Potret Kekerasan di Sekitar Paniai

0
2616

Oleh: John NR Gobay

 Pengantar

Kekerasan telah menjadi bagian hidup dari masyarakat paniai, sejak tahun 1942, 1959, 1969, 1982-1996, Des 2011, Des 2014. Kasus-kasus ini merupakan kasus insidentil yang kemudian jika dirangkaikan akan menjadi sebuah sejarah kekerasan. Sejarah kekerasan terhadap masyarakat Paniai itu untuk waktu yang begitu lama tidak terungkap atau lebih tepat : tidak boleh diungkapkan. Karenanya sejarah itu membawa sejumlah unsur yang terus melukai hati masyarakat: Kekerasan itu telah mengakibatkan adanya;

Trauma Mendalam yang Mengakibatkan Ketakutan

Selama kurang lebih tiga dasawarsa, masyarakat  Paniai, hidup dan dibesarkan dalam atmosfer ketakutan traumatik. Dalam kasus aktual, atmosfer ketakutan itu mengakibatkan masyarakat tidak kuasa menolak segala kewajiban yang dibebankan secara sewenang-wenang kepada mereka oleh pihak tentara Yonif 753 Pos Uwibutu, Pugo dan badauwo pada tahun 1985-1992. Kekerasan yang dirlakukan adalah kekerasan fisik maupun bilogis bagi gadis-gadis.

ads

Konflik yang Tak Terselesaikan

Masyarakat Paniai selain memiliki sejarah penderitaan juga memiliki sejarah perlawanan rakyat terhadap kesewenangan pihak luar: polisi, tentara, pemerintah, ataupun agamawan. Kehadiran militer sebagai sumber-sumber konflik utama tetap dipelihara secara sistemik sehingga konflik di hati masyarakat juga terus dikobarkan.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Akibat berikutnya: bukankah situasi konflik dengan mudah melahirkan rangkaian tindak kekerasan oleh aparat keamanan. Konflik ini tidak pernah diselesaikan namun selalu saja melahirkan kekerasan baru, mulai dari tahun 1959 hingga kini dan telah menjadi sebuah sejarah kekerasan yang panjang, tanpa kami melihat, adanya pelaku yang diumumkan, pelakunya dihukum atau tindakan hukum lainnya sehingga memberikan efek jera kepada aparat yang lainnya. Namun yang terjadi adalah adanya dendaman yang tidak pernah berakhir.

Stigma adanya perlawanan OPM selalu menjadi alasan dari aparat keamanan untuk menekan rakyat dan mengkambinghitamkan rakyat serta menyalahkan rakyat ketika terjadi kekerasan di Paniai. Hal ini jelas sekali terjadi dalam kasus 7-8 Desember 2014, ketika ada tembakan dari tempat yang tersembunyi, dengan mudah dikatakan bahwa itu dilakukan oleh pihak Ketiga yang dimaksud adalah OPM, padahal itu dilakukan oleh Anggota TNI Yonif 753 Pos Uwibutu.

Kewibawaan Pemerintah Sipil Tidak Dihiraukan

Akibat penerapan sistem DOM, untuk waktu yang lama, pemerintah sipil kurang berfungsi dan kurang dihiraukan oleh militer. Pengaruh sistem DOM rupanya belum juga hilang, meski secara formal status itu telah dihapuskan tahun 1998. Indikasi yang terang benderang bisa dilihat dalam tindakan: intimidasi tentara Yonif 753 terhadap beberapa kepala kampung  di depan mata warga masyarakat, merusak kewibawaan pemerintah kampung. Selain itu, masyarakat turut marah karena merasa turut dipermalukan. Malah sering saja pecah bentrokan fisik antara masyarakat dan tentara yang pasti akan menimbulkan korban. Tindakan teror itu ternyata tidak berhenti di situ saja melainkan berlanjut dengan tuntutan “uang denda/ damai”  ini terjadi di Paniai sejak tahun 1982-1996 di beberapa kampung di Paniai.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Dalam Kasus 7-8 Desember 2014 di Paniai, juga jelas terjadi yaitu Wakil Bupati, Yohanes You ditodong oleh Anggota POLRES  Paniai, di Gunung Merah (TKP 1) dan juga Bupati Paniai, Hengki Kayame, SH, dikatakan ‘’Bupati Goblok’’ oleh seorang Anggota Polisi di Halaman POLSEK Paniai Timur.

Impunitas Terhadap Pelaku

Sejarah kekerasan yang selama ini terjadi di Paniai, tidak pernah diungkpkan oleh institusi, sehingga terkesan institusi melindungi anggotanya yang diduga menjadi pelaku kekerasan, sehingga masyarakat telah menjadi benci dan tidak percaya pada institusi aparat keamanan jika institusi negara ingin meminta keterangan atau melakukan penegakan hukum, sehingga masyarakat sering mengungkapkan kata; “Masa Pelaku mau periksa pelaku’’.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Indikasi yang jelas adalah dalam kasus paniai beberapa tim telah datang ke paniai, namun belum mengumumkan hasil temuannya, sehingga aka nada indikasi siapa yang diduga menjadi pelaku penembakan dan penganiayaan terhadap masyarakat sipil di Paniai. Tim itu adalah; Tim Mabes POLRI, Tim Mabes TNI, Tim POLDA Papua, Tim KODAM Cendrawasih, Tim Gabungan dari MENKOPOLHUKAM dan ,LPSK.

Demikian beberapa potret situasi kekerasan sejak tahun 1954 hingga sekarang di Paniai.

Penutup

Kekerasan melahirkan dendaman, dendaman melahirkan kekerasan baru, Dallam rangka menyelesaikan kekerasan, Kejujuran adalah kata kunci dalam membuka kasus paniai oleh karena itu, melalui surat ini, kami ingin menegaskan, jika institusi semakin melindungi anggotanya maka citra institusilah yang akan rusak, kemudian juga akan merusak citra negara.

Penulis adalah ketua Dewan Adat Daerah Paniai

Artikel sebelumnyaMoncong Senjata Tanamkan Nasionalisme?
Artikel berikutnyaFIM Minta Oknum Brimob Penembak Otianus Sondegau Diproses Hukum