Kasus Paniai Berdarah 8 Desember 2014, belum diproses. (Stevanus Yogi - SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pada tahun ini pemerintah memprioritaskan penyelesaian lima kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di Papua dan Papua Barat.

Dikutip dari Kompas.com, Kelima kasus tersebut adalah peristiwa Wamena pada 2003, peristiwa Wasior pada 2001, peristiwa Paniai pada 2014, kasus Mapenduma pada Desember 2016 dan kasus Biak Numfor pada Juli 1998.

“Presiden berkeinginan memprioritaskan penyelesaian kasus HAM khususnya penyelesaian kasus Pelanggaran HAM Papua dan Papua Barat. Kami telah membentuk Tim Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menkopolhukam RI Nomor 40 tahun 2016” kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

Wiranto menjelaskan, penanganan kasus Wasior dan Wamena saat ini berada dalam koordinasi Komnas HAM bersama Kejaksaan Agung. Jaksa Agung telah mengembalikan berkas penyelidikan kepada Komnas HAM selaku penyelidik agar melengkapi berkas penyelidikan yang belum lengkap terkait pelaku, korban dari sipil maupun kelompok separatis bersenjata, visum et repertum korban, dukungan ahli forensik, dan dokumen Surat Perintah Operasi.

Sementara untuk kasus Paniai, Mapenduma dan peristiwa Biak Numfor masih berada dalam tahap penyelidikan oleh Komnas HAM.

ads

“Perkembangan terakhir Komnas HAM telah melengkapi berkas penyelidikan kasus Wasior dan Wamena. Berkas tersebut telah diserahkan kembali kepada Jaksa Agung,” kata Wiranto.

Baca Juga:  Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di Puncak

Selain itu, Tim Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat telah menentukan tujuh kasus kekerasan bukan merupakan pelanggaran berat HAM. Dari Tujuh kasus tersebut tiga kasus sedang ditangani proses penyelidikannya oleh Kepolisian Daerah (Polda) Papua, yakni Peristiwa hilangnya Aristoteles Masoka pada 2001, Peristiwa Kongres Rakyat Papua III pada 2011 dan Peristiwa penangkapan Opinus Tabuni 2012.

Empat kasus lainnya telah dinyatakan selesai dan tidak ada masalah baik dari aspek hukum maupun HAM, yaitu penyerangan Mapolsek Abepura pada 2000, peristiwa kerusuhan Uncen pada 2006, peristiwa penangkapan Yawan Wayeni di Kabulaten Kepulauan Yapen pada 2009 dan peristiwa penangkapan Mako Tabuni di Jayapura pada 14 Juni 2012.

Baca Juga:  ULMWP Mengutuk Tindakan TNI Tak Berperikemanusiaan di Puncak Papua

Pada kesempatan yang sama Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat mengapresiasi komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di Papua. Imdadun memastikan Komnas HAM sebagai lembaga independen mitra pemerintah akan menjalankan fungsi pro yustisia terkait dengan penyelidikan pelanggaran berat HAM.

Komnas HAM juga akan mendorong pemerintah mencari alternatif penyelesaian terkait dengan persoalan pelanggaran berat HAM, khususnya yang terjadi sebelum tahun 2000.

“Dengan alternatif yang terus menerus kami diskusikan, kami rundingkan, musyawarahkan agar perbedaan bisa diarahkan kepada titik temu. Sehingga antara yang diharapkan Komnas HAM dan pemerintah ada kesamaan pandangan dan langkah,” ujar Imdadun.

Sumber: Kompa.com

Artikel sebelumnyaJelang Danone Cup 2017, Pikeyro Tribrata Football Academy Wamena Telah Siapkan Program Latihan
Artikel berikutnya4000 Pasukan Gabungan TNI/Polri akan Amankan Pilkada di Papua