SKP Keuskupan Timika: Apapun Alasan, Adili Oknum Militer Penembak Theo Kamtar di Peradilan HAM

0
2484

TIMIKA, SUARAPAPUA.com— Gereja Katolik melalui Sekretariat Perdamaian dan Keadilan (SKP) Keuskupan Timika menegaskan agar pihak berwajib mulai dari Komnas HAM RI hingga penegak hukum, lembaga sosial dan adat, serta warga sipil dan militer dari kelompok manapun agar mengajukan pelaku penembak terhadap warga sipil bernama Theo Kamtar tersebut diadili di meja peradilan Hak Azasi Manusia (HAM).

“Entah alasan apapun dan kejadiannya bagaimanapun, namanya menembak warga sipil bukan dalam keadaan perang, dan sebaliknya menggunakan alat perang merupakan tindakan melawan negara dan merugikan keluarga korban. Juga melanggar hak azasi manusia (pelanggaran HAM) karena menghilangkan hak hidup seseorang! Maka itu, adili dia (pelaku) di meja Peradilan HAM,” tegas Saul Wanimbo, Direktur SKP keuskupan Timika, usai melayat di rumah duka, Kampung Asmat di Paomako Kabupaten Mimika, Rabu 9 Agustus 2017.

Baca Juga:  Koalisi: Selidiki Penyiksaan Terhadap OAP dan Seret Pelakunya ke Pengadilan

Lanjutnya, soal mati atau hidup akibat penembakan oleh oknum bersenjata lengkap terhadap warga sipil tidak hanya sebatas memberi sanksi administrasi atau penegakan aturan internal militer.

“Penembakan dan menyebabkan orang lain mati itu soal hak hidup seseorang. Bukan bicara soal hak pelaku dan kewajiban institusi militer terhadap anak buahnya!”

Petugas pastoral tersebut menyebutkan akan memfasilitasi pihak korban dan keluarganya untuk menempuh jalur hukum.

ads
Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

“Ini sesuai dengan kamauan dan kehendak keluarga korban dan pihak masyarakat Asmat di Paomako,” tambahnya.

Pihaknya sedang melakukan investigasi secara mendalam mengenai insiden penembakan yang dilakukan, notabene pelakunya adalah seorang anggota TNI Angkatan Darat aktif yang seharusnya melindungi warga negaranya.

“Tidak hanya melawan warga sipil, tapi oknum siapapun, mulai dari kasus penembakan warga sipil di Puncak Jaya, Ilaga hingga turun ke kasus Nabire, Biak, Serui dan Wasior maupun Kasus Paniai, Dogiyai, serta Deiyai merupakan tindakan melawan negara karena militer selalu menembak warga sipil tanpa penyelesaian damai atau opsi lain, selain menembak mati warga sipil,” ungkap pekerja sosial yang mengabdi puluhan tahun bersama Gereja Katolik itu.

Baca Juga:  Hilangnya Hak Politik OAP Pada Pileg 2024 Disoroti Sejumlah Tokoh Papua

Pewarta: Melanie
Editor: Arnold Belau

 

Artikel sebelumnyaMarianus Maknaipeku: Theo Kamtar Ditembak Ketika Pemerintah Tak Berdaya
Artikel berikutnyaRegent Abock will Summon Teachers in Dekai