ArsipEkspedisi NKRI di Papua Barat, Upaya Negara Untuk Bangun Basis Militer di...

Ekspedisi NKRI di Papua Barat, Upaya Negara Untuk Bangun Basis Militer di Papua

Minggu 2016-02-14 14:41:42

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ones Suhuniap, Sekertaris umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengatakan, ekspedisi yang dilakukan oleh militer kolonial Indonesia di Papua Barat adalah upaya negara untuk memperkuat basis militer di Papua Barat yang dijadikan target pada tahun 2016.

“Ekspedisi NKRI yang dilakukan Papua Barat antara lain Kabupaten Tambrauw, Sorong, Sorong Selatan, Manokwari Selatan, Bintuni, Wondama, Fak-Fak dan Kaimana. Tujuan ekspedisi ini tidak jelas namun orang Papua tidak boleh diam. Orang papua harus waspada terhadap berbagai macam tak-tik yang sedang dibangun oleh Negara. Selain itu yang paling penting adalah orang Papua harus tetap fokus dan solid dalam perjuangan menuju penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua Barat,” jelas Suhun kepada suarapapua.com, Sabtu (13/2/2016) dari Jayapura.

 

Menurutnya, ekspedisi ini tidak boleh hanya sekedar dilihat sebagai aktifitas biasa, karena status Politik Papua Merdeka kini bukan lagi hal yang tersembunyi untuk dibicarakan oleh publik nasional bahkan Internasional.

 

“Kita tidak dapat melihat hal ini sebagai kegiatan biasa yang dilakukan Negara Indonesia, sebab status Politik Papua Merdeka kini menjadi persoalan serius di Internasional menuju penyelesaian akhir” tuturnya.

 

Sementara itu, sebelumnya seperti dilansir tabloidjubi.com tidak lama ini, di Jakarta Kelompok Masyarakat Sipil Tolak Ekspedisi NKRI menyampaikan aspirasi lewat aksi yang dilakukan di depan Istana Negara, Selasa (9/2/2016) siang.

Aksi tersebut diadakan guna menyampaikan penolakan terhadap misi yang diprakarsai oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, karena dinilai berbau militerisme dan diadakan semata-mata untuk mengeruk Sumber Daya Alam (SDA) Papua saja ke depannya.

 

“Sejak kapan TNI/Polri bisa jadi peneliti? Kalau benar ini tujuannya semata-mata penelitian kok yang dikirimkan lebih banyak personel TNI/Polri dibanding tim peneliti? Ini sangat militeristik!” ujar Veronica Koman, pengacara publik LBH Jakarta.

 

Menurut Veronika, untuk mendata dan memetakan SDA serta sosial budaya bukanlah tugas dan wewenang kementerian PMK, apalagi TNI/Polri. Pemetaan kekayaan alam dan SDA sebagai tujuan utama dari Ekspedisi NKRI ini juga bisa diartikan bahwa Ekspedisi ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar proses investasi asing masuk ke Papua. Perampasan tanah adat, kerusakan lingkungan, masuknya militer sebagai penjaga perusahaan; adalah sedikit dari berbagai dampak yang akan ditimbulkan dari masuknya investor secara besar-besaran.

 

“Pengiriman tim Ekspedisi NKRI ini sangat ironis mengingat kematian 66 bayi dan balita di Nduga. Kebutuhan Papua akan dokter dan guru sangat mendesak, namun lagi-lagi yang dikirim oleh pemerintah adalah tentara,” tambah Veronika.

 

Aksi ini didukung oleh berbagai kelompok masyarakat sipil. Diantaranya Mahasiswa Papua, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), LBH Jakarta, Papua Itu Kita, Front Mahasiswa Nasional (FMN), Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK), Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI), Indonesia Tanpa Militerisme (ITM), Urban Poor Consortium (UPC), Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI).

 

Vicky Tebay, mahasiswa Papua dalam orasinya menuntut kepada Presiden Jokowi, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan Panglima TNI untuk segera membatalkan Ekspedisi NKRI ke Papua Barat serta jangan sampai ada ekspedisi-ekspedisi lainnya lagi ke wilayah Papua.

 

“Kami orang Papua tidak butuh Ekspedisi NKRI. Kami butuh dokter dan guru!” kata Vicky Tebay.

Sebelumnya sudah disampaikan oleh TNI bahwa tujuan dari Ekspedisi NKRI ke Papua Barat ini akan bekerja untuk mendata dan memetakan kekayaan alam dan sumber daya manusia serta berbagai persoalan yang ada di wilayah Papua Barat.

 

Ekspedisi NKRI ke Papua Barat tersebut memberangkatkan 1200 personel yang terdiri dari 670 personel TNI/Polri dan 530 personel sipil.

 

HARUN RUMBARAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan

0
Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan SORONG, SUARAPAPUA.com --- Bupati Sorong Selatan, Papua Barat Daya, didesak untuk segera mencopot jabatan kepala dinas PUPR karena diduga telah melanggar kode etik ASN. Dengan menggunakan kemeja lengan pendek warna kuning dan tersemat lambang partai Golkar, Kadis PUPR Sorong Selatan (Sorsel) menghadiri acara silaturahmi Bacakada dan Bacawakada, mendengarkan arahan ketua umum Airlangga Hartarto dirangkaikan dengan buka puasa di kantor DPP Golkar. Obaja Saflesa, salah satu intelektual muda Sorong Selatan, mengatakan, kehadiran ASN aktif dalam acara silatuhrami itu dapat diduga terlibat politik praktis karena suasana politik menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara serentak tanggal 27 November 2024 mulai memanas. “ASN harus netral. Kalau mau bertarung dalam Pilkada serentak tahun 2024 di kabupaten Sorong Selatan, sebaiknya segera mengajukan permohonan pengunduran diri supaya bupati menunjuk pelaksana tugas agar program di OPD tersebut berjalan baik,” ujar Obaja Saflesa kepada suarapapua.com di Sorong, Sabtu (20/4/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.