George Saa: Orang Papua Didiskriminasi Dimana-mana

0
24850

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM/SUARAPAPUA.com— Diskriminasi terhadap Orang Asli Papua (OAP) terjadi dimana-mana di Tanah Papua itu sendiri. Walaupun pemerintah Indonesia mengatakan rakyat Papua adalah saudaranya, pada dasarnya diskriminasi itu tetap berlangsung.

Naskah berita wawancara ini adalah berita hasil wawancara Redaksi satuharapan.com dengan Septinus George Saa beberapa waktu lalu, dan dipublikasikan pada situs berita satuharapan.com pada edisi 21 Februari 2018. Redaksi suarapapua.com sadur ulang dan publikasikan lagi di situs suarapapua.com.

Putra kebanggaan Papua, Septinus George Saa, mengatakan hal itu dalam wawancara dengan satuharapan.com (18/02). George, panggilan akrabnya, menengarai, Papua selama ini dipandang dan ditempatkan sebagai koloni. Sedangkan pemerintah pusat yang datang ke sana sebagai settler.

Lebih jauh, ia menilai, konflik yang terjadi di Papua dewasa ini sebagian besar adalah konflik bawaan dari luar.

George Saa yang kini berada di Birmingham, Inggris, melanjutkan studi S2-nya di bidang Mechanical Engineering di University of Birmingham, dalam wawancara dengan satuharapan.com menjelaskan panjang lebar pandangannya tentang berbagai isu menyangkut Papua, mulai dari soal KLB Asmat, marginalisasi Orang Asli Papua (OAP), segregasi masyarakat akibat politik Pilkada hinga soal aspirasi merdeka sebagian rakyat Papua.

ads

Wawancara dengan satuharapan.com terdiri dari lima bagian, dan ini merupakan bagian kedua. Bagian pertama berjudul, Wawancara George Saa:Asmat, Papua dan Aspirasi Merdeka, sedangkan bagian ketiga berjudul George Saa: Masalah Masa Lalu Papua Harus Diselesaikan, bagian keempat, George Saa: RI Sebaiknya Berunding dengan ULMWP, dan bagian kelima, George Saa: Orang Papua Harus Ikut Membangun RI.

Satuharapan.com : Selama ini ada anggapaan masyarakat Papua tidak percaya pada Jakarta dan dieksploitasi oleh Jakarta. Tapi di sisi lain rakyat Papua sendiri terpecah atau berkonflik dengan sesama rakyat Papua. Apa pendapat George?

Septinus George Saa: Banyak orang Papua yang percaya pada Jakarta dan merasa adalah mitra pembangunan Jakarta. Ini tercermin dan jelas sekali khususnya pada bapak/ibu Pimda, birokrat, DPRP, Bupati/Walikota, jajarannya. Mereka ini mitra Jakarta dan mereka ada dengan semangat ikut membangun Papua, lewat program-programnya, dan anggaran yang jelas. Orang Papua kalau tidak percaya pada Jakarta mungkin hari ini di seluruh Papua ada boikot pembangunan. Jadi orang Papua itu percaya kepada Jakarta walaupun sering ribut berkoar-koar menyalahkan Jakarta atau Pusat di media, namun orang Papua ‘tertentu’ itu cinta Indonesia, cinta Rupiah dan cinta keanekaragaman Indonesia dan segala aspek kemudahaan yang diberikan oleh negara dan bangsa Indonesia.

Konflik di Papua itu bukan konflik inheren namun konflik bawaan dari luar. Ini menurut saya. Kalau konflik inheren itu contohnya dahulu semacam orang Dani pergi turun berperang dengan suku sekitarnya, semisalnya orang Yali, dan ketika mereka menang, biasanya suku Dani ini rebut tanahnya, babinya/ternaknya, dan inilah yang saya maksud konflik inheren dan ini sudah terjadi turun temurun.

Contoh konflik inheren lainnya misalnya di daerah asal saya di Maybrat , dimana biasanya terjadi konflik itu karena masalah asusila, masalah pembunuhan dengan “racun” oleh karena adanya sengketa atau persoalan adat. Hal begini dulu tidak ada. Konflik seperti ini makin meningkat karena yang buat ada ini konflik disebabkan oleh pemerintahan (uang negara) yang masuk ke wilayah ini beserta ruang posisi jabatan pemerintahan yang diperebutkan, menjadi dasar konflik orang membunuh orang. Ini contoh konflik dari luar yang masuk khususnya kami di Maybrat. Saya bisa kasih contoh lain konflik yang didatangkan dari luar namun saya pikir ini jelas. Bila dibandingkan,di zaman pemerintahan Belanda, hal begini itu minim, malah tidak ada karena tatanan adat sangat di jaga (menurut cerita orang tua).

Selama ini cukup umum dikeluhkan adanya perlakuan diskriminatif terhadap orang Papua di Papua sendiri. Apa pendapat George?

George: Orang Indonesia, pemerintah di Jakarta, mereka yang sedang jalankan negara ini, sudah jelas diskriminatif terhadap orang Papua walaupun mereka bilang orang Papua itu saudaranya. Orang Papua itu dibilang tidak mampu menjadi pengusaha, makanya bank di Papua mana mau berikan kredit usaha untuk OAP. Ada juga, orang Papua itu dibilang malas-malas dan bodoh jadi instansi vertikal di Papua itu minim ada orang Papua yang bekerja atau diterima bekerja.

Orang Papua itu didiskriminasi dimana-mana, contohnya kalau ada anak muda yang jatuh dari sepeda motor, para pengguna jalan raya yang lain yang lewat tidak turun, mana mau tolong, pasti saling lihat dan tanya dan bilang, ‘ah, itu dia pasti mabuk itu.’ Masih banyak contoh yang saya temui di Papua.

Bandara-bandara dimana-mana di Papua itu yang angkat barang-barang atau porter, itu orang Papua dan sebagian kecil saudara-saudara non OAPnya, dan malah yang pakai seragam petugas security, pegawai perhubungan terlihat lebih banyak dan mayoritas non OAP.

Saya sampaikan alasan lain mengapa orang Papua itu didiskriminasi. Saya pernah ke AS, ke Eropa, dan di Inggris sekarang. Pengalaman pribadi saya dan dari dasar pengetahuan yang saya punya, saya ingin sampaikan bahwa Papua itu dilihat dan terlihat sebagai daerah yang diduduki (colony) dari Indonesia. Orang nonPapua merasa mereka itu lebih dari orang Papua (settler). Orang Papua dilihat inferior. Saking lamanya orang Papua dinilai inferior, kami (OAP) juga malah menjadi percaya kalau kami itu inferior atau bahas kasarnya primitif.

Menurut George, apa yang mendorong orang Papua didiskriminasi?

George: Diskriminasi yang dialami oleh orang Papua saat ini terjadi karena bila orang Papua bangkit dan memimpin daerahnya sendiri, menguasai tanah leluhurnya di segala aspek, maka tidak akan tersisa lagi alasan mengapa untuk orang Papua tidak berdiri sendiri. Orang Papua kalau bangkit berdiri dan memimpin tanah leluhurnya, maka tidak ada lagi harapan untuk Indonesia tetap lama-lama di Papua. Makanya bentuk pembodohan, bentuk memelihara keterbelakangan orang Papua adalah cara yang paling ampuh itu untuk mencegah terjadinya persatuan orang Papua dan tindakan diskriminatif ini adalah senjata yang ampuh untuk mencegah. Ini jelas.

Sayangnya, hal ini dilakukan secara masif, terjaga dan secara halus jadi kadang orang Papua sendiri merasa mereka tidak alami diskriminasi. Inilah yang namanya deception.

Pendapat George ini cukup berani dan radikal. Apa tidak khawatir ini mengganggu kariermu nanti?

George: Yang saya bicara ini common sense. Coba Anda tanya saja kepada anak-anak muda Papua idealis lain yang benar-benar bicara jujur dan terbuka, pasti mereka akan berkata hal yang mirip.

Sumber: satuharapan.com

Artikel sebelumnyaGeorge Saa: Masalah Masa Lalu Papua Harus Diselesaikan
Artikel berikutnyaLP3BH Tagih Janji Jokowi untuk Selesaikan Masalah HAM