Dari Mana Pdt. Socratez Sofyan Yoman?

0
5034

Oleh: Dr. Socratez S.Yoman)*

Pertanyaan pada topik ini merupakan kisah nyata. Kisah ini penulis alami sendiri. Saya rindu dan bergumul membawa dan menuntun pikiran dan hati rakyat dan bangsa West Papua untuk pengenalan identitas, jati diri, asal usul dan siapa sesungguhnya kita di atas Tanah West Papua sebagai pemilik dan ahli waris sah.

Pertanyaan ini ditanyakan oleh pak bupati Puncak Jaya, Eliezer Renmaur pada 20 Oktober 2004 di Mulia Inn Puncak Jaya. Masih segar dalam ingatan saya tentang pertanyaan pak Renmaur.

“Pak Yoman, dari mana dan tujuan apa datang ke kesini, Puncak Jaya?”

Jujur saja, karena pertanyaan ini, darah saya benar-benar mendidih. Karena pertanyaan ini sangat tidak masuk akal dan dan tidak pantas untuk saya. Mengapa? Pertanyaan itu sangat terbalik.

ads

Barangkali saya salah tafsirkan pertayaan pak Renmaur atau saya benar menyikapi pertanyaan ini.

Tapi, yang jelas dan pasti: saya tidak terima pertanyaan ini. Mengapa saya tidak menerima pertanyaan ini? Penulis jelaskan argumentasi kepada para pembaca yang budiman.

Pertanyaan ini dimunculkan ketika saya berkunjung ke Mulia untuk mengecek kebenaran penembakan Pdt. Elisa Tabuni yang dilakukan oleh Kopassus pada 16 Agustus 2004 di Guragi Puncak Jaya.

Penembakan Pdt. Elisa Tabuni pada 16 Agustus dan kejadian ini diblow up (dimuat) di Media Lokal Cenderawasih pos di Headline selama 2 bulan lebih, dari Agustus sampai Oktober 2004.

Pemberitaan di setiap media Cenderawasih Pos dalam Berita Utama, pemubunuh Pdt. Elisa Tabuni adalah pimpinan OPM Goliat Tabuni yang baru saja pindah dari Timika ke Tingginambut.

Pada 20 Oktober 2004, saya berangkat dari Jayapura-Wamena-Mulia. Saya tiba jam 9.00 pagi di Mulia.

Pemerintah Puncak Jaya sedang angkut masyarakat dari kampung Wirigele dengan Truk Tentara dan kasih supermi beberapa karton dan wartawan sedang mengambil gambar untuk disiarkan. Tujuannya bahwa ada penyerangan dari Goliat Tabuni dan masyarakat harus diungsikan di kota karea alasan keamanan.

Baca Juga:  Freeport dan Kejahatan Ekosida di Wilayah Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 4)

Pada saat itu, setelah saya dari lapangan terbang (Airport) Mulia langsung ke tempat dimana rakyat dikumpulkan. Saya bertemu dan bersalaman dengan orang tua. Memang, itu keluarga dari ayah saya dan keluarga saya juga.

Satu kalimat yang saya tangkap dari mereka kepada saya dalam bahasa saya.

“Ninapur, Nit niniki agun aret niname wonogogwe, nineyabume niniki agun aret nugwi me, ap yi nonggop induk waniren waga mbakop. Nonggop eriyak induk waniren waga mbakop ninapur. Nit niniki kobak agati. Kat yoret ubi”.

Terjemahannya: “Anak, kami jadi bingung, kami ada di kampung sedang bekerja kebun dan kami diambil dan dibawa ke sini. Tujuan apa mereka bawa kami di sini? Mereka mau buat apa dengan kami? Coba anak tanya mereka”.

Ini bukti rekayasa murni dari aparat keamanan dan didukung oleh pemerintah daerah dengan tujuan sebagai berikut:

1. Membangun infrastruktur militer sepanjang jalan di wilayah pegunungan

2. Membangun Kantor Kodim Puncak Jaya

3. Membatalkan Konferensi Setiga: GIDI, Kingmi, Baptis di Mulia

4. Meminta uang pemda Kabupaten Puncak Jaya dengan alasan keamanan daerah. Contoh: …..

5. Dijadikan wilayah konflik untuk sumber pendapatan aparat keamanan

Karena logikanya, kalau wilayah aman-aman saja, tidak ada alasan aparat keamanan minta dana pengamanan. Itu teori kuno dan klasik yang tidak bermoral.

Kembali pada pertanyaan. Di ruang Mulia ini, pasukan TNI dengan senjata lengkap hadir dalam ruang pertemuan itu. Victor Tobing mewakili Pangdam XVII Trikora hadir. Wakil Ketua DPRD Elvis Tabuni hadir mendampingi bupati Eliezer Renmaur.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Pak bupati, Eliezer Renmaur minta saya sampaikan tujuan kedatangan saya. Saya sampaikan kepada bupati dan forum pertemuan itu bahwa sebelum saya sampaikan tujuan kedatangan saya, saya mau sampaikan pertanyaan.

1. Darimana bapak-bapak ini datang?
2. Tujuan apa bapak-bapak datang ke sini?

Tadi pak bupati tanya saya dengan pertanyaan ini. Darimana dan tujuan apa pak Socratez Yoman datang? Pertanyaan ini sangat terbalik dan tidak pantas ditanyakan kepada saya. Saya tidak perlu ditanya dengan pertanyaan ini.

Saya adalah Tuan dan pemilik negeri dan tanah ini. Anda tidak punya hak bertanya kepada saya pak Socratez dari mana dan tujuan apa? Di tempat kita duduk di sini tempat dulu tempat saya bermain dan di tempat ini juga saya mandi karena di sini ada kali airnya sangat jernih.

Kamu sebagai orang pendatang, jangan bertanya yang aneh-aneh kepada saya. Di sini tanah dan negeri leluhur dan warisan nenek moyang saya. Yang saya mau tanya adalah siapa yang membunuh Pdt. Elisa Tabuni? Mengapa Pdt. Tabuni dibunuh? Mengapa pembunuhan pdt ini diblow up di media cepos di berita utama sejak Agustus s/d Oktober 2004 ini? Tujuan apa pdt Elisa Tabuni dibunuh?

Pak Yogi Gunawan, Komandan Kopassus langsung jawab: “Pak Socratez, pak Pdt. Elisa Tabuni dibunuh oleh Goliat Tabuni Pimpinan OPM di Guragi. “

Saya langsung jawab: “Pak Yogi, pdt Elisa Tabuni dibunuh oleh Kopassus. Saya punya bukti. Kamu harus berhenti membunuh umat Tuhan dan orang-orang yang punya negeri dan tanah negeri ini”.

Saya sampaikan pesan kepada pak bupati dan wakil ketua DPRD pada saat itu. “Pak bupati dan ketua DPRD kab Puncak Jaya siapkan dana secara resmi supaya aparat keamanan tidak cari uang dengan cara membunuh umat Tuhan dan orang-orang pemilik negeri ini. “

Baca Juga:  Orang Papua Harus Membangun Perdamaian Karena Hikmat Tuhan Meliputi Ottow dan Geissler Tiba di Tanah Papua

Pesan moral yang saya mau sampaikan adalah rakyat dan bangsa West Papua harus sadar, bangkit dan lawan Pemerintah Firaun Moderen I donesia yang menduduki, menjajah dan menindas kita ini.

Rakyat dan bangsa West Papua adalah Pemilik sah Tanah West Papua dari Sorong-Merauke. Bukan budak. Bukan pendatang. Bukan orang-orang pengungsi. Bukan orang-orang titipan. Bukan orang-orang terdampar.

Tanah-tanah yang dirampok oleh serdadu-serdadu Firaun Moderen Indonesia: Tanah Milik TNI, Tanah Milik Polri yang terpajang di mana-mana di wajah Tanah West Papua harus diturunkan dan diambil kembali. Rakyat dan bangsa West. Papua tidak boleh membisu, diam dan tunduk terus kepada pendatang yang menghancurkan kelangsungan hidup kita, dignity kita, harapan masa depan anak cucu kita.

Mari kita berjuang dengan cara-cara elegan, sopan, santun, nilai kasih dan damai. Sangat aneh, sangat lucu, tidak normal, tidak sehat, kalau pemilik sah Negeri West Papua tunduk dan takut pada Penjajah Indonesia Melayu ini.

Saya tulis agak tegas dan terkesan keras, karena saya sudah belajar dan sudah tahu siapa Indonesia ini. Saya sudah belajar sejarah Perjajian New York 15 Agustus 1962. Saya sudah belajar dokumen pepera 1969. Semua itu PALSU dan JAHAT. Saya sudah melihat kejahatan dan kekejaman Indonesia yang membantai umat Tuhan pemilik Negeri ini seperti hewan.

Sadarlah, Bangkitlah dan Lawanlah dengan cara damai dan terhormat dan manusiawi. Selamat membaca. TUHAN memelekkan hati dan pikiranmu.

)*Penulis adalah ketua umum Persekutuan Gerej-Gereja Baptist West Papua

 

Artikel sebelumnyaKNPB: Antara Dicintai/Didukung dan Dibenci/Dilawan
Artikel berikutnya27 Sekolah Ikut Bimtek Operator Dapodik SMAK