ArtikelWarna Warni 2 Mei 2016 di Papua

Warna Warni 2 Mei 2016 di Papua

Demo tanggal 2 Mei 2016 di Jayapura. Para aktivis sebelum ditangkap di Perumnas III Waena. (Foto: Dok SP)
Demo tanggal 2 Mei 2016 di Jayapura. Para aktivis sebelum ditangkap di Perumnas III Waena. (Foto: Dok SP)

2 Mei 2016 di Papua, digelar berbagai macam kegiatan. Mulai dari penangkapan ribuan aktivis Papua di Jayapura, Sentani, Wamena, Merauke, Sorong, Fak-Fak maupun Jawa dan Sulawesi sampai dengan pembakaran bendera KNPB dan Bintang Kejora, pengibaran bendera raksasa yang ‘mengatasnamakan’ tujuh suku di wilayah perbatasan.

Oleh: Arnold Belau

Penolakan KNPB dari Barisan Merah Putih di Sentani dan Wamena hingga wacana pembuatan Tugu Pancasila di Keerom. Satu perisiwa yang tak kalah penting lainnya, adalah kedatangan Ramos Horta, mantan presiden Timor Leste ke Jayapura. Itulah warna-warni. Berikut ini akan dibahas satu demi satu setiap peristiwa yang terjadi di Papua pada 2 Mei kemarin.

1. Peringatan Hardiknas

Dalam kalender Indonesia, setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional atau dikenal dengan sebutan Hardiknas. Tahun 2016, Hardiknas jatuh pada hari Senin. Pada tanggal 2 Mei, peringatan Hardiknas dilakukan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Upacara itu dipimpin oleh Benhur Tommy Mano, Wali Kota Jayapura. Upacara berlangsung dalam suasana tegang di wajah Kota Jayapura. Peringatan Hardiknas, sejauh ini tidak ada bedanya dari tahun ke tahun. Hanya berakhir di seremonial. Tidak ada perbaikan mutu pendidikan yang baik di Tanah Papua.

Sementara itu, digelar upacara pengibaran bendera raksasa di komplek Tower Mercusuar Skouw, perbatasan RI-PNG. Upacara tersebut dihadiri oleh kepala distrik Muara Tami, Supriyanto, Danyon Satgas Pamtas Yonif Mekanis 411/ Pandawa, Letkol TNI Nandan Dimiati, Danramil Muara Tami, Kapten Inf Suhardi Kadir, Waka Polsek Muara Tami, Ajun Komisaris Polisi Subur Hartono, Kapospol Perbatasan RI-PNG, Inspektur Polisi Dua Elieser. F, Danpos AL Muara Tami, Peltu Trimo, koordinator badan perbatasan Skouw, Finantius Rahawaren dengan peserta upacara, 1 SSK TNI AD, 1 regu Polri, 1 SSK pelajar SMK, 1 regu pelajar SMP, 1 regu pelajar SD.

Upacara seperti ini sering diadakan pada Mei dan Agustus. Biasanya dilakukan untuk menunjukkan bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Dan rakyat Papua merasa aman dan nyaman dengan Indonesia. Nyatanya tidaklah demikian. Dan kalau mau jujur, kegiatan seperti ini dilakukan bukan atas kesadaran orang Papua, tetapi karena ada yang ‘menggerakkan’ dengan hal tertentu.

2. Pengibaran Bendera Merah Putih di Skofro

Kalau dengar nama Skofro, pasti akan teringat dengan drama penculikan yang ramai dibicarakan tahun kemarin. Nama kampung ‘Skofro’ naik daun hingga di telinga para pejabat RI di Jakarta. Gegara drama penculikan yang didramakan di hutan dekat perbatasan RI-PNG pada waktu itu.

Terlepas dari itu, kali ini ‘nama naik’ lagi karena mengibarkan bendera Merah Putih raksasa di kampung Skofro. Ini tentu bikin para petinggi militer dan petinggi negara senang. Karena masih ada orang Papua yang bentangkan bendera Indonesia. Ukuran ‘raksasa’ pula. Tapi apakah itu datang dari niat masyarakat setempat? Alam Arso yang mengetahuinya.

James Alfred Kembu, salah satu pemuda Keerom yang juga pemuda asli Arso mengatakan, pengibaran bendera Merah Putih raksasa itu untuk memperingati hari kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi atau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 1 Mei 1963.

Juga untuk menegaskan kepada semua pihak, terutama generasi muda bahwa Papua sudah menjadi bagian dari NKRI. Makna dari kibar bendera itu adalah kami tidak mau lagi ada isu-isu propaganda yang dibuat oleh ULWMP dan KNPB atau kelompok yang tidak bertanggungjawab.

Kembu mengaku, sebagai kaum muda di Keerom, daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Nugini (PNG), garda terdepan bangsa menginginkan merdeka di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan serta jauh dari kebodohan dan kemiskinan.

Pertanyaannya adalah, waktu ber-ribu-ribu hektar hutan Keerom digarap untuk jadikan lahan perkebunan Kelapa Sawit kelompok Kembu ini ada dimana? KNPI yang selama ini ada di Papua ini mengurus apa? Tidak sadarkah bahwa kaum non Papua di Keerom jauh lebih banyak ketimbang penduduk asli Papua yang perbedaannya 40% orang asli (Keerom) dan 60% penduduk non Papua.

Kadangkala lebih merasa hebat untuk bicara di media sebagai panggung mencari nama. Tetapi hasilnya tetap saja berakhir di mulut. Tidak ada tindakan nyata apa-apa. Merdekakan diri dari hal-hal kecil yang melilit kaum muda di Keerom dulu. Sehingga apa yang diwacanakan sejalan dengan tindakan nyata.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Bentangkan bendera raksasa dengan maksud mau bilang bahwa Papua bagian dari NKRI? Atau hanya merayu untuk memuluskan datangnya lembaran-lembaran berharga. Lalu, kalau pun itu masyarakat Keerom, saya menduga, masyarakat ikut karena terpaksa. Ya terpaksa karena takut ditekan dan diteror. Lebih lagi takut dicap sebagai separatis. Hal lain, nasib para repatrian di Keerom, apakah pernah disuarakan? Tugas KNPI tidak hanya berdebat di atas meja. Tidak hanya bertarung dan bicara sampai mulut berbusa untuk sesuatu yang berakhirnya hanya wacana. Tunjukkan bahwa KNPI adalah wadah pemuda yang berpihak pada rakyat.

Wacana Bangun Tugu Pancasila

Lagi-lagi, ketua KNPI Keerom, Piter Gusbager mengutarakan wacana untuk membangun Tugu Pancasila. Karena ingin mengenang dan menanamkan nilai-nilai Pancasila. Menurut saya, ini aneh. Kebijakan negara ini mulai jauh dari nilai-nilai Pancasila, kok mau bangun tugu? Keuntungan untuk masyarakat setempat dari tugu itu apa? Tapi ada satu hal yang menarik, yakni, soal peredaran ganja di Keerom. Yang akhir-akhir ini ditemukan lahan kebun ganja. Sebaiknya, bicaralah untuk membebaskan pemuda Keerom dari genggaman belenggu ganja. Bicara muluk-muluk itu nanti. Kerja dulu. Buktikan bahwa KNPI ada untuk selamatkan generasi muda di Keerom dan di Papua.

Persoalan yang mendesak adalah melihat berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat Keerom. Persoalan yang amat kompleks. Mulai dari penderitaan masyarakat karena hutan yang dulu memberikan hidup, kini telah berubah jadi lahan sawit. Tekanan dari aparat yang makin hari makin jadi untuk menekan rakyat. Generasi telah terpesona di jalan dengan ganja, miras dan akhirnya menjadi generasi pengangguran. Ha-hal seperti ini sangat urgen untuk diselesaikan. Bukan membangun tugu yang setelah dibangun akan menjadi benda mati yang tidak akan berubah dari waktu ke waktu.

3. Pembakaran Bendera KNPB dan Bendera Bintang Kejora di Sentani

Pada momen peringatan hari pendidikan nasional tersebut, segelintir orang yang mengatasnamakan masyarakat Sentani mendatangi kantor Bupati Kabupaten Jayapura di Gunung Merah, Sentani melakukan demo. Demo itu bukan untuk memperingati Hardiknas. Tetapi untuk memperingati hari ‘integrasi’ Papua ke Indonesia versi Jakarta yang jatuh sehari sebelumnya, pada Minggu 1 Mei 2016.

Sangat terlihat jelas. Bahwa aksi itu melecehkan pemimpin rakyat Papua Barat yang dibunuh oleh Kopassus, Theys Hiyo Eluay. Segelintir orang ini terkesan seperti diboncengi. Demo yang dimulai dari lapangan Makam Theys merupakan bagian dari pelecehan terhadap perjuangan Theys.

Segelintir orang yang jumlahnya juga bukan puluhan, tetapi lebih sedikit yang kemudian oleh media disebutkan bahwa massa rakyat Papua. Media turut membesar-besarkan aksi yang dilakukan di Sentani.

Berikut ini saya rangkum isi berita yang dimuat di beberap media nasional dan beberapa media lokal di Papua yang memberitakan peristiwa tersebut.

Kami masyarakat adat khususnya warga Sentani tidak terlibat dalam kelompok kelompok liar seperti kelompok KNPB yang selama ini sudah meresahkan masyarakat. Disebutkan, ada ratusan warga Sentani menolak kehadiran KNPB yang kerap melakukan demo anarkis. Ia terucap dari penanggungjawab aksi, Sarlen Dobondoy.

Sayangnya, ia tidak menyebutkan bahkan tidak menunjukkan faktor menjadikan tolak ukur untuk sebut KNPB sebagai kelompok liar yang meresahkan masyarakat. Kelompok ini juga tak bisa membuktikan KNPB adalah organisasi liar. Penangkapan ribuan aktivis KNPB di Jayapura menunjukkan, bahwa KNPB sama sekali tidak dikategorikan sebagai kelompok liar. Pertanyaan sederhana, kalau KNPB itu liar, kenapa ribuan rakyat Papua mau dengar himbauan KNPB?. Dan kenapa pula, kelompok yang mengatasnamakan masyarakat Sentani ini tidak turunkan massa yang lebih dari lima puluh orang?.

Dikatakan, hari ini kami, masyarakat Sentani? sepakat menyatakan kepada para pejabat bahwa kita harus sejahterakan rakyat. Kami tidak akan bergabung dengan kelompok KNPB karena harus berpatokan kepada tatanan adat dan NKRI. Masalahnya kemudian, pernyataan ini bisa dibedah dan kalau mau lihat, pernyataan-pernyataannya ini mengarah kepada kepentingan yang diboncengi oleh segelintir orang.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Viva News dan Oke Zone – dua media yang berbasis di Jakarta, menurunkan berita terkesan membesar-besarkan fakta yang ada. Kalau melihat dari foto di media yang beredar, terlihat jelas bahwa orang yang demo ke kantor bupati Jayapura tidak berjumlah ratusan. Tetapi ada dua puluhan. Malah untuk massa aksi yang ditangkap dan dibawa ke Mako Brimob Polda Papua dalam pemberitaan disebutkan, ada 700-an massa pendukung KNPB, yang jelas bukan 700-an, tetapi ribuan.

Disebutkan, masyarakat adat Sentani, yang diwakili oleh segelintir orang itu menyatakan tidak akan bergabung dengan kelompok KNPB karena harus berpatokan kepada tatanan adat dan NKRI harga mati. NKRI Harga Mati juga mudah untuk dijumpai di pos-pos militer yang ada di Papua.

Lalu, adakah hal baru? Tidak ada. KNPB pernah memaksa rakyat Papua untuk ikut kemauan KNPB? Saya rasa tidak ada.

Lalu, jumlah aktivis yang ditahan berjumlah 700-an ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Di mana, bukan 700-an yang disebutkan Viva News, tetapi jumlahnya melewati angka 1000. Jelaslah, bahwa media nasiona, kadang mendewakan Polisi dan TNI serta petinggi birokrasi di negeri ini untuk membuat berita tentang Papua yang tidak melihat fakta yang ada secara cermat. Sehingga cenderung membuat image Papua jadi daerah konflik. Karena selalu meminjam mulut dari yang didewakan, lalu mewartawakan tanpa melakukan check and recheck.

Beda dengan Viva News, Oke Zone dalam pemberitaannya menyebutkan, ribuan orang telah ditangkap. Namun, soal pembakaran bendera, tetaplah sama.

Tuntutan yang Diboncengi

Sebelum mencoba untuk memahami dan tarik kesimpulan, ada baiknya simak pernyataan dari segelintir orang yang mengaku masyarakat adat di Sentani. Berikut tuntutan mereka:

  1. Masyarakat adat Sentani tidak ada yang terlibat ataupun tergabung dalam kelompok KNPB.
  2. Masyarakat Sentani menentang keberadaan kelompok KNPB di Sentani. Karena keberadaan KNPB selama ini telah meresahkan masyarakat.
  3. Menolak ULMWP menjadi anggota MSG karena selama ini telah membohongi masyarakat Papua.
  4. Meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk bersikap tegas terhadap masyarakat tertentu telah berbuat kriminal untuk dikembalikan ke daerah asalnya.
  5. Masyarakat adat Sentani mengharapkan terciptanya keamanan dan ketertiban di wilayah kabupaten Jayapura, sehingga pembangunan dapat berjalan dengan baik.
  6. Meminta kepada pemerintah baik kabupaten maupun provinsi untuk menyerahkan proyek pembangunan di wilayah Kabupaten Jayapura kepada masyarakat adat Sentani.
  7. Meminta agar pemerintah daerah menyelesaikan permasalahan sosial seperti pembayaran ganti rugi tanah bandara secepatnya.

Kalau memahami pernyataan sikap di atas ini, point utama yang dibawah ada di poin ke lima ada enam. Di mana, mereka meminta pemerintah baik kabupaten maupun provinsi untuk menyerahkan proyek pembangunan di wilayah Kabupaten Jayapura kepada masyarakat adat Sentani. Dan meminta agar pemerintah daerah menyelesaikan permasalahan sosial seperti pembayaran ganti rugi tanah bandara secepatnya.

Sedangkan poin satu sampai lima hanyalah poin-poin tawaran yang digunakan sebagai isu agar demo yang mereka lakukan diterima dan menjadi sesuatu yang wah di telinga orang. Apalagi dibarengi dengan membakar bendera Bintang Kejora dan bendera KNPB. Karena bertepatan dengan 1 Mei, maka dibawa lagi pernyataan-pernyataan titipan. Pernyataan titipan yang kemudian digunakan untuk menekan KNPB di Papua serta menekan perjuangan ULMWP ke MSG. Jelas, karena sudah tidak ada lagi jalan lain, maka kini menggunakan dan meminjam mulut masyarakat untuk menyampaikan bahwa demo itu murni dari segelintir masyarakat Sentani.

4. Tuntutan Kerdil untuk KNPB

Tuntutan kerdil terhadap KNPB datang dari kelompok yang mengaku diri dari Barisan Merah Putih (BMP). Intinya, kelompok ini menoak keberadaan KNPB di Papua dan menyatakan keberadaan Papua di dalam Indonesia sudah sah. BMP merupakan satu organsasi kelompok masyarakat bentukan Jakarta. Ramses Ohee adalah ketua BPM Provinsi Papua. Dalam perjuangannya BMP selalu menyatakan, Papua sudah merdeka dalam Indonesia. Pada 2 Mei kemarin, di Wamena maupun di Jayapura, BMP mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan KNPB dan menyatakan KNPB adalah organisasi anarkis dan tidak sah yang ada di Papua.

 

5. Ramos Horta, Mantan Presiden Timor Lester Berkunjung ke Papua

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Di sela-sela rakyat Papua melakukan demo dan terjadi penangkapan ribuan rakyat Papua di Jayapura dan beberapa kota lain di Papua dan luar Papua, Jose Ramos Horta, mantan presiden Timor Leste berkunjung ke Papua. Dalam kunjungannya itu, pertama-tama di hari pertama ia bertemu dengan beberapa tokoh Papua yang berjuang untuk mempertahankan Papua di dalam Indonesia seperit Franz Alberth Yoku, Ramses Ohee, Nick Messet dan Jhon Norotouw di Jayapura. Setelah itu, berikutnya, ia kunjungi Bank Papua. Hari kedua, ia bertemu dengan Lukas Enembe, gubernur provinsi Papua. Dalam kunjungannya itu, ia menasihati gubernur Papua. Selain itu, ia meminta agar generasi muda Papua belajar dan belajar. Ramos juga pertegas bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia dan rakyat Timor Leste tidak mendukung Papua lepas dari NKRI. (Baca: Ramos Horta: Papua Daerah Termiskin di Indonesia)

Ada hal lain yang ingin disampaikan lewat kunjungannya ini, tetapi itu adalah hak sepenuhnya seorang Ramos Horta. Ia adalah diplomat Timor Leste di masa Timor Leste berjuang untuk memisahkan diri dari Indonesia. Ia juga adalah peraih nobel perdamaian dunia. Tentu sebagai seorang dimplomat, ia tidak hanya membawa isu-isu yang disebutkan di atas. Ada hal lain yang ia ingin sampaikan. Tetapi tidak di Jayapura. Bagaimana pun, ia adalah diplomat. Dia tahu kapan dia harus sampaikan apa dan di mana.

 

6. Penangkapan Ribuan Aktivis KNPB dan AMP

Hal baru dalam sejarah, polisi Indonesia menangkap ribuan aktivis yang hendak menggelar demo damai di Jayapura, Merauke, Fak-Fak, Sorong, Sentani, Sulawesi dan Jawa Tengah. Jumah yang ditangkap sebanyak 1.888 orang yang ditangkap dalam sehari saat hendak melakukan demo damai.

Di Jayapura, ribuan aktivis terus digiring ke lapangan bola, markas Brimob Polda Papua. Kemudian ribuan aktivis dan mahasiswa ini dijemur dibawah terik matahari yang panas. Laporan dari Elsham Papua menyebutkan, 7 aktivis Papua dianiaya saat berada di sel tahanan Brimob Polda Papua. (Baca: Laporan Penangkapan 1.783 Orang Papua Periode 25 April-2 Mei 2016)

Victor Mambor, pemimpin umum redaksi Jubi menyatakan, penangkapan ribuan aktivis dalam sehari itu merupakan sejarah baru sejak Papua dianekasi Indonesia maupun setelah reformasi.

Hal yang tidak disangka dan di luar dugaan. Kalau pada 13 April lalu aparat tidak memberikan ruang gerak untuk KNPB dan rakyat Papua melakukan demonstrasi ke DPR Papua, lain cerita dengan tanggal 2 Mei. Di mana, pada tanggal 2 Mei, ribuan rakyat Papua digiring ke Mako Brimob. Di sana, mereka tidak tinggal diam. Walaupun mereka dijemur di bawah terik matahari dan beberapa lainnya mengalami penyiksaan, mereka tetap nekat untuk berorasi dan kampanyekan Papua Merdeka di dalam pengawasan ketat aparat.

 

8. Penangkapan Terhadap Wartawan

Ardi Bayage, wartawan Suara Papua ditangkap aparat saat hendak melakukan kerja jurnalistik di lapangan. Ardi ditangkap di Lingkaran Abepura, lalu dibawa ke Polse Abepura dan diarahkan ke Mako Brimob Polda Papua. (Baca: Wartawan Suara Papua Ditahan dan Diinterogasi Saat Liput Aksi KNPB)

Ardi telah memperlihatkan ID Card press-nya, tetapi tetap saja polisi ngotot untuk menangkap dan menahan dia di Mako Brimob. (Baca: Ini Kronologi Wartawan Suara Papua Diinterogasi Polisi)

Menurut Kabid Humas Polda Papua, penangkapan wartawan Suara Papua adalah karena polisi tidak tahu bahwa Ardi wartawan. Tetapi, sesungguhnya bahwa apa yang diklaim oleh Polda Papua tersebut hanyalah untuk membela dan melindungi bawahannya yang melakukan pelanggaran hukum. (Baca: Pemred Suara Papua: Pernyataan Kabid Humas Polda Papua Itu Keliru)

Setelah ditangkap, polisi banting HP-nya di aspal. Tidak hanya itu, polisi juga injak-injak ID Card Press milik Ardi. Selain itu, polisi juga menghapus semua foto dan video yang ada di dalam HP milik Ardi. Juga polisi sempat memukul Ardi. Hal itu polisi lakukan sehari menjelang hari pers dunia. (Baca: AJI Kota Jayapura Sesalkan Penangkapan Wartawan Suara Papua)

 

Penulis adalah pengasuh situs berita dan informasi seputar Tanah Papua, www.suarapapua.com.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Satgas ODC Tembak Dua Pasukan Elit TPNPB di Yahukimo

0
“Adapun korban sebanyak tujuh orang, dua diantaranya telah ditembak mati oleh pasukan kolonial yang tergabung dalam Operasi Damai Cartenz, dua orang yang ditembak mati adalah Namun Senik atau Afrika Heluka komandan operasi Batalyon WSM, Toni Wetapo atau Giban Wetapo, staf komandan operasi Batalyon WSM,” terangnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.