Komnas HAM RI Lakukan Pemantauan dan Penyelidikan di Manokwari

0
2987

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Untuk memberikan rasa keadilan kepada rakyat Papua dan dalam rangka mendorong adanya jaminan penegakkan hukum, maka Komnas HAM telah memutuskan untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan adanya kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada akhir Oktober lalu di Manokwari, Papua Barat.

Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM RI dan anggota tim pemantauan dan penyelidikan di Manokwari mengatakan, terkait dengan peristiwa Manokwari yang bermula dari penusukan terhadap Vijay Paus Paus yang dilakukan di rumah makan milik seorang oknum warga asal luar Papua telah mendapat perhatian publik baik di Papua, nasional juga internasional.

Pigai mengatakan, protes dari keluarga korban berupa memalang jalan Senggang Manokwari, pihak aparat melakukan tembakan peringatan dan kemudian diarahkan untuk melumpukan massa tersebut ternyata menewaskan satu orang atas nama Onesimus Rumayom, dan lima orang lainnya terkena tembakan.

“Serta sembilan orang lainnya mengalami penyiksaan oleh aparat. Korban akibat tembakan gas air mata adalah lima anak, empat perempuan dan satu laki-laki usia lanjut,” ungkapnya kepada suarapapua.com melalui pesan singkatnya, Selasa (8/11/2016).

Baca Juga:  ULMWP Kutuk Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Menurutnya, peristiwa yang sesungguhnya adalah berskala besar, namun tenggelam dalam hiruk pikuk demonstrasi dan penegakan hukum di tingkat nasional mengakibatkan masalah ini tidak menjadi perhatian aparat penegak hukum.

ads

Peristiwa ini menambah semakin buruknya situasi pelanggaran HAM di Papua dan bagi rakyat Papua telah menambah memori buruk atau ingatan penderitaan orang Papua.

“Oleh karena itu, untuk memberi rasa keadilan kepada rakyat Papua dan untuk mendorong adanya jaminan penegakan hukum, maka Komnas HAM telah memutuskan untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan di Manokwari tanggal 8 sampai dengan 11 November 2016,” ungkap Pigai.

Lanjut dia, “Dengan tujuan untuk mencari data, fakta dan informasi apakah terdapat bukti permulaan yang cukup adanya dugaan pelanggaran HAM atau Pelanggaran HAM Berat.”

Sebelumnya, Amnesty International mendesak Indonesia untuk melakukan investigasi independen dengan melibatkan lembaga-lembaga terkait karena diduga aparat telah menggunakan kekuatan mematikan di Manokwari, Papua Barat.

Terkait hal tersebut, AI menyerukan dan mendesak suatu investigasi segera, independen, imparsial, dan efektif oleh para pihak berwenang di Indonesia terhadap dugaan penggunaan kekuatan yang mematikan dan semena-mena oleh kepolisian yang berujung pada kematian seorang laki-laki dan melukai paling sedikit enam orang lainnya di Manokwari, Provinsi Papua Barat.

Baca Juga:  Satgas ODC Tembak Dua Pasukan Elit TPNPB di Yahukimo

AI menyebutkan di banyak investigasi sebelumnya atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan di Provinsi Papua dan Papua Barat, termasuk pembunuhan di luar proses hukum, penggunaan kekuatan yang tidak diperlukan dan berlebihan, dan penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya, ditunda secara tidak masuk akal, dihentikan, atau temuan-temuannya ditutupi, membuat para korban dan keluarganya tanpa akses atas kebenaran, keadilan, dan reparasi.

“Di hampir semua kasus yang telah ditindaklanjuti, para aparat kepolisian di Provinsi Papua dan Papua Barat tidak menghadapi pengadilan dan hanya diberikan sanksi disiplin ketika terbukti melakukan pelanggaran HAM. Minimnya akuntabilitas atas berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah Papua telah ada selama bertahun-tahun,” tulis AI.

Baca: AI Desak Investigasi Independen Terhadap Dugaan Penggunaan Kekuatan Mematikan di Sanggeng

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

Selain itu, berdasarkan perkembangan hasil investigasi Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, diduga telah terjadi tindakan rasial dan diskriminasi serta ada pelanggaran HAM Yang Berat di Sanggeng, Manokwari, 26-27 Oktober 2016, tidak berdiri sendiri.

Menurut LP3BH Manokwari, kasus ini diduga merupakan bentuk reaksi negara terhadap tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua yang sedang mendunia dewasa ini dan itu terindikasi kuat dari adanya korban meninggal dunia maupun luka-luka (berat) yang semuanya adalah Orang Asli Papua (OAP).

Baca: LP3BH Menduga Ada Tindakan Rasial dan Diskriminasi dalam Kasus Manokwari

“Bahkan korban luka-luka tembak, baik yang terjadi pada hari Rabu, 26 Oktober 2016 maupun Kamis, 27 Oktober 2016, semuanya OAP, termasuk yang dianiaya dan rumahnya diduga keras telah dirusak beberapa bagiannya oleh oknum aparat keamanan dari Polisi dan Brimob Polda Papua Barat adalah semuanya OAP,” ungkap Yan Christian Warinussy tidak lama ini.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnya40 Tim Futsal Ramaikan Liga Persahabatan AMP Semarang
Artikel berikutnyaDampak Investasi Tambang Bagi Masyarakat Adat Di Papua