pertanyaan ini menggelitik para ilmuan untuk mememukan salju abadi.

 

Mereka menemukannya…..

 

Juga bule-bule itu menemukan sesuatu yang baru yang tak biasanya, sebuah bijih batu dengan tingkat kekerasan sangat padat. 1936, ekspedisi Jean Jacquez Dozy asal Belanda menemukan cadangan Ertsberg atau gunung bijih.

 

Diteliti sebagai sumber yang menakjubkan. Sebagai cikal bakal harta kekayaan terbesar milik orang pribumi. Tak disangkal bahwa inilah tanah yang menyimpan banyak kekayaan. Bijih yang mengandung Tembaga, Emas dan Perak.

 

Indonesia sebagai keutuhan negara menganggap kesemuanya belum teratur dan harus diatur untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara nasional.

 

“Harus ada penanaman modal asing untuk membantu jalannya eksploitasi sumberdaya alam,” kata Soeharto di awal periode pemerintahannya saat itu.

 

Melahirkan UU Nomor 01 Tahun 1967 pun dianggap sangat strategis. Sebagai alas gerak mengawali pemerintahan dengan bantuan modal asing. Langbourne Wiliams melihat itu sebagai peluang menguntungkan. Melanjutkan proyek gunung bijih yang tertunda. Komunikasi politik berlanjut dengan bertemu Julius Tahija seorang pengusaha di jaman Soekarno berkuasa.

 

Kelanjutan pertemuan dianggap sangat baik yang kemudian dilanjutkan sebuah pertemuan terbatas dengan Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Dalam perjumpaannya saat itu, Langbourne Wiliams seorang pimpinan tertinggi Freeport berkeinginan melanjutkan proyek gunung bijih. 1967 kontrak karya pertama dilahirkan dengan kesepakatan sebagai media perkenalan Indonesia ke pelosok dunia.

 

Kontrak karya pada periode kedua membawa harapan. Putra-putri Papua semakin gesit dalam kiprah politik dan ekonominya. Freeport McMoran harus menyadari bahwa kemampuan anak asli Papua semakin tumbuh berkembang. Tidak ada arogansi politik, ini milik mereka yang lama tidak mereka jamah. Ibarat rumah tangga, merekalah majikan sesungguhnya.

 

Negeri kaya untuk hari yang dijanjikan telah tiba. Lukas semakin tegas menorehkan semagat baru bagi putra-putri Papua. Lukas, dia semakin berani. Sewajarnya gerakan pemimpin seperti itu yang diharapkan rakyat Papua.

 

Ayo Pak Gubernur….. teriak mereka lantang mengaguminya.

 

Tidak ada budak untuk tuan di negeri sendiri, sindirnya kuat…. kenyataan ini yang dielukan anak-anak harapan negeri. Bukan saja kepentingan politik bagi Papua, ini bagian dari gebrakan baru yang belum pernah dilakukan dan harus diperjuangkan.

 

Ini saatnya…..

 

Momentum ini milik anak adat Papua sebagai pemilik batu mulia. PT Freeport Indonesia yang diamanahkan negara ini harus juga berterus terang memandang Indonesia seutuhnya. Pemerintah pusat bergaya seperti preman rimba di tengah kota, tidak memperlihatkan etika komunikasi publik yang bijaksana.

 

Kami tidak takut…

 

Berikanlah porsi kami seutuhnya. Cukup itu saja…

 

Otsus dikembalikan saja katanya, toh dana sedikit itu hanya membuat putra Papua terjerat hukum. Semua anak negeri menyambut hangat dengan sorak sorai kalimat itu, media membicarakannya. Anak Papua yang berani, kata mereka. Putra Papua dari pegunungan Tengah yang berpikiran visioner.

 

Lukas tidak mau lagi kongkalikong dengan dana Otsus dan bila perlu dikembalikan. Biarlah orang Papua memimpin daerahnya sendiri secara otonom, mengatur dirinya sendiri dengan mengakomodir putra asli Papua dalam kancah pertaruhan dunia.

 

PT Freeport Indonesia milik rakyat Papua…

 

Kurang lebih demikian harapan hati dan jiwa raganya, apakah itu yang diharapkan?

 

Dari kaca mata ideologis, subjektivitas kita akan dipertanyakan sampai di hadapan Tuhan. Jangan menyangkal wahai sobat, di tanah inilah tonggak sejarah Indonesia merdeka digaungkan. Siapa dia, atau apa yang dia perbuat. Butuh konsep bersama untuk kita menjadi hebat, berikan kepercayaan kepada putra terbaik negeri ini, karena lewat tangan-tangan anak negeri, Papua akan berkembang dengan damai.

 

Perusahaan emas itu hanya sebagai alat. Dia menjadi sumber kebahagiaan tatkala kita berbesar hati untuk memahami satu tujuan berujung nama kesejahteraan. Begitu pula sebaliknya, jika engkau rakus dan menjadi tirani, maka tunggulah kehancuranmu di tanah ini.

 

Inilah Indonesia yang lahir dari rangkaian pulau-pulau terpisah. Keinginan itu jangan ikut memisahkan keutuhan ini. Tanah ini disambung dengan simpul toleransi individu yang bersuku agama. Adat istiadat serta berbudaya. Jangan diperkeruh, ini ibarat anak ayam yang tidak boleh digenggam terlalu erat dan juga jangan dilepas begitu saja, karena dia akan berlari kencang mencari jati dirinya.

 

Tanah Papua, telah diberkati oleh nenek moyang sebelum Ottow dan Geissler memperkenalkan peradaban.

 

Berbaik hati wahai Indonesia Raya, karena engkau memberi makan seluruh rakyatmu dari Tanah yang diberkati ini.

 

*) Penulis adalah pemerhati social di Papua. Tinggal di Holandia, Papua.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemerintah Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.