Tewasnya Edison Matuan, Bukti Kekerasan Aparat Masih Subur di Papua

0
2735

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Penganiayaan hingga meninggal dunia yang menimpa Edison Matuan di Wamena, Jayawijaya, Papua, Kamis (12/1/2017), merupakan bukti tindak kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia masih subur di Tanah Papua.

Penegasan ini dikemukakan Jaringan Advokasi Penegak Hukum dan HAM Pegunungan Tengah bersama Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta dalam siaran pers di Jakarta, 16 Januari 2017 lalu.

Theo Hesegem, ketua Jaringan Advokasi Penegak Hukum dan HAM Pegunungan Tengah, mengungkapkan kronologi kejadian, Edison menjadi korban kekerasan aparat setelah dianiaya berkali-kali oleh lima anggota Polres Jayawijaya hingga meninggal dunia.

Dari kejadian itu, ia menilai aparat penegak hukum tak bisa menghentikan budaya kekerasan oleh aparat keamanan terhadap masyarakat sipil Papua.

Kata Theo, ini bukti tiadanya langkah tegas dari Presiden dalam menghentikan segala tindak kekerasan dan bentuk pelanggaran HAM di Tanah Papua.

ads

ā€œJaringan Advokasi Penegak Hukum dan HAM Pegunungan Tengah dan ELSAM Jakarta mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera memerintahkan Kapolri untuk segera memanggil Kapolda Papua untuk memastikan dilakukannya pemberhentian secara tidak hormat terhadap anggota Polresta Jayawijaya yang terlibat melakukan penganiayaan terhadap Edison Matuan,ā€ demikian bunyi pertama tuntutannya.

Kapolri juga harus segera melakukan proses hukum (pidana) terhadap anggota Polresta Jayawijaya yang terlibat melakukan penganiayaan terhadap Edison Matuan. Selain itu, Menkopolhukham diminta untuk memfasilitasi dilakukannya mekanisme pemulihan bagi keluarga korban kekerasan dan pelanggaran HAM di Wamena.

Baca Juga:  Forum Peduli Demokrasi Kabupaten Yahukimo Desak Pemilu di Dekai Diulang

ā€œKami mendesak pimpinan lembaga-lembaga negara terkait seperti Komnas HAM, Kompolnas agar bersinergi sesuai fungsi masing-masing dalam penanganan kasus kekerasan ini.ā€

Tuntutan kelima, segera mengambil langkah-langkah dan kebijakan konkrit untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua maupun Papua Barat.

Selain mendesak segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan korps keamanan di Papua dan Papua Barat, dua LSM ini juga minta Kapolda Papua dan Papua Barat agar menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di wilayah hukum Papua dan Papua Barat untuk taat pada code of conduct Kepolisian Republik Indonesia, tak terkecuali dalam mengemban tugasnya wajib menghormati nilai-nilai hak asasi manusia tiap orang Papua.

 

Kekerasan Tragis

Edison Matuan awalnya ditangkap oleh sejumlah anggota Polres Jayawijaya pada hari Rabu (10/1/2016) di sekitar Jalan Irian Kota Wamena. Kata Theo, pria berusia 21 tahun ini diduga keras dianiaya hingga korban tak sadarkan diri, bahkan penganiayaan terus berlanjut saat korban berada di Rumah Sakit Umum Daerah Wamena.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

ā€œBahkan oknum aparat menggunakan popor senjata untuk memukuli kepala Edison. Padahal, saat itu Edison sedang dalam perawatan medis. Setelah korban sadar, ia dibawa ke Polsek Bandara Wamena. Namun, penganiayaan belum berakhir. Edison kembali dianiaya hingga tidak sadarkan diri lagi, kemudian dibawa ke rumah sakit lagi, hingga akhirnya meninggal dunia,ā€ beber Theo.

Theo menulis kronologi kejadian setelah melakukan investigasi awal ke RSUD Wamena, bahkan ia turut mendampingi keluarga korban.

Hasil otopsi dari RS Bhayangkara telah keluar pada Sabtu (14/1/2017) dan diserahkan oleh petugas kepada Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpauw. Kapolda mengakui bahwa tindakan dari anggotanya sudah berlebihan. Ia berjanji akan menindak tegas anggotanya dengan memberhentikan secara tidak hormat dan memproses secara pidana.

ā€œKekerasan seperti ini terus terjadi. Polisi yang mestinya menjadi penegak hukum, pengayom masyarakat justru bertindak sebaliknya. Jika mereka ingin dihargai oleh masyarakat, mestinya menjalankan tugas dengan baik dan profesional,ā€ tulisnya dalam siaran pers.

Ditegaskan, kasus kekerasan oleh aparat ini harus diproses secara hukum. Kapolri, Komnas HAM, juga pihak lain seperti Menteri Kesehatan (dalam kasus ini) harus bertanggungjawab atas meninggalnya Edison Matuan, korban kekerasan aparat keamanan.

Menurut ELSAM, hingga kini pendekatan keamanan di Papua masih digunakan oleh pemerintahan Jokowi.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

Pada masa pemerintahan ini, lanjut Adiani Viviana dari ELSAM Jakarta, tak berbeda dengan masa-masa pemerintahan sebelumnya. Sebab, Jokowi tak mampu menyelesaikan kasus-kasus kekerasan oleh aparat kemanan di Tanah Papua.

ā€œKasus serupa terus berulang, di Papua maupun Papua Barat. Belum ada kebijakan dan langkah konkrit dari Presiden Jokowi dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua. Situasi itu menimbulkan terus berulangnya kasus serupa.ā€

ELSAM menyayangkan penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap penduduk sipil, termmasuk di Papua. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap Prinsip-Prinsip dasar PBB mengenai penggunaan Kekuatan dan Senjata Api bagi aparat penegak hukum, yang telah diadopsi sejak tahun 1990. Juga Prinsip-prinsip hak asasi manusia yang telah menjadi bagian integral dari prosedur penanggulangan anarki, diatur dalam Protap Kapolri No. 1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki.

Secara spesifik, Perkap Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menekankan agar setiap anggota Kepolisian wajib memahami instrumen-instrumen HAM serta wajib menerapkan perlindungan dan penghormatan terhadap nilai-nilai HAM dalam menjalankan tugas sehari-hari.

 

Redaksi

 

Artikel sebelumnyaLBH Pers: Selama Tahun 2016, Pers Target Ancaman
Artikel berikutnyaEmpat Tuntutan Rakyat Dogiyai Terhadap Sweeping Berlebihan