BeritaMengenang John Nakiaya: “Berhasil Kalau Orang lain Puas”

Mengenang John Nakiaya: “Berhasil Kalau Orang lain Puas”

TIMIKA, SUARAPAPUA.com — “Lebih baik melayani sesama daripada dilayani. Kalau memberikan kepuasan bagi orang lain, maka itulah tujuan dan keberhasilan kita”.

Penggalan kalimat tersebut merupakan motto yang menjadi pegangan hidup Sekretaris Eksekutif Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme-Kamoro (LPMAK), John Nakiaya.  Motto itu seperti yang diungkapkan oleh Yesus dalam Injil bahwa “Aku datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani”.

“Itulah yang saya pedomani dalam melaksanakan pekerjaan. Memberikan rasa puas bagi orang lain adalah merupakan keberhasilan saya,” kata pemilik nama lengkap Yohanis Emanuel Nakiaya ini.

Motto ini terasa cocok dengan pekerjaan yang digeluti selama 30 tahun lebih di berbagai tempat, utamanya di lingkungan Gereja Katolik Keuskupan Jayapura. Selama berkarya di Keuskupan Jayapura, lelaki yang hobbinya olahraga ini lebih banyak melakukan tugas   pelayanan kepada masyarakat.

Putra Kamoro asal Kampung Miguia, Distrik Mimika Barat ini, memandang pekerjaan sebagai suatu nikmat.

“Segala pekerjaan itu ada susah dan senang. Ada yang menggembirakan dan menjengkelkan. Bagi saya semuanya itu harus dinikmati, saat susah juga harus dinikmati dan saat senang juga harus dinikmati, tetapi jangan berlebih-lebihan,” ujar John kala itu.

Lelaki kelahiran Kaokanao, 27 April 1953 dari pasangan almarhum Vitalis Nakiaya dan almarhumah Godeliva Ekwarepea ini sejak kecil bercita-cita menjadi guru. Alasannya, tahun 1960-an guru-guru sangat berwibawa dan paling dihormati oleh orang di kampung.

 “Jadi, saat itu performance menjadi guru sangat bagus, karena bisa menjadi teladan bagi pembangunan dan pengembangan masyarakat,” kata jebolan SMA Gabungan Kristen Katolik Dok V Jayapura tahun 1974 itu.

Cita-citanya menjadi seorang guru akhirnya pudar. Pastor Paroki Kaokanao saat itu, Pastor A G Bruinsman, OFM menyarankannya untuk masuk Seminari kecil di Abepura tahun 1967.

“Saya mulai sekolah di Seminari Kecil pada awal tahun 1968-1970 dan lanjut ke Seminari Menengah pada tahun 1971-1973. Waktu itu tidak jadi ke Seminari Tingkat Atas, sehingga gagal menjadi guru dan menjadi Pastor. Akhirnya, pulang ke Kampung Kaokanao dan sejak 5 Februari 1975 mulai bekerja di Kantor Dekenat Mimika Akimuga di Pastoran Paroki Kaokanao,” kenang suami Maria Imacullata Orora ini.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Selama 25 tahun (1975-2000) John mengabdikan diri bekerja di beberapa tempat dalam lingkungan Gereja Katolik Keuskupan Jayapura. Pada 1 April 1977 ia dimutasikan dari Kantor Dekenat Mimika-Akimuga ke Kantor Keuskupan Jayapura sebagai staf Keuangan dan operator radio Single Side Band (SSB) Keuskupan.

Posisi itu bertahan selama lima tahun dan pada Mei 1982 dipindahkan ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Enarotali (kini ibukota Kabupaten Paniai) sebagai Kepala Bagian Tata Usaha, Keuangan (bendahara) sekaligus sebagai pekerja sosial dan Wakil Kepala SKB. Selama di Paniai, ayah dari dua putra dan dua putri ini juga menjadi Pemimpin Redaksi Bulletin ‘Koyaa’ dan koresponden Tifa Irian (kini Tifa Papua).

Selama 10 tahun John mengabdikan diri di Enarotali dan pada 1992 ditarik ke Kantor Keuskupan Jayapura dengan tugas baru sebagai Delegatus Sosial (Delsos). Sebagai Delsos Keuskupan Jayapura, John dipercayakan merangkap tugas sebagai Ketua Komisi Komunikasi Sosial (Komsos), Penghubung Sekretariat Justice and Peace, Sekretaris Panitia Aksi Puasa Pembangunan (APP), Ketua Pelaksana Harian Yayasan Sosial Fransiskus (YSF) dan Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Delsos-Delsos se-Papua.

John juga melaksanakan tugas di luar Kantor Keuskupan Jayapura sebagai Ketua Forum Kerjasama (Foker) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Irja, Ketua Badan Pengawas Keuangan BK3D (Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah), Anggota Badan Pengurus YPMD Irja, anggota Badan Pengurus YPPWI, anggota Badan Pengurus YPLHC Irja, Fasilitator Program PKM (Pemulihan Keberdayaan Masyarakat Irja), Koordinator Tim Pembina Pelajar Mahasiswa Kamoro di Jayapura, dan anggota Team Pengendali Keuangan Korwil Komdik LPM Irja di Jayapura.

Selama delapan tahun mengabdikan diri sebagai Delsos Keuskupan Jayapura pasca pemutasian dari Enarotali, pada tahun 2000 lalu ia memutuskan pindah kerja sebagai Kepala Bagian Pendidikan LPM Irja di Timika. Ketika LPM-Irja melakukan reposisi dan mengubah nama menjadi LPMAK, maka sejak awal Februari 2002 hingga saat ini John dipercayakan menjabat Sekretaris Eksekutif LPMAK.

“Sebenarnya saya masih mau bertahan bekerja di Keuskupan, tetapi selama dua periode yakni 1992-1996 dan 1997-2000 saya menjabat Delegatus Sosial dan sesuai aturan Keuskupan tidak bisa menduduki jabatan yang sama untuk periode ketiga. Sehingga minta pamit kepada Bapak Uskup Jayapura, Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM untuk pindah ke Timika,” tutur John.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

Selama 25 tahun berkarya di lingkungan Keuskupan Jayapura, ternyata John mempunyai kesan tersendiri.

“Satu yang sangat terkesan yakni gaya atau cara kerja di gereja itu diatur sedemikian rupa, sehingga biarpun gaji kecil, tetapi kita bisa menikmatinya, suasana kerjanya yang enak. Selama 25 tahun bekerja di gereja tidak pernah menerima gaji lebih dari Rp 1 juta, tetapi suasana kerja yang aman dan nyaman membuat kami betah. Waktu itu tidak cukup untuk hidup kalau hanya mengandalkan gaji, sehingga saya bikin kebun dan hidup dari hasil kebun,” ungkapnya.

Terima Penghargaan Eksekutif Terbaik

Mantan Sekretaris Eksekutif Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) John Nakiaya periode 2002-2010 menerima penghargaan ‘Indonesian Best Executive and Professional Golden Award 2013’ atau dalam terjemahan bebasnya adalah ‘Eksekutif Indonesia terbaik dan penghargaan emas profesional’.

Salah satu tokoh masyarakat Kamoro itu menerima penghargaaan pada Jumat (15/2/2013) di Kirana Ballroom Kartika Chandra Hotel Jakarta.

Penghargaan bergengsi itu diberikan oleh Yayasan Citra Prestasi Anak Bangsa Indonesia (YCPABI). Mantan Delsos Keuskupan Jayapura periode 1992-2000 itu menerima penghargaan bersama 24 orang lainnya dari seluruh Indonesia.

Pada malam ‘inaugurasi’ tersebut, John menerima piagam penghargaan (sertifikat), thropy dan medali emas. Dari Papua selain John, masih ada dua orang lain yang menerima penghargaan ini, yakni Ibu Iwanggin, Kepala SMP Negeri I Jayapura dan Demianus Heipon, kepala bidang Olahraga Dinas P dan K Provinsi Papua.

Menurut John, penghargaan seperti ini diberikan setiap tahun kepada para tokoh masyarakat yang dinilai memiliki etos kerja yang tinggi dan mampu meningkatkan kualitas dan produktifitas sumber daya manusia dengan berhasil guna menjalankan pembangunan di segala bidang kehidupan di daerah kerjanya.

Kriteria penilaian lainnya adalah, para tokoh tersebut selama berkarya, mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia serta memperkuat jati diri dan kepribadian dengan memberikan wawasan dan makna bagi pembangunan di segala bidang kehidupan, bermasyarakat dan bernegara.

Baca Juga:  Hilang 17 Hari, Anggota Panwaslu Mimika Timur Jauh Ditemukan di Potowaiburu

Selain kriteria di atas, sambung John, masih ada kriteria lainnya yang dipakai oleh yayasan untuk menyeleksi peserta antara lain, pernah memimpin dan mengelola atau menjabat di salah satu posisi penting, baik di instansi pemerintah, swasta, perusahaan, organisasi atau lembaga kemasyarakatan.

Lebih jauh, tentang proses pemilihan yang dilakukan Yayasan Citra Prestasi Anak Bangsa, John mengatakan, melalui beberapa cara, antara lain melalui pemantauan langsung dan tidak langsung melalui berbagai sumber informasi yang layak dipercaya.

Data singkat tentang John Nakiaya yang sempat dibacakan pada malam inaugurasi:

  • Tahun 1975, mulai bekerja sebagai staff Pemimpin Resort Gereja Katolik Mimika-Akimuga di Kaokanao dan merangkap sebagai Bapak Asrama Putra Bintang Kejora.
  • Tahun 1977, pindah ke Kantor Keuskupan Jayapura, bekerja sebagai staff keuangan.
  • Tahun 1982, pindah ke Enarotali, bekerja sebagai staff administrasi, merangkap sebagai pekerja sosial (social worker) pada Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) selama 8 tahun, yakni sampai 1990.
  • Tahun 1990, kembali ke Kantor Keuskupan Jayapura, bekerja sebagai staff Delegatus Sosial (Delsos) Keuskupan Jayapura.
  • Tahun 1992, diangkat menjadi Delegatus Sosial (Delsos) Keuskupan Jayapura sampai tahun 2000. Pada tahun 2000, mulai bekerja di Lembaga Penembangan Masyarakat Irian Jaya (LPM-IRJA) an. Kepala Kantor Bidang Pendidikan. Kemudian sejak tahun 2002 sampai 2010, selaku Sekretaris Eksekutif Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (SE-LPMAK).
  • Selama menjabat Delsos, pernah menjadi ketua Foker (Forum Kerjasama) LSM se-Papua, Anggota Badan Pengurus YPMD Jayapura, Anggota Badan Pengurus YPLHC Jayapura, Ketua Badan Koordinasi Koperasi Kredit (BK3) Daerah Papua, Ketua Tim Pembina Ikatan Pelajar Mahasiswa Kamoro Jayapura dan menangani Program PKM (Pusat Keberdayaan Masyarakat) di bawah Konsorsium LSM se-Indonesia yang diketuai Bpk Emil Salim dan Ibu Erna Witoelar.
  • Selain itu, selaku anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), aktif menulis pada Surat Kabar Mingguan (SKM) Tifa Irian Jayapura, bulletin Kabar dari Kampung (KdK) dari YPMD Jayapura, Bulletin ‘Koyaa’ SKB YPPK Enarotali, dan Bulletin ‘Tifa Jaya’ Keuskupan Jayapura.

Pewarta: Melanie Joung

Editor: Arnold Belau

2 KOMENTAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

PAHAM Papua Desak Komnas HAM dan Pangdam XVII Investigasi Video Penganiayaan...

0
“Tindakan aparat TNI tersebut merupakan tindakan penyiksaan di luar hukum. Perlu dilakukan investigasi menyeluruh. Jika diketahui korban meninggal dunia, maka tindakan aparat tersebut dapat dikategorikan pembunuhan di luar hukum [extra judicial killing],” tegasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.