ArsipKasus Paniai Berdarah, Uji Komitmen Jokowi

Kasus Paniai Berdarah, Uji Komitmen Jokowi

Kamis 2015-12-10 09:02:42

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Tragedi Paniai Berdarah 8 Desember 2014 belum terungkap hingga setahun berlalu, dianggap sebagai satu bukti TNI/Polri dan pemerintah menutupi semua kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua.

“Beberapa hari setelah tragedi itu terjadi, Polda melalui mantan Kabid Humas, Kombes Pol Sulistyo Pudjo menyatakan bahwa untuk mengungkap hanya membutuhkan waktu tak lebih dari satu bulan. Sekarang, mana buktinya? Omong kosong saja,” ujar John NR Gobai, ketua Dewan Adat Paniyai, Kamis (10/12/2015).

Kasus pelanggaran HAM ini, menurut John, menjadi dilematis sebab di satu sisi masyarakat terus menunggu, namun dari sisi lain aparat dan Tim Ad Hoc Komnas HAM hingga kini masih mencari-cari alasan soal kesulitaan mengungkap kasus yang terjadi siang hari di depan mata banyak orang.

“Saya lebih menyebut ini bukti ketidakprofesionalan aparat untuk menutupi kasus pelanggaran HAM. Tetapi bisa juga ini bukti ketidakmampuan aparat dalam mengungkapnya,” tegas John.

Dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, disebutkan ada sembilan perbuatan yang dikategorikan Pelanggaran HAM Berat. Antara lain, pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.

“Ini adalah bentuk-bentuk perbuatan yang disebut, masing-masing dalam Pasal 9 huruf a, b, c, d, e, f, g, h, dan i Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Sudah jelas bahwa salah satu saja tindakan dalam pasal 9 jika dilakukan, maka bisa disebut sebagai pelanggaran HAM Berat,” bebernya. 

Hal lain disampaikan pengamat sosial politik dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Marinus Yaung saat dikonfirmasi terpisah.

Yaung mensinyalir, tragedi Paniai Berdarah 8 Desember 2014 dilakukan secara sistematis telah ditutupi dan disembunyikan kebenarannya oleh negara.

Presiden Jokowi, kata Yaung, jangan pernah bermimpi bisa berhasil membangun Papua dan menghentikan keinginan orang Papua untuk melepaskan diri dari NKRI jika kasus ini tak dituntaskan.

“Kasus Paniai Berdarah adalah ujian berat Jokowi untuk menyelesaikan konflik di Tanah Papua dan membangun negeri kaya raya ini,” tegasnya.

Ia tegaskan lagi, jika kasus Paniai Berdarah bila tidak selesai, internasionalisasi isu Papua Merdeka akan semakin kencang menuju referendum untuk penentuan nasib sendiri.

“Selesaikan kasus Paniai Berdarah, maka hati dan pikiran orang Papua akan direbut dan internasionalisasi Papua akan redup dengan sendirinya,” ujar Yaung.

Ia juga ingatkan, pemerintah harus serius melihat berbagai persoalan di Tanah Papua. “Kalau presiden Jokowi tak konsisten, maka Papua akan menjadi Timor Leste kedua. Dan, ini tinggal menunggu waktu,” ujarnya.

Sementara itu, Komnas HAM berkomitmen selesaikan kasus Paniai Berdarah. Proses penyelidikan akan dilanjutkan tahun depan, karena sebelumnya terkendala dana dan alasan penolakan rencana otopsi.

Koordinator Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM) Papua, Peneas Lokbere menyatakan, pihaknya tetap mengawal dan mendesak semua pihak terkait untuk tuntaskan insiden berdarah yang terjadi setahun lalu itu.

“Sampai kapanpun kami akan mengawal hingga terungkap,” tegasnya usai kegiatan mengenang 1 Tahun Tragedi Paniai Berdarah, Selasa (8/12/2015) di aula Santo Yosep, kampus STFT “Fajar Timur”, Padang Bulan, Abepura, Jayapura, Papua.

Senada dikemukakan Teko Kogoya dari Forum Independen Mahasiswa (FIM).

“FIM tetap fokus untuk desak pemerintah dan semua pihak terkait, supaya kasus Paniai Berdarah segera diproses,” tegas Teko.

Selama setahun sejak penembakan di Paniai terjadi, kata Kogoya, tidak ada keseriusan. Buktinya, tegas dia, Komnas HAM belum dapat memproses meski sudah ada saksi dan barang bukti.

Editor: Mary

HARUN RUMBARAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

HRM Melaporkan Terjadi Pengungsian Internal di Paniai

0
Pengungsian internal baru-baru ini dilaporkan dari desa Komopai, Iyobada, Tegougi, Pasir Putih, Keneugi, dan Iteuwo. Para pengungsi mencari perlindungan di kota Madi dan Enarotali. Beberapa pengungsi dilaporkan pergi ke kabupaten tetangga yakni, Dogiyai, Deiyai, dan Nabire.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.