Petisi Referendum Papua Dibahas di Sidang Parlemen Inggris

0
105

LONDON, SATUHARAPAN.COM/SUARAPAPUA.com— Di tengah ketegangan keamanan di Tembagapura antara aparat TNI-Polri dengan kelompok yang mengklaim diri Tentara Nasional Papua (TNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM), sejumlah anggota parlemen Inggris mengangkat isu pelanggaran HAM serta petisi referendum menentukan nasib sendiri rakyat Papua, dalam sidang yang berlangsung di House of Lord, London, gedung parlemen Inggris,(15/11).

Masalah ini diangkat dalam sidang dengan Menteri Negara Urusan Persemakmuran (Minister of State for the Foreign and Commonwealth) Inggris, Tariq Mahmood Ahmad, yang dikenal juga dengan sebutan Baron Ahmad of Wimbledon. Tidak kurang dari lima anggota parlemen mengangkat isu ini.

Adalah anggota parlemen Inggris, Lord Harries of Pentregrath, yang mengawali pertanyaan tentang Papua. Lord Harries bertanya kepada Ahmad bagaimana posisi pemerintah Inggris atas petisi yang meminta PBB memasukkan Papua ke dalam Komite Dekolonisasi, yang diajukan oleh Juru Bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda pada September lalu.

“Petisi ini ditandatangani oleh 1.804.421 orang di dalam negeri (Papua), 95,77% penduduk asli Papua dan 4,33% transmigran Indonesia. Diperkirakan 1.708.167 tanda tangan oleh penduduk asli Papua Barat mewakili 70,88% populasi. Apakah ini bukan sesuatu yang sangat luar biasa? Bukankah kontras yang mengejutkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1969 ketika, setelah pendudukan atas Papua, Indonesia hanya mengangkat 1.026 orang dan memaksa mereka dengan menggunakan todongan senjata untuk menyatakan dukungan terhadap kekuasaan Indonesia?,” Lord Harries bertanya sambil berdiri dari tempat duduknya.

Atas pertanyaan tersebut, Lord Ahmad mengatakan bahwa pihaknya mengetahui adanya petisi dari media dan belum menerima salinannya.”Badan PBB yang relevan telah memberi tahu kami bahwa permohonan tersebut belum diajukan secara resmi kepada mereka. Kami tentu saja akan terus mengikuti situasi di Papua dengan penuh minat,” demikian Lord Ahmad yang mengenakan dasi merah bergaris biru, sebagaimana dapat disaksikan pada tayangan televisi parlemen Inggris.

ads

Pada kesempatan menjawab anggota parlemen lainnya, Ahmad juga menegaskan kembali posisi pemerintah Inggris yang mendukung integritas wilayah Indonesia dimana Papua termasuk di dalamnya. “Terkait dengan masalah Papua, penting untuk mengatakan bahwa Inggris mempertahankan posisinya dalam mendukung integritas Indonesia,” kata Ahmad.

Selain mengangkat isu petisi referendum Papua, anggota parlemen lainnya mempertanyakan sejauh mana Inggris akan mengangkat isu Papua di Perserikatan Bangsa-bangsa. Hal itu dikaitkan dengan tuntutan perlunya pelapor khusus PBB dikirimkan ke Papua untuk menyelidiki pelanggaran HAM yang terjadi, serta desakan untuk membuka akses jurnalis.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Selengkapnya ringkasan tanya jawab terkait masalah Papua di parlemen Inggris itu ditampilkan berikut ini, dikutip dari theyworkforyou.com, situs yang menyajikan transkrip sidang-sidang di parlemen Inggris.

Pertanyaan Lord Harries of Pentregrath:
Menanyakan kepada Yang Mulia Pemerintah, apa penilaian yang dibuat terhadap petisi yang diajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa oleh masyarakat Papua yang meminta agar Perserikatan Bangsa-Bangsa menjalankan komitmennya pada tahun 1962 untuk membiarkan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua.

Jawaban Lord Ahmad of Wimbledon: 
Kami mengetahui dari media terkini yang melaporkan sebuah petisi tentang kemerdekaan Papua. Kami belum menerima salinannya. Badan PBB yang relevan telah memberi tahu kami bahwa permohonan tersebut belum diajukan secara resmi kepada mereka. Kami tentu saja akan terus mengikuti situasi di Papua dengan penuh minat.

Pertanyaan Lord Harries: 
Terima kasih untuk jawaban Menteri, tapi apakah dia setuju bahwa petisi ini benar-benar luar biasa? Petisi ini ditandatangani oleh 1.804.421 orang di dalam negeri, 95,77% penduduk asli Papua dan 4,33% transmigran Indonesia. Diperkirakan 1.708.167 tanda tangan oleh penduduk asli Papua Barat mewakili 70,88% populasi. Apakah ini tidak benar-benar luar biasa? Bukankah kontras yang mengejutkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1969 ketika, setelah pendudukan Papua, Indonesia hanya mengangkat 1.026 orang dan memaksa mereka dengan menggunakan todongan senjata untuk menyatakan dukungan terhadap kekuasaan Indonesia?

Jawaban Lord Ahmad:
Tuanku yang Mulia merujuk pada media yang melaporkan permohonan tersebut, dan dia telah mempresentasikan fakta-fakta seperti yang dilaporkan di media. Namun, setelah menerima pertanyaan ini, saya memeriksa misi kami di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York dan kami tentu saja tidak menerima salinan permohonan tersebut. Selanjutnya, Sekretariat PBB belum menerima petisi tersebut. Mengenai situasi di Papua, Tuanku yang Mulia berbicara dengan pengalaman yang hebat dan saya tahu ketertarikannya. Inggris terus berusaha memastikan bahwa semua hak, termasuk pelaporan media, dijunjung tinggi dan kami terdorong dengan langkah-langkah yang baru-baru ini telah diambil oleh Presiden RI dalam memberikan izin  bagi wartawan untuk melaporkan dari wilayah tersebut.

Pertanyaan Lord Collins of Highbury: 
Tuanku Menteri mengetahui bahwa pada awal tahun ini pendahulunya, Baroness Lady Anelay, berbagi perhatian tentang pelanggaran HAM. Satu hal yang jelas adalah bahwa pelanggaran tersebut terus berlanjut dan Pemerintah memantau mereka. Apakah Menteri akan menangani masalah ini di PBB dan mendukung permintaan agar pelapor khusus PBB menyelidiki pelanggaran HAM yang terus berlanjut?

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Jawaban Lord Ahmad:
Berkenaan dengan peranan Inggris, duta besar kita mengunjungi wilayah ini. Tuan yang mulia merujuk pada perdebatan sebelumnya di sini; tentu saja kita tetap prihatin dengan laporan pelanggaran HAM  dan situasi di sana. Kami terus membuat representasi kami dengan jelas dalam forum internasional dan, saya menjamin Tuanku yang mulia, dalam representasi langsung pada tingkat bilateral tertinggi kepada Pemerintah Indonesia sendiri.

Pertanyaan Lord Dholakia:
Tuanku, jika saya dapat menindaklanjuti pertanyaan sebelumnya, masalah pelanggaran HAM dan sedang diselidiki oleh Pemerintah Indonesia. Mereka ingin memastikan pertanggungjawaban aparat keamanan yang melepaskan tembakan pada demonstrasi damai. Dapatkah Menteri menghubungi rekannya di Pemerintah Indonesia untuk melihat sejauh mana penyelidikan ini telah maju dan tindakan apa yang dapat diambil terhadap mereka yang melakukan kejahatan berat semacam itu?

Sementara itu mengenai masalah kemerdekaan untuk Papua, sudahkah Pemerintah mengangkatnya di Majelis Umum PBB untuk mengidentifikasi rute lain yang dapat diambil oleh Papua untuk menangani masalah kemerdekaan secara demokratis, sesuai dengan hukum internasional?

Jawaban Lord Ahmad:
Terkait dengan masalah Papua, penting untuk mengatakan bahwa Inggris mempertahankan posisinya dalam mendukung integritas Indonesia. Saya akan menindaklanjuti dengan  Pemerintah Indonesia untuk mendapatkan kabar terbaru mengenai situasi yang diangkat oleh Tuanku yang mulia. Izinkan saya menjadi jelas juga bahwa kita menyadari situasi di lapangan; Itulah sebabnya duta besar kita telah mengunjungi daerah ini beberapa kali. Saya juga menarik perhatian parlemen pada fakta bahwa ketika sidang tinjauan periodik universal HAM di Dewan HAM PBB berlangsung awal tahun ini, kami mengangkat isu hak asasi manusia dengan referensi khusus kepada wartawan yang tidak diizinkan untuk melapor secara bebas dari wilayah tersebut.

Pertanyaan Lord Hannay of Chiswick:
Tuanku,  saya berkepentingan dengan hal ini karena saya merupakan penasihat BP mengenai deposit gas di Papua dan melakukan kunjungan ke sana secara teratur selama tujuh tahun. Dapatkah Menteri menjelaskan apakah wartawan, baik dari Indonesia maupun internasional, sekarang memiliki akses bebas ke Papua? Apakah mereka memiliki kemampuan untuk menyoroti hak asasi manusia – dan, jika tidak, akankah kita terus tekan Pemerintah Indonesia untuk memberikan hak untuk akses itu?

Baca Juga:  Lima Wartawan Bocor Alus Raih Penghargaan Oktovianus Pogau

Jawaban Lord Ahmad:
Tuanku yang mulia berbicara dengan pengalaman besar tentang wilayah dan negara. Saya dapat meyakinkan bahwa, seperti yang saya singgung dalam tanggapan sebelumnya atas pertanyaan ini, Presiden Jokowi telah menyediakan lebih banyak keterbukaan. Dia telah memberikan pemerataan hak akses untuk wartawan yang melaporkan Papua. Tentu situasinya terus dipantau di lapangan. Untuk menjawab pertanyaan Tuanku secara langsung, pasti ada yang melapor. Itulah sebabnya kami mengangkat di tinjauan periodek HAM di Dewan HAM PBB mengapa akses bebas terhadap jurnalis yang ipastikan oleh Presiden tidak berjalan di lapangan. Saya meyakinkan Tuanku yang mulia, dan parlemen secara lebih umum, bahwa kita akan terus mengangkat isu Papua, tidak hanya soal kebebasan para wartawan di wilayah ini tetapi juga semua masalah hak asasi manusia di sana.

Pertanyaan Lord Lea of Crondall:
Tuanku,  Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, dan sejauh ini yang terbesar di ASEAN, kecenderungan menuju otokrasi di ASEAN mengkhawatirkan. Sudahkah pemerintah berdiskusi dengan teman-teman kita di Australia tentang pengalaman mereka menjadi tetangga dekat? Apakah mereka menyarankan agar kita di Eropa bisa lebih membantu untuk mendapatkan keseimbangan di Indonesia – karena orang Indonesia adalah teman kita – antara hak asasi manusia dan  masalah pembangunan ekonomi, agama dan pertanyaan lainnya yang dihadapi negara yang sangat rumit seperti di Indonesia?

Jawaban Lord Ahmad:
Ada banyak bagian dunia, termasuk wilayah kita sendiri, di mana tantangan dan komplikasi populasi manapun menjadi prioritas Pemerintah. Janganlah kita lupa bahwa yang pertama dan terutama, bahwa Indonesia adalah negara demokrasi dan bahwa Presiden saat ini dipilih atas mandat pluralisme. Kita menyambut baik pemilihannya dan, dari pernyataannya dan tindakan yang dia ambil, kita terdorong oleh apa yang dilakukannya. Tentu ada masalah yang mengkhawatirkan terutama dalam soal hak asasi manusia; kita dapat berbicara soal persaudaraan wartawan atau tentang hak minoritas, termasuk hak-hak agama minoritas, di Indonesia. Hal-hal ini menjadi perhatian Pemerintah dan kami terus mengangkatnya secara bilateral dan dalam forum internasional yang sesuai.

Sumber: satuharapan.com

Artikel sebelumnyaBertemu Paus, PM Vanuatu Bicarakan Pelanggaran HAM di Papua
Artikel berikutnyaKubu Anti Papua Merdeka Gagal Jadi PM Solomon Islands