ArtikelMasyarakat Adat Yerisiam Gua Pertahankan Dusun Sagu, Lawan PT. Nabire Baru (Bagian...

Masyarakat Adat Yerisiam Gua Pertahankan Dusun Sagu, Lawan PT. Nabire Baru (Bagian 1)

Masyarakat Yerisiam tolak dan lawan PT. Nabire Baru. (Zely Ariane - SP)
Masyarakat Yerisiam tolak dan lawan PT. Nabire Baru. (Zely Ariane – SP)

Oleh: Zely Ariane

 

Masyarakat adat Yerisiam Gua mengumpulkan 110 tandatangan dukungan guna menegaskan sikap penolakan mereka atas pembongkaran Dusun Sagu keramat Manawari oleh PT.Nabire Baru (NB), di Kampung Sima, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire.

Tanda tangan penolakan dilakukan sejak Senin (9/5/2016) hingga Selasa (10/5/2016) guna menjawab surat perusahaan yang menyatakan bahwa penolakan masyarakat Yerisiam hanyalah tindakan segelintir orang dan diprovokasi oleh oknum-oknum tertentu.

“Perusahaan ini memang pandai menipu, semua yang ia katakan di surat itu tidak betul. Masyarakat yang mengetahui kebohongan perusahaan dan menolak keberadaannya saat ini tidak sedikit.” ujar Bapak Yance Maniburi kesal ketika surat respon perusahaan dibacakan di dalam diskusi bersama dengan perwakilan masyarakat adat Yerisiam Gua, Selasa (10/5/2016).

 

Respon PT. GoodHope Holdings

Nabire Baru, melalui perusahaan induknya GoodHope Holding menjawab surat protes masyarakat adat Yerisiam Gua, terkait keberadaan dan aktivitas PT. Nabire Baru. Perusahaan tidak memberikan respon khusus menyangkut pembongkaran Dusun Sagu keramat yang sedang dilakukan perusahaan.

Dalam suratnya tertanggal 29 April 2016 kepada Forest People Program (FPP), Aditia Insani dari pihak GoodHope, mengatakan bahwa PT. Nabire telah memenuhi semua hak-hak masyarakat dan dan memiliki kelengkapan izin serta tanggung jawab sosial.

Ia juga menyatakan bahwa kehadiran Brimob di areal perusahaan adalah atas dasar permintaan warga untuk perlindungan dari ancaman pasukan bersenjata.

“Tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh aparat Brimob” ujar Aditia di dalam surat jawaban tersebut.

Pada tanggal 19 April, masyarakat Yerisiam Gua, melalui Yayasan Pusaka, membuat surat protes pada RSPO (Rountable for Sustanaible Palm Oil) terhadap PT. Nabire Baru terkait perluasan aktivitas perusahaan ke Dusun Sagu Keramat Manewari dan kehadiran Brimob mengawal aktivitas perusahaan yang meresahkan masyarakat.

Menurut YL. Franky, Direktur pelaksana Yayasan Pusaka yang meneruskan permintaan masyarakat Yerisiam Gua, terdapat empat hal yang menjadi landasan sikap masyarakat.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Pertama, PT. NB telah sejak awal hanya mempengaruhi kelompok masyarakat tertentu untuk melakukan pelepasan tanah, tanpa diiringi musyawarah dan persetujuan masyarakat adat Yerisiam secara luas sebagai pemangku hak atas tanah.

Kedua, masyarakat adat Yerisiam berulangkali mengadukan dan menyuarakan permasalahan perampasan hak-hak tersebut, penderitaan dan kerugian, serta praktik kekerasan menggunakan aparat keamanan Brimob dalam menangani permasalahan, tetapi pemerintah dan perusahaan mengabaikan dan tidak menghormati suara dan keluhan persoalan masyarakat.

Ketiga, perusahaan telah membongkar kawasan hutan alam yang bernilai penting secara ekologi dan terjadi deforestasi, akibatnya masyarakat kehilangan sumber pendapatan dan kini terjadi banjir hebat yang menggenangi kampung Sima tempat berdiam Suku Yerisiam;

Keempat, upaya perusahaan membongkar Dusun sagu keramat Jarae Manawari telah menyalahi kesepakatan yang dibuat masyarakat pada Februari 2016 terkait penolakan plasma di areal dusun.

Perusahaan pernah berjanji untuk tidak akan mengganggu Dusun Sagu. “Dulu mereka bilang akan mengkepulaukan Dusun Sagu ini sebagai milik masyarakat Yerisiam”, ujar Bapak Agus Henawi. “Sepertinya mereka memang bertujuan untuk menghabisi kami.”

Masyarakat Yerisiam Gua menegaskan bahwa janji-janji PT. Nabire Baru sejak awal kedatangan investasi hingga saat ini tidak ada yang dipenuhi.

“Sejak awal mereka berjanji bangun sekolah, gereja, rumah dst, tapi hingga kini tak satupun dia penuhi,” ujar Ibu Yance Rumbiak.

Menurutnya justru sejak kedatangan perusahaan warga dibuat menjadi saling curiga, memecah belah hubungan keluarga, mengadu domba, dan membuat hidup tidak nyaman di dalam kampung.

 

Brimob, di depan PT. Nabire Baru

Ketika dikonfirmasi mengenai pernyataan perusahaan bahwa kehadiran Brimob di areal perusahaan sebagai permintaan warga, perwakilan warga di dalam diksusi Senin (9/5/2016) sontak menjawab tidak.

“Permintaan bagaimana? Kita sudah punya polisi, Brimob untuk urusan apa? Kami tidak pernah merasa meminta Brimob hadir. Justru kehadiran mereka meresahkan warga, bukan mengamankan.” ujar Karel Maniba di forum diskusi tersebut.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Beberapa kesaksian warga terkait intimidasi dan kekerasan yang dilakukan Brimob terhadap warga Yerisiam belum ada tindak lanjutnya. Upaya hukum belum dilakukan.

Berdasarkan kronologi perjuangan masyarakat Yerisiam melawan PT. Nabire Baru, kekerasan Brimob pernah dialami TM pada 26 Juni 2013, pukul 04.00 sore.

TM, pemilik hak ulayat di Kampung Wami, Distrik Yaur, Kab. Nabire, dianiaya tiga anggota Brimob Polda Papua. Dia dipukul karena memprotes perusahaan yang terlambat membayar gajinya dan jumlahnya tidak sesuai hari kerja.

Menurut kesaksian TM, dia disekap dan dipukul dengan popor senjata di muka mengakibatkan bibir pecah dan berdarah. Punggungnya memar dan berwarna biru. Saat ini, TM tidak bisa mendengar. DIduga keadaannya itu akibat dari pemukulan tersebut. Bila tidak dijemput oleh seorang petugas gereja, mungkin dia tidak akan berumur panjang.

Di dalam kronologi peristiwa dijelaskan bahwa sebelum dipukul, TM ditangkap dan diborgol kedua tangannya oleh tiga anggota Brimob (Sertu E, Serda G dan Sertu U) yang memukul wajahnya berulang kali.

Pada tahun yang sama (2013) DK, warga Sima, juga menyaksikan bagaimana 10 orang Brimob menjemput PK ke rumahnya di SIma, dan membantingnya ke mobil pick up hanya karena ia memprotes kondisi kerja dan gaji yang belum dibayar. Ia dibawa oleh pick up tersebut tidak tahu kemana.

 

Pembongkaran Dusun Sagu Jarae Manawari

Warga memprotes kehadiran Brimob yang mengawal aktivitas perusahaan dengan senjata lengkap dan meresahkan masyarakat. Brimob tampak di lapangan, bersenjata lengkap, ketika mengawal pembongkaran pertama Dusun Manawari pada 12 April 2016.

Bapak Enos Abujani, pertama kali melihat aktivitas dua eskavator membongkar muka Dusun langsung memberi tahu warga yang lain.

Sekitar 550m2 telah dibongkar, 15 rumpun sagu telah dirusak pada tanggal 12 April 2016. “Sa pu perut macam diaduk-aduk melihat aktivitas itu. Mereka sedang hancurkan isi perut saya.” ujar Gunawan Inggeruhi yang ikut bersama 3 warga lainnya memprotes aktivitas pembongkaran keesokan harinya, 13 April 2016.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Warga menegur aktivitas pembongkaran sebanyak empat kali. Pada tanggal 16 April warga menegur pagi dan sore hari karena perusahaan tidak juga berhenti.

Perusahaan pernah berjanji untuk tidak akan mengganggu Dusun Sagu. “Dulu mereka bilang akan mengkepulaukan Dusun Sagu ini sebagai milik masyarakat” , ujar Karel Maniba yang kebunnya ikut rusak oleh sebagian bongkaran Dusun Sagu hari kedua.

“Mereka sudah bongkar hutan dan ambil lahan sangat luas. Dusun ini tidak seberapa. Mereka mau bunuh kami kah? Ini tali perut kami,” ujar Bapak Agus Henawi yang sejak awal teguh berdiri melawan perusahaan.

Aktivitas pembongkaran Dusun sementara berhenti setelah warga berkali-kali mendatangi dan meminta ekskavator agar menghentikan pembongkaran.

Pada 11 Mei 2016 Wakil Ketua I dan anggota DPRP lintas komisi mendatangi perusahaan dan meninjau lokasi Dusun. Namun perusahaan mengabaikan kunjungan tersebut, bahkan dikabarkan aparat Brimob tidak sungkan-sungkan bersikap kasar merespon kedatangan para anggota dewan tersebut.

Pada tanggal 12 Mei 2016, didukung DPRD, masyarakat melakukan Sasi dan pemalangan Dusun Sagu dari pembongkaran PT. Nabire Baru. Namun dikabarkan pada malam harinya aparat Brimob langsung menghancurkan papan-papan palang yang dibuat masyarakat.

Saat ini perwakilan masyarakat adat sedang melakukan banding terhadap putusan PTUN Jayapura terkait izin PT. Nabire Baru dan sengketa ganti rugi lahan masyarakat Yerisiam Gua.

Gugatan masyarakat di PTUN ditolak Majelis Hakim oleh sebab non substansi terkait jangka waktu pengajuan tuntutan.

Namun penolakan di PTUN tidak mengecilkan semangat perjuangan Suku Besar Yerisiam Gua, “kami berjuang demi kebenaran dan hak. Ini bukan soal uang, tetapi masa depan hidup di tanah ini,” ujar Ketua Bapak Daniel Yarawobi, Ketua Suku Besar Yerisiam Gua. (*)

 

Penulis adalah Koordinator komunitas Papua Itu Kita.

1 KOMENTAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

0
“Kepala suku jangan membunuh karakter orang Abun yang akan maju bertarung di Pilkada 2024. Kepala suku harus minta maaf,” kata Lewi dalam acara Rapat Dengar Pendapat itu.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.