Harga Garam di Paniai Terus Alami Kenaikan

0
2591

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Harga garam di semua kios dan toko di kota Enarotali, Paniai, kini melambung tinggi, yakni Rp 10 ribu per bungkus. 

Kenaikan harga pada garam ini terjadi berturut-turut. Awalnya dua bungkus dijual Rp 5 ribu. Lalu naik harga menjadi satu bungkus Rp 5 ribu. Dan sekarang Rp 10 ribu per bungkus. 

Uzu, seorang pedagang sembako di Enarotali, mengatakan harga garam naik akibat harga di tempat beli garam naik.

”Bagaimana mau jual murah kalau di toko mahal. Dulu memang harga di sini dengan di kota normal, makanya kami juga jual seperti di kota. Tapi sekarang sudah tidak. Garam susah didapat,” katanya kepada suarapapua.com, di Pasar Iyaipugi, Sabtu (23/9/2017).

Dia menjelaskan, satu pak garam dibelinya dengan harga Rp 35 ribu. Sedangkan satu karung harganya Rp 1 juta, isinya 30 pak. Katanya, belum lagi ditambah dengan ongkos transportasi dari Nabire.

ads

Sehingga, kata dia, perhitungan itu membuat dia bersama teman-temannya menaikkan harga.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

“Satu pak garam isinya 8 bungkus. Sekarang kalau kami jual dengan harga Rp 5 ribu, mau dapat untung berapa. Belum lagi tranportasi,” jelasnya.

Dikatakan, harga tersebut sudah berjalan hampir sebulan. Dan tidak menutup kemungkinan akan berjalan terus hingga harga garam di Nabire kembali normal.

Terpisah, Eko, penjual makanan nasi goreng di Bapouda, mengatakan sejak harga garam naik, porsi makanan yang dijual pun lebih sedikit dari sebelumnya.

“Harga tetap, satu porsi Rp 10 ribu. Hanya saya kurangi nasinya saja. Terus lauk juga agak kecil,” ungkapbya, di bapouda, Sabtu (23/9/2017).

Dia mengaku tidak keberatan dan memaklumi harga garam yang naik karena pernah sekitar sebulan lalu garam lenyap tak dijual di kota Enarotali. Sehingga menurutnya, sebagai sesama penjual, hal itu wajar.

“Namanya usaha itu kan cari untung. Jadi harga garam naik itu wajar sekali,” beber dia, menanggapi pertanyaan suarapapua.com.

Baca Juga:  Tak Patuhi Aturan, 38 Anggota PPD di Intan Jaya Diberhentikan Sementara

Sementara itu, mama Maria Pekei, ibu rumah tangga, mengatakan walaupun merasa keberatan dirinya sebagai masyarakat biasa tetap pasrah dengan harga garam terebut.

“Benar harga garam di semua kios naik. Saya secara pribadi pasrah saja,” ucap dia.

Dikatakan, selain garam, harga sembako lainnya seperti veksin dan masako juga naik.

“Sekarang veksin satu sudah seribu. Kalau dulu seribu dapat dua bungkus. Masako juga begitu, sekarang satu dijual dua ribu. Dulu seribu satu,” jelas dia.

Harapannya, tutur ibu tiga anak ini, harga sembako dapat segera normal kembali. Karena katanya, seperti veksin, garam, masako, dan lainnya merupakan kebutuhan sehari-hari di dapur yang akan selalu dibeli tiap waktu ketika habis.

“Belum lagi dengan kebutuhan lain yang hampir semua mahal. Ini parah,” beber dia.

Berkaitan dengan itu, Tinus Pigai, tokoh pemuda Paniai, meminta pemerintah kabupaten Paniai, dalam hal ini eksekutif dan legislatif bekerja sama melihat menetralisasikan semua harga barang yang dijual dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).

Baca Juga:  Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

Karena menurutnya, dengan Perda semua harga barang dan jasa akan terkontrol baik. Juga terlebih akan menghindari harga tak masuk diakal yang dibuat-buat, yang bertujuan untuk menguras uang rakyat kecil.

“Kalau pemerintah sayang masyarakat, solusinya cuman satu, buat Perda. Karena Perda itu yang akan mengikat semua, terutama buat penjual yang ada,” ucap Tinus, belum lama ini, kepada suarapapua.com.

Tinus katakana, taka ada kata terlambat untuk membuat Perda jika pemda mau seriusi masalah tersebut.

“Bagi pemda mungkin masalah harga bukan berarti karena punya uang tapi bagi masyarakat kecil, tidak. Itu masalah besar. Maka pemda sekarang harus pikir itu. Jangan bilang sudah terlambat karena waktu masa kerja tinggal beberapa bulan saja. Itu alasan tidak logis,” tukas dia.

Pewarta: Stevanus Yogi

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnya​KNPB Nabire Dukung Sidang Umum PBB, Tolak Dialog Jakarta-Papua
Artikel berikutnyaDialog Sektoral: Adakah Manfaatnya Bagi Papua?