ArsipApakah Pemekaran Moskona Dapat Menjawab Kerinduan Rakyat?

Apakah Pemekaran Moskona Dapat Menjawab Kerinduan Rakyat?

Selasa 2012-12-11 10:07:15

Moskona merupakan salah satu dari 7 (tujuh) suku besar yang mendiami Kabupaten Teluk Bintuni Propinsi Papua Barat, yang sementara ini gencar-gencarnya telah diusulkan untuk di mekarkan dari Kabupaten Teluk Bintuni.

Suku Moskona terdiri dari 8 Distrik, diantaranya, Distrik Merdey (Distrik tertua Sejak zaman Belanda), Distrik Moskona Selatan, Distrik Moskona Utara, Distrik Mayado, Distrik Moskona Timur, Distrik Masyeta, Distrik Moskona Barat, dan Distrik Biscoop.

 

Moskona pada umumnya layak untuk dimekarkan, di samping mempunyai wilayah yang luas, Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia, serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang sementara mulai berkembang sedikit demi sedikit.

Di samping itu, masyarakat suku Moskona masih sangat terisolasi dari kabupaten induknya Teluk Bintuni, sehingga usulan yang diusulkan oleh masyarakat akar rumput tersebut ditanggapi positif oleh kaum inteletual Moskona dengan membentuk Tim Pemekaran Moskona yang di ketuai oleh Mans Orosomna, dan Sekretaris Edison Orocomna.

Kemudian, usulan pemekaran tersebut ditanggapi positif pula dari Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni (Kab induknya) tanpa adanya pertimbangan.

Pemerintah Kab. Teluk Bintuni pun mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Tim Eksistensi Pemekaran dari Kabupaten induk yang di ketuai oleh Drs. Wim Fimbay, (Sekretaris Daerah Kabupaten Teluk Bintuni).

Pemekaran Moskona juga sudah memperoleh rekomendasi dari DPR Propinsi Papua Barat, dan Pemerintah Propinsi Papua Barat, serta sudah diusulkan kepusat (Jakarta) melalui DPD RI.

Hal tersebut terbukti dengan beberapa kali kunjungan DPD RI (Mervin Sadipun Komber, dkk) ke Bintuni dan wilayah Moskona untuk meninjau secara langsung wilayah Moskona, serta calon ibu kota Kabupaten Moskona di Distrik Merdey.

Sementara disamping gencarnya aspirasi pemekaran kabupaten Moskona yang tidak lama lagi akan di mekarkan, muncullah sebuah pertanyaan sederhana; apakah benar bahwa kehadiran pemekaran Moskona itu dapat menjawab kesejahteraan rakyat Moskona? Atau sebaliknya?

Perjuangan pemekaran Kabupaten Moskona, saya akan merefleksikan dengan perjuangan pemekaran Kabupaten Bintuni(induknya).

Teringat akan perjuangan pemekaran kabupaten Teluk Bintuni pada masa lalu dari kabupaten induknya Manokwari, Begitu bergemanya tuntutan aspirasi dan keinginan Masyarakat akar rumput 7 (tujuh) suku teluk bintuni agar bintuni di mekarkan terlepas dari kabupaten manokwari sejak tahun 1985 hingga tahun 2003.

Aspirasi pemekaran tersebut terealisasikan, perjuangan yang sangat panjang dan menelan banyak pengorbanan dari intelektual, dan masyarakat adat Teluk Bintuni, serta berbagai elemen kepemudaan dan mahasiswa, di bawah pimpinan Alm. Decky Kawab, dkk.

Dengan di terbitnyakan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2002 yang menjadi landasan hukum bagi berdirinya 14 (empat belas) Kabupaten di Propinsi Papua salah satu di antaranya Kabupaten Teluk Bintuni.

Selanjutnya, dengan keputusan presiden nomor 131.81-295 tanggal 6 juni 2003, di angkat Alm. Decky Kawab, sebagai pejabat Bupati Teluk Bintuni.

Pada Tahun 2005 lengsernya Alm. Decky Kawab, dari Bupati Kab Teluk Bintuni, maka terlihat mulai jelas perkembangan Kabupaten Teluk Bintuni mulai suram, terutama orang Asli Papua (OAP), lebih khusus orang asli 7 (tujuh) suku Bintuni yang notabenenya pemilik tanah Adat mulai termarjinal.

Terlihat dengan jelas, pembangunan tidak merata, pemerintah tidak peduli dengan keselamatan rakyatnya dengan bebas memasukan Pekerja Seks Komersial (PSK) di berbagai ujung kota Bintuni walaupun tidak memiliki ijin serta tidak terkontrol dengan baik oleh dinas terkait, Minuman Keras (miras) pun bebas beredar.

Jika kita melihat di sepanjang jalan kota Bintuni, bahkan seantero Papua, maka orang non-Papua terkonsentrasi di pusat-pusat kota tersebut. Sedangkan, orang asli Bintuni mulai tersisi sisi di sudut kota. Orang non-Papua menguasai kehidupan kota dalam segala aspek baik ekonomi, pendidikan, kesehatan dan politik serta agama.

Tidak pernah ada cerita bahwa rakyat asli 7 (tujuh) suku Bintuni atau OAP memiliki toko, ruko, hotel yang mewah. Jangankan rumah mewah, untuk penuhi makan, minum yang merupakan kebutuhan dasar saja tidak punya daya kreativitas sebagaimana mestinya.

Sementara rakyat asli 7 (tujuh) suku Teluk bintuni yang notabene adalah ahli waris tanah bintuni ini mengalami kehilangan akan segalanya. Sementara SDM-pun tidak di kelola dengan baik, terbukti dengan banyak illegal loging yang merusak hutan sana sini. Pihak yang berwajib pun ompong dalam menindak kasus kasus tersebut.

Setiap tahun, angka penduduk di Bintuni makin meningkat karena dengan bebas orang non-Papua masuk ke Bintuni untuk menguasai berbagai sistem perekenomian, pemerintahan maupun bidang yang lainnya tanpa adanya kebijakan pemerintah untuk mengakomodir orang Asli Bintuni dalam bidang bidang tersebut.

Dunia pendidikan mahasiswa asal kabupaten Teluk Bintuni se-kota studi di Indonesia tidak di perhatikan dengan baik, hal-hal ketidakadilan tersebut tidak terdapat di Bintuni saja tetapi semua pemekaran di Papua ini mengalami hal yang sama, Orang Asli Papua selalu di pojokan, orang Papua harus mengungsi ke tempat lain, pada hal sebenarnya ini “sa pu tanah”.

Apakah pemekaran moskonapun akan mengalami hal serupa seperti kabupaten induknya Teluk bintuni? Saya merefleksikan, semua ini sesuai dengan apa yang saya lihat dan rasakan selama ini, sehingga ini sebagai refleksi singkat untuk kaum kaum intelektual Moskona yang sedang memperjuangkan pemekaran Moskona maupun kaum intelektual Moskona lain, agar pemekaran Moskona jangan di jadikan untuk kepentingan kepentingan kelompok tertentu.

Jangan jadikan pemekaran Moskona sebagai terbukanya peluang untuk orang non-Papua, tetapi jadikanlah pemekaran itu untuk mengangkat harkat dan martabat untuk mensejahterakan rakyat Moskona dalam berbagai bidang.

Orang asli Moskona harus bersatu bergandeng tangan satu sama lain agar menjadi tuan di tanahnya sendiri.

Sesuai dengan motto yang digagas oleh masyarakat adat Moskona di distrik Merdey, yaitu “inn miss ergens” (bahasa Moskona), yang berarti “Mari kita bersatu untuk membangun Moskona yang satu dan utuh”Bitejo . . . !

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Papua.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

0
“Beberapa waktu lalu terjadi kasus penangkapan, kekerasaan dan penyiksaan terhadap dua pelajar di kabupaten Yahukimo. Kemudian terjadi lagi hal sama yang dilakukan oleh oknum anggota TNI di kabupaten Puncak. Kekerasan dan penyiksaan terhadap OAP sangat tidak manusiawi. Orang Papua seolah-olah dijadikan seperti binatang di atas Tanah Papua,” ujarnya saat ditemui suarapapua.com di Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (27/3/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.