Menteri Luhut Tak Dewasa Sikapi Persoalan Papua

0
2390

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan sebagaimana diberitakan media massa selama beberapa waktu terakhir, menunjukkan sikap tak dewasa dan panik menyikapi persoalan Papua.

“Saya menilai Luhut Binsar Pandjaitan tidak mencerminkan dirinya sebagai Menko Polhukam dalam kabinet Jokowi-JK. Dia belum arif dan elegan dalam menyikapi persoalan politik dan keamanan di Papua,” ujar Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, dalam press release yang diterima suarapapua.com, Senin (22/2/2016) malam.

Yan mengungkapkan hal itu menanggapi pernyataan Menteri Luhut pada Jumat pekan lalu tentang pendirian kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Kegiatan peresmian dihadiri ribuan orang.

Pernyataan seorang menteri ini setelah melihat makin menguatnya isu Papua melalui Melanesian Spearhead Groups dan PIF di tingkat Pasifik bahkan dunia internasional.

Tetapi menurut Yan, “Sikap Luhut Binsar Pandjaitan sama sekali tidak mencerminkan posisinya sebagai seorang Menko Polhukam di kabinet Jokowi-JK yang seharusnya lebih arif dan elegan dalam menyikapi situasi politik dan keamanan di Tanah Papua, khususnya dalam menghadapi aksi pendirian kantor ULMWP di Wamena.”

ads
Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Beberapa statemen yang dikutip sejumlah media massa, dinilai terlalu berlebihan. Seperti, dilansir kompas.com edisi Jumat (19/2/2016), Luhut berujar, “Ya pergi saja mereka ke MSG sana, jangan tinggal di Indonesia lagi.”

Statemen ini menuai sorotan dari berbagai pihak.

Anggota Komisi I Bidang Politik, Hukum dan HAM, DPRP Papua, Ruben Magai, misalnya, menyesalkan pernyataan Luhut Binsar Panjaitan itu.

Menurut Ruben, Luhut keliru memberi pernyataan. Sebab, tegas dia, Tanah Papua adalah tanah milik orang asli Papua yang adalah salah satu bangsa turunan ras Melanesia.

“Menko Polhukam itu siapa? Dia salah besar usir orang (asli) Papua keluar dari Papua. Dia bilang ke Melanesia itu maksud dia kemana? Melanesia itu ya orang Papua itu sendiri dengan apa yang Tuhan sudah kasih yaitu tanah Papua dan alamnya,” tegas Ruben, dilansir tabloidjubi.com, edisi Jumat (19/2/2016) lalu.

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

Ia mengatakan, pernyataan Luhut Pandjaitan sebagai seorang menteri telah melukai hati orang asli Papua.

Ruben minta ada pernyataan maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Papua.

“Pak menteri harus meminta maaf! Dia sudah menyakiti hati orang asli Papua, orang Melanesia di Papua,” tegasnya.

Yan lebih lanjut menulis, “Saya memandang dari sisi hukum dan hak asasi manusia bahwa seharusnya pemerintah Indonesia jauh lebih memahami keberadaan ULMWP sebagai sebuah organisasi perjuangan hak politik orang Papua yang sudah menjadi bagian dari MSG bersama-sama dengan Indonesia yang diwakili oleh 5 provinsi yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT).”

“Kantor perwakilan ULMWP dalam posisinya sebagai sebuah organisasi anggota MSG memiliki makna dan kepentingan langsung dalam mewujudkan klarifikasi atas semua persoalan HAM selama lebih dari 50 tahun pemerintah berkuasa di atas Tanah Papua,” demikian Yan.

Menurutnya, pemerintah seharusnya tak melarang ULMWP karena dipilih secara legal oleh rakyat Papua dalam Konferensi Perdamaian Papua (KPP), 5 – 7 Juni 2011 di auditorium Universitas Cenderawasih (Uncen), Abepura, Jayapura. Benny Wenda, Octovianus Mote, Rex Rumakiek, Leoni Tanggahma dan Dr. John Otto Ondowame kala itu ditetapkan sebagai juru bicara. Mereka dipilih dalam KPP yang diresmikan Menko Polhukam Djoko Suyanto.

Baca Juga:  PGGY Kebumikan Dua Jasad Pasca Ditembak Satgas ODC di Dekai

Yan menilai sikap Luhut justru akan menjadi pemicu konflik sosial-politik baru di Tanah Papua yang turut memberikan kontribusi bagi aparat keamanan (Polri dan TNI) di Tanah Papua untuk terus mengedepankan cara-cara kekerasan yang bersifat represif dan destruktif dalam menyikapi perbedaan pandangan politik berbagai elemen perjuangan Papua selama ini.

Pandangan Menko Polhukam mengenai kebijakan negara dalam bentuk Otsus Papua dan Papua Barat juga menurutnya, sangat lucu dan terkesan tak mengena sama sekali. Karena dia lupa bahwa justru pemerintah Indonesia tak pernah konsisten dalam mendorong pelaksanaan Otsus sebagai sebuah solusi politik sebagaimana tujuan awalnya bagi penyelesaian persoalan di Tanah Papua.

MARY

Artikel sebelumnyaGubernur Minta Dua Wartawan Perancis Dibebaskan, Bucthar Tabuni: Sudah Terlambat!
Artikel berikutnyaMenteri Yembise: Anggaran Banyak ke Papua tapi Pembangunan Belum Maksimal