Isu Perampasan Tanah Jadi Agenda Prioritas JERAT Papua 2017

0
3689

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua mengagendakan isu perampasan tanah sebagai isu dan program kerja prioritas di tahun 2017.

Septer Manufandu, Sekretaris Eksekutif JERAT Papua mengatakan, isu perampasan tanah di Tanah Papua makin hari makin jadi dan semakin mengkwatirkan yang dipandang sangat krusial.

“Tanah Papua yang terdiri dari Provinsi Papua dan Papua Barat dengan total luasan adalah 42.198.100 hektar. Hutan provinsi Papua dan Papua Barat telah dipetakan berdasarkan fungsinya sejak masa orde baru (1966 – 1998). Dibagi dalam hutan cagar alam, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi yang di konversi dan areal penggunaan lain,” ungkap Manufandu dalam presentasinya di hadapan para pekerja di JERAT Papua dalam rapat tahunan, pekan lalu.

Menurut Septer, kebijakan pemerintah pusat tentang pemekaran baik provinsi dan kabupaten sangat mempengaruhi eksistensi penyelamatan hutan tropis di Tanah Papua dan memberikan indikasi kuat bahwa pemekaran kabupaten dan provinsi mempunyai hubungan dengan eksploitasi sumber daya alam.

Baca Juga:  BNPB RI Tiba di Intan Jaya Tinjau Korban Bencana Alam

“Kondisi ini mendorong kehadiran perusahaan untuk eksploitasi sumber daya alam (SDA). Sebut saja kabupaten-kabupaten di Papua Barat. Karena sebagai provinsi yang baru dimekarkan membutuhkan dana operasional untuk menjalankan pemerintahan terutama dalam konsolidasi birokrasinya dan penataan administrasi,” katanya.

ads

Bahkan, kata Septer, dana operasional Pemprov Papua Barat dalam kurun waktu 2003-2007, merupakan kontribusi dari perusahaan-perusahaan HPH, perkebunan, perikanan dan LNG Tangguh di wilayah administrasi Papua Barat.

Dikatakan, setelah ada revisi terhadap UU Otsus melalui UU Nomor 35 Tahun 2008, Otsus mengakomodir dan mengubah nama Provinsi Irian Jaya Barat menjadi Provinsi Papua Barat, barulah provinsi ini secara hukum sah mendapatkan dana otonomi khusus dari pemerintah pusat.

“Pembagian kawasan hutan ini baik di propinsi Papua dan Papua Barat dimana pemerintah menggunakan kewenangan dan kekuasaannya sebagai organisasi tertinggi untuk menentukan dan menetapkan kawasan-kawasan itu tanpa libatkan masyarakat adat pemilik hak ulayat untuk menentukan batas-batas tersebut,” jelasnya.

Baca Juga:  Pemda Intan Jaya Umumkan Jadwal Pelaksanaan Tes CAT K2

Dari data yang dimiliki JERAT Papua, masalah perampasan tanah menjadi isu yang banyak dikeluhkan oleh perwakilan masyarakat adat yang hadir dari kabupaten Keerom, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Sarmi, Waropen, Supiori, Biak Numfor, Yapen, Sorong, Sorong Selatan, Fak-fak, Teluk Bintuni, Yahukimo, Merauke, Boven Digoel dan beberapa lembaga pendampingan masyarakat adat lainnya yang hadiri kegiatan ini.

Dari catatan hasil diskusi JERAT Papua menyebutkan, masyarakat adat yang hadir, bahwa setelah tanah dan hutan di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sudah tidak ada tempat lagi untuk memperluas investasi para pemodal, kini Tanah Papua menjadi incaran dan sasaran proyek-proyek akumulasi modal.

Juga pengalaman yang diambil semenjak era rezim Soeharto hingga rezim pemerintah Joko Widodo, pemerintah aktif mengeluarkan izin-izin penguasaan dan pemanfaatan hasil hutan dan tanah  di Papua. Izin itu diberikan kepada segelintir perusahaan nasional dan transnasional untuk ekstraksi hasil hutan kayu, perkebunan skala luas dan pertambangan.

Baca Juga:  Hilangkan Rasa Takut, Pj Bupati dan Rombongan Jalan Kaki di Sekitar Kota Sugapa

Praktiknya, dijelaskan, pemberian hak dan izin pemanfaatan tersebut dilakukan tanpa ada konsultasi dan persetujuan masyarakat, terjadi perampasan hak, pelanggaran HAM dan kekerasan, intimidasi, mengalami diskriminasi, manipulasi, kerusakan lingkungan dan deforestasi yang luas.

Selain itu, masyarakat kehilangan sumber mata pencaharian dan mendapat gaji buruh murah, kompensasi tidak adil, kehilangan dan kesulitan mengakses sumber pangan yang sehat, terjadi malapetaka banjir dan busung lapar, mereka kehilangan sumber obat-obatan dan identitas kebudayaan. Kehidupan orang asli Papua yang berdiam di sekitar proyek semakin sulit, miskin dan terancam punah.

JERAT Papua melakukan rapat evaluasi tahunan di Jayapura yang berlangsung tanggal 31 Januari hingga 2 Februari 2017. Rapat ini menghadirkan 19 perwakilan masyarakat adat dari 7 wilayah adat Papua, bertempat di Susteran Maranatha Waena.

 

REDAKSI

Artikel sebelumnyaEnembe Sebut Pigai Sebagai Lawan Politik, Pigai: Saya Belum Pernah Nyatakan Maju Cagub Papua 2018
Artikel berikutnyaPuluhan Organisasi Pers Tolak Barcode, Minta Ubah Aturan Verifikasi Media