BeritaHeadlineCivil Liberty Defenders: Hentikan Segala Intimidasi dan Penangkapan Terhadap Masyarakat Papua

Civil Liberty Defenders: Hentikan Segala Intimidasi dan Penangkapan Terhadap Masyarakat Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Para pengacara hak asasi manusia yang tergabung dalam Civil Liberty Defenders, Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), dan Yayasan Satu Keadilan (YSK) mengecam tindakan penangkapan dan pembubaran kegiatan ibadah di Timika serta intimidasi di Wamena, Jayawijaya, Selasa (30/5/2017).

“Selain itu, kami juga mengecam penangkapan massal di Merauke hari ini. Ketiga kejadian beruntun ini dilakukan aparat keamanan terhadap Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sebuah organisasi yang paling dipersekusi di Papua saat ini,” demikian rilis pers di Jakarta, 31 Mei 2017.

Selain mendesak Kapolres Mimika untuk segera menghentikan kasus dan melepaskan Yanto Awerkion dari tahanan di Polres Mimika, Civil Liberty Defenders juga mendesak Kapolda Papua, Kapolda Papua Barat, dan Kapolri untuk menghentikan segala intimidasi dan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap masyarakat Papua yang berupaya melaksanakan hak kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkumpul.

Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM

“Presiden Jokowi harus menjamin perlindungan atas pelaksanaan kebebasan berekspresi dan berkumpul terhadap KNPB dan seluruh masyarakat Papua,” tuntutannya.

Data yang dihimpun Civil Liberty Defenders, LBH Pers dan YSK, aparat gabungan personil Kepolisian Resor Mimika bersama TNI melakukan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap Yanto Awerkion selaku ketua 1 KNPB Timika pada hari Selasa pagi. Penangkapan dilakukan ketika KNPB sedang melakukan doa bersama di kantor mereka. Acara tersebut juga kemudian dibubarkan paksa.

“Yanto Awerkion dikenakan pasal 106 KUHP tentang tindak pidana makar. Selain penangkapan terhadap Yanto, enam orang lainnya juga diinterogasi selama kurang lebih dua jam yang kami anggap merupakan bentuk intimidasi.”

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

Tigor Hutapea, Asep Komarudin dan Syamsul Alam dalam rilis pers menegaskan bahwa unsur utama pasal makar memerlukan unsur kekerasan supaya terpenuhi unsur pasalnya.

“Tidak ada unsur kekerasan di dalam perhelatan ibadah di kantor milik sendiri dalam kasus ini. Pasal makar lagi-lagi disalahgunakan untuk membungkam ekspresi, kali ini dalam bentuk ibadah, terhadap orang Papua. Maka, pengenaan pasal makar terhadap Yanto Awerkion melanggar pasal 28 E ayat (2) dan (3) UUD 1945 dan pasal 24 ayat (1) dan (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” bebernya.

Selain itu, pada hari Selasa (30/5/2017) juga terjadi intimidasi di kantor sekretariat KNPB di Wamena. “Aparat keamanan mendatangi sekretariat tersebut untuk menanyakan mengenai kegiatan yang hendak dilakukan. Meskipun tidak ada kegiatan yang sedang akan dilakukan, namun kami menilai bahwa bentuk intimidasi seperti ini tidak patut, diskriminatif, serta melanggar hak konstitusional untuk berkumpul.”

Baca Juga:  Beredar Seruan dan Himbauan Lagi, ULMWP: Itu Hoax!

Sehari kemudian, Rabu (31/5/2017), para pengacara HAM juga menyebutkan laporan terjadinya penangkapan terhadap 77 orang di Merauke.

“Para pengurus dan anggota KNPB dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) yang ditangkap saat itu sedang melakukan ibadah syukuran di sekretariat mereka ketika pembubaran dan penangkapan terjadi. Meskipun mereka semua telah dilepas sore harinya, namun kami tetap mengecam tindakan sewenang-wenang ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berekspresi,” tulisnya dalam rilis pers.

Pewarta: CR-3/SP
Editor: Arnold Belau

Terkini

Populer Minggu Ini:

Dukcapil Intan Jaya akan Lanjutkan Perekaman Data Penduduk di Tiga Distrik

0
“Untuk distrik Tomosiga, perekaman akan dipusatkan di Kampung Bigasiga. Sedangkan untuk Ugimba akan dilakukan di Ugimba jika memungkinkan. Lalu distrik Homeyo perekaman data penduduk akan dilakukan di Kampung Jombandoga dan Kampung Maya,” kata Nambagani.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.