BeritaPolhukamLP3BH dan Masyarakat Sipil Aksi Lilin Untuk HAM Tanah Papua

LP3BH dan Masyarakat Sipil Aksi Lilin Untuk HAM Tanah Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari bersama masyarakat sipil kembali adakan ibadah syukur dan aksi bakar lilin untuk mengenang 48 tahun (15 Juli 1969-15 Juli 2017) dimulainya pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilihan Bebas) di Tanah Papua yang diduga keras mengandung pelanggaran hak asasi manusia yang Berat di Tanah Papua.

Aksi diawali ibadah yang dipimpin oleh Pendeta Muabuay dengan khotbah yang diangkat dari Mazmur 121:1-7 dengan tema Tuhan-lah Penjaga Israel.

Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif LP3BH Manokwari, dalam kesempatan itu, menjelaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya telah menetapkan dimulainya aksi-aksi dan gerakan-gerakan bersama melawan lupa sejak tahun 2017 ini.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

“Dimana telah dimulai dengan melakukan ibadah syukur serta aksi bakar lilin untuk memperingati 16 tahun tragedi Biak Berdarah 6 Juli 1998 pada Kamis (6/7/2017), dan dilanjutkan dengan aksi pada Sabtu (15/7/2017) malam,” kata Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua ini.

Doa mengenang 48 tahun dimulainya pelaksanaan Act of Free Choice di Tanah Papua. (IST – SP)

Aksi-aksi serupa menurut Yan, akan dilanjutkan pada Sabtu (28/7/2017) untuk memperingati diselenggarakannya Act of Free Choice atau oleh Pemerintah Indonesia disebut Pepera pada 48 tahun lalu di Gedung Wilhelmina, Manokwari (kini berdiri gedung DPR Provinsi Papua Barat).

“Setelah ibadah pada Sabtu malam lalu, dilanjutkan dengan aksi bakar lilin dan pembacaan petisi dari LP3BH Manokwari dan masyarakat sipil di Manokwari,” jelasnya.

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Lanjut Warinussy. “Isi petisi tersebut adalah pernyataan bahwa penyelenggaraan Act of Free Choice atau tindakan pilihan bebas yang oleh pemerintah Indonesia disebut Pepera yang dimulai di Merauke pada 15 Juli 1969 (48 tahun lalu) diduga keras mengandung unsur-unsur pelanggaran hak asasi manusia yang berat.”

Juga diduga keras telah dilaksanakan dengan nyata melanggar amanat pasal XIII, Pasal XIV, Pasal XV, Pasal XVI, Pasal XVII, Pasal XVIII dan Pasal XIX dari Perjanjian New York (New York Agreement) yang ditandatangani oleh wakil pemerintah Indonesia dan Kerajaan Belanda pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York, Amerika Serikat.

Baca Juga:  Desak Pelaku Diadili, PMKRI Sorong Minta Panglima TNI Copot Pangdam Cenderawasih

Peraih penghargaan internasional di bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” tahun 2005 dari Canada ini menjelaskan, berkenaan dengan itu, LP3BH bersama seluruh masyarakat sipil di Tanah Papua mendesak penyelesaian masalah dugaan pelanggaran HAM yang berat dalam penyelenggaraan Act of Free Choice di Tanah Papua tahun 1969 tersebut sesuai mekanisme hukum internasional.

“Penyelesaian dengan menggunakan mekanisme hukum internasional, ditekankan untuk dilakukan dengan bertitik tolak pada isi lengkap dari Perjanjian New York serta isi lengkap dari Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 2504 (XXIV) Tahun 1969,” ujar Warinussy.

 

Pewarta: CR-3/SP
Editor: Arnold Belau

 

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ini Situasi Paniai Sejak Jasad Dandramil Agadide Ditemukan

0
"Jangan [gelar aksi] tiba-tiba - itu saja. Kalau mau melakukan pengejaran, aparat harus sampaikan ke pemerintah supaya diumumkan ke masyarakat. Maksudnya selama pengejaran masyarakat harus tinggal di mana seperti itu, supaya aman. Ini saya sampaikan salah satu solusi terbaik supaya tidak ada masyarakat yang dikorbankan," tukasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.