ArsipAJI Kota Jayapura Sesalkan Penangkapan Wartawan Suara Papua

AJI Kota Jayapura Sesalkan Penangkapan Wartawan Suara Papua

Senin 2016-05-02 11:39:38

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Perlakukan kasar dari aparat keamanan yang menimpa wartawan Suara Papua, Ardi Bayage, disesalkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura, Eveerth Joumilena.

“Secara umum dari kronologi yang disampaikan korban Ardi Bayage, wartawan suarapapua.com, akibat terjadinya perlakuan kasar aparat yang mencurigai wartawan tersebut sebagai massa aksi KNPB, maka tentunya sikap AJI Kota Jayapura sangat menyesalkan hal ini karena yang bersangkutan sudah perlihatkan Kartu Pers,” tuturnya dalam keterangan pers di Abepura, Jayapura, Papua, Senin (2/5/2016).

 

Eveerth mengatakan, seharusnya aparat bisa melakukan perlindungan kepada media atau wartawan yang melakukan peliputan di lapangan. “Apalagi dari pengakuan korban ada handpone yang dirusak, kartu identitas jelas sudah ditunjukkan, dan disampaikan status sebagai seorang wartawan,” ujarnya.

Ketua AJI Kota Jayapura berharap, cara-cara anarkis tidak selalu harus harus dilakukan aparat keamanan dalam menginterogasi atau menangkap seseorang, apalagi korban telah mengakui keberadaannya sebagai wartawan.

“Menyikapi aksi-aksi anarkis kepada wartawan, maka perlu ada pemahaman baik yang dibangun dalam lingkup aparat keamanan untuk lebih memahami kerja jurnalis di lapangan,” ujar Dhoto, sapaan akrab Eveerth Joumilena.

 

Sikap Suara Papua

Arnold Belau, Pemimpin Redaksi suarapapua.com, mengatakan, tindakan penangkapan hingga pemukulan terhadap salah satu wartawannya, Ardi Bayage, menunjukkan kepada publik bahwa aparat keamanan di Kota Jayapura tak memahami tugas pokok jurnalis sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Undang-Undang Pers menjamin setiap wartawan bebas melakukan peliputan. Dalam pasal 4 ayat 2, dengan jelas ditulis bahwa “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”

Tindakan tersebut dinilai bagian dari upaya Polda Papua untuk membungkam ruang demokrasi dan membatasi kebebasan jurnalis untuk melakukan liputan yang diatur dalam UU Pers.

“Hal ini terbukti bahwa pada hari ini, 2 Mei 2016, wartawan Suara Papua, atas nama Ardi Bayage ditangkap, diintimidasi, diinterogasi hingga dipukul,” ujarnya dalam keterangan pers di Abepura, sore tadi.

Arnold juga menyayangkan tindakan arogan aparat keamanan yang diperlihatkan dengan cara menghapus foto-foto dan video hingga bikin rusak HP milik wartawan Suara Papua saat menjalankan tugas jurnalistik.

“Tindakan dari aparat Kepolisian dan Brimob Polda Papua yang menangkap dan melakukan intimidasi, interogasi dan dipukul hingga bikin rusak HP milik wartawan kami saat menjalankan tugas jurnalistik, padahal Ardi Bayage sudah tunjukkan Kartu Pers, tetapi itu tidak diindahkan. Tentu saja kami sangat sesalkan tindakan ini,” tutur Arnold.

Kejadian yang menimpa Ardi Bayage, menurut Arnold Belau, satu dari sekian banyak tindakan diskriminasi terhadap wartawan Papua. Di mana, Polisi selalu tempatkan dan melihat wartawan asli Papua sebagai bagian dari massa aksi di saat-saat demo, sehingga cenderung wartawan asli Papua menjadi korban.

“Suara Papua mengutuk tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh aparat di Papua,” tegasnya.

Sementara itu, terkait pengrusakan fasilitas kerja wartawan, Ketua AJI Kota Jayapura berharap agar dapat diganti. “Karena tindakan sengaja atau tidak sengaja tentunya sudah merusak pendekatan aparat dalam penanganan keamanan, apalagi seorang jurnalis yang jelas telah menunjukan kartu identitas saat meliput aksi massa KNPB,” tutur Dhoto.

“Saya yakin Kepolisian Daerah Papua memahami tugas dan pendekatan kepada wartawan selama ini baik, sehingga jangan lagi hal-hal demikian terjadi,” ujarnya.

Dhoto juga menambahkan, “Wartawan saat meliput aksi demo KNPB adalah dinamika politik yang memang terjadi depan ruang pubik, sehingga tidak terhindar dari situasi. Namun demikian, kami tetap hargai sikap aparat jika mengatur dan memberikan rambu-rambu tanpa perlu bertindak “salah tangkap” kepada wartawan yang bukan menjadi massa aksi.”

Disisi lain, Ketua AJI Kota Jayapura juga berpesan kepada setiap jurnalis di Papua untuk selalu melihat kelengkapan dalam melakukan peliputan, apalagi saat meliput aksi-aksi demonstrasi. Jurnalis wajib kenakan Press Card, juga memakai pakaian yang sopan, dan dapat berkomunikasi secara baik.

“Jurnalis juga harus memahami situasi dan bisa menempatkan diri, sehingga tidak dicurigai, artinya dalam aksi-aksi wartawan selalu ada sekelompok wartawan yang berjalan bersama-sama, sehingga bisa bergabung dan saling mengenal. Memang banyak hal kita perlu pahami dalam pendekatan dan menghadapi aksi-aksi demo damai di Papua,” jelas Dhoto.

 

 

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ancaman Bougainville Untuk Melewati Parlemen PNG Dalam Kebuntuan Kemerdekaan

0
"Setiap kali kami memberikan suara di JSB [pertemuan Badan Pengawas Bersama yang melibatkan kedua pemerintah], kami membuat komitmen dan kami mengatakan bahwa semua hal ini perlu diperhatikan dan ketika kami kembali ke JSB berikutnya, isu-isu yang sama masih mengotori agenda JSB, karena tampaknya tidak ada yang mengatasinya."

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.