HUT SP ke-6: Kami Masih di Sini

0
16117
Ilustrasi ulang tahun Suara Papua.
adv
loading...

Oleh: Arnold Belau)*

Bertepatan dengan hari HAM yang dirayakan tiap tanggal 10 Desember, hari ini juga kami merayakan ulang tahun Suara Papua yang ke-6. Ia bermula dari satu langkah awal paling berani yang dimulai seorang anak muda Papua yang berani, idealis dan cerdas. Ia adalah kawan, sobat, sahabat dan saudara saya Oktovianus Pogau yang telah berpulang ke rumah abadi dua tahun lalu.

Sejak awal berdiri, Suara Papua hadir untuk melihat berbagai peristiwa yang luput dari media mainstream di Papua, Indonesia dan Internasional. Sejak berdiri, anak-anak muda yang penuh semangat dan berani mengabdikan dirinya untuk menulis. Menulis apa yang dialami, dilihat dan dijalani rakyat Papua di pulau ini.

Saya salah satu yang bergabung sejak awal berdiri. Bekerja dengan alm. Okto merupakan satu keuntungan besar untuk saya. Banyak hal yang ia ajarkan. Adalah sejak ia dirikan sampai dengan ia meninggal, ia mengajarkan kesabaran, kesetiaan dan totalitas dalam mengerjakan pekerjaan yang susah dan gampang ini. Singkat kata, kerja untuk Papua tidak mudah, apalagi dengan sumber daya yang pas-pasan. Tetapi bukan itu, yang terpenting adalah menjadi lilin kecil yang mampu menerangi seluruh penjuru.

Di era digital saat ini, mendirikan, membangun dan mengasuh media daring susah dan juga gampang. Kami alami banyak hal. Sejak awal, misalnya pernah tidak aktif karena disuspend sampai tiga bulan.

ads
Baca Juga:  EDITORIAL: Pemilu, Money Politics dan Kinerja Legislatif

Anak-anak muda Papua yang luar biasa ikut berkontribusi. Suara Papua adalah satu-satunya media yang didirikan, dikelola dan dikerjakan oleh anak-anak muda Papua saat ini.

Tantangan berat yang kami hadapi adalah ketika diblokir pemerintah Indonesia pada November 2016 lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika. Saat itu, pihak kementerian umumkan bahwa ada 11 situs yang diblokir. Tidak ada Suara Papua dalam daftar situs-situs yang diblokir itu. Belakangan, kami tahu bahwa kementerianlah yang memblokir situs Suara Papua.

Secara hukum, Suara Papua telah mendapatkan SK Kementerian Hukum dan HAM Indonesia pada 2014 atau tiga tahun setelah Suara Papua berdiri. Setelah tahu diblokir, Suara Papua bersama kuasa hukumnya, LBH Pers Jakarta mengadvokasi agar situs Suara Papua dibuka kembali. Setelah melewati beberapa proses, akhirnya kementerian membuka pemblokiran itu pada 20 Desember 2016.

Sebelum diblokir maupun setelah pemblokiran dibuka, Suara Papua tidak pernah mendapat surat resmi maupun telepon dari kementerian tentang hal yang menjadi dasar untuk negara blokir. Juga, sampai dengan saat ini, pemerintah tidak pernah menjelaskan kepada kami, siapa yang melapor dan mengapa diblokir. Paling tidak, tunjukkan bukti berupa konten negatif maupun laporan dari lembaga atau individu agar Suara Papua diblokir.

Baca Juga:  EDITORIAL: Pemilu, Money Politics dan Kinerja Legislatif

Persoalan lain, tindakan diskriminasi dan kekerasan dialami beberapa wartawan kami. Dalam catatan kami, Alm. Okto sempat dipukul di Manokwari, di Jayapura ia diusir dan kameranya sempat dirampas sebelum akhirnya dikembalikan. Ardi, wartawan kami didiskriminasi saat meliput aksi di Abepura. Tidak hanya didiskriminasi, ID Cardnya dirampas, HPnya dibanting dan diinjak bahkan sempat ditahan di Polsek Abepura, lalu kemudian dibawa ke Mako Brimob dan di sana dia dipukul, diinterogasi bahkan diperiksa seluruh isi tasnya. Saya sendiri, pernah diusir oleh beberapa anggota TNI dan polisi saat meliput di Rusunawa Uncen dan sempat juga diusir saat meliput di Abepura. Terakhir adalah wartawan kami di Paniai, didatangi enam anggota TNI ke rumahnya, lalu geledah rumahnya tanpa alasan. Semua dilakukan oleh oknum parat TNI dan Polisi.

Baca:

Kapolres Manokwari Bertemu Jurnalis Yang Dipukul Oknum Polisi Manokwari

Wartawan Suara Papua Dilarang Ambil Gambar Sidang JW Dan DW

Pemerintah Seenaknya Blokir Website dan Portal Berita

Wartawan Suara Papua Ditahan dan Diinterogasi Saat Liput Aksi KNPB

Bagi seorang jurnalis ‘asli Papua’ tindakan apa pun sangat mungkin terjadi saat melakukan kegiatan jurnalistik di lapangan. Tetapi dengan begitu kami menyerah? Kami komit dan katakana TIDAK!. Kami berada di tanah kami, kami hidup di tanah kami dan kami mati pun di tanah kami. Jadi, siapa yang harus kami takutkan untuk mewartakan sepercik kebenaran lewat tulisan. Kami tak akan mundur. Kami akan tetap di sini dan ada di sini untuk menjaga lilin yang sudah kami nyalakan itu agar dapat menerangi seluruh penjuru dengan informasi dan berita yang kami sajikan.

Baca Juga:  EDITORIAL: Pemilu, Money Politics dan Kinerja Legislatif

Satu tujuan menghadirkan media ini adalah untuk mencetak, mendidik dan melahirkan jurnalis-jurnalis ‘asli Papua’ agar dapat menjadi kuli tinta yang dapat mewartawakan apa yang dilihat, dialami, dijalani dan didengar dari seluruh penjuru Tanah Papua. Walaupun yang dilawan adalah diskriminasi, stigma dan ‘robot raksasa’ yang memiliki segala daya dan kekuatan.

Umur Suara Papua masih seumuran jagung. Ia masih akan ada dan banyak tantangan serius yang harus dihadapi. Corak kerja dengan semangat, konsisten, setia dan totalitas yang diajarkan alm. Okto sekiranya menjadi semangat kami untuk bekerja.

Tidak ada yang harus dibanggakan. Tetapi apa yang harus dibanggakan? Harus berbangga ketika lilin yang kami nyalakan mampu menerangi seluruh penjuru bumi. Kami hadir dan ada di sini bersama mereka ‘kaum tak berSuara’ dan akan kami Suarakan terus.

Selamat ulang tahun yang ke-6 Suara Papua.

)* Penulis adalah Jurnalis dan Editor Suara Papua

Artikel sebelumnyaSuara Papua, Teruslah Menjadi Media Rakyat Papua
Artikel berikutnyaAdakah “A Deal for Papua” sebelum 2019?