Putri Tokoh OPM Jadi Pembicara Gerakan Dekolonisasi Papua di Sydney

0
13009

SYDNEY, SUARAPAPUA.com — Peran perempuan dalam memperjuangkan aspirasi menentukan nasib sendiri rakyat di Papua dan Kaledonia Baru akan menjadi topik lokakarya di Sydney, pada 23 Mei mendatang.

Salah seorang pembicara pada lokakarya itu adalah Nancy Jouwe, putri dari tokoh pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang kemudian berbalik menjadi pro-Indonesia, almarhum Nicolaas Jouwe.

Selain Nancy yang bermukim di dan berkewarganegaraan Belanda, turut menjadi pembicara tokoh perempuan bangsa Kanak, yaitu Rosy Makalu dan Florenda Nirikani.

Lokakarya yang mengambil tempat di Metcalfe Auditorium, New South Wales (NSW) State Library itu, diselenggarakan oleh The Sydney Pacific Studies Network University of Sydney bersama dengan Oceania Network, Western Sydney University.

Dalam sinopsis tentang tema lokakarya, dikatakan bahwa perempuan menghadapi tantangan khusus dalam peran mereka sebagai pemimpin dalam perjuangan dekolonisasi Papua dan Kanak (Kaledonia Baru). Mereka dinilai memiliki keunggulan dalam hal gagasan untuk memanfaatkan serangkaian kekuatan, jejaring, dan peluang mereka sendiri untuk menavigasi tantangan-tantangan yang dihadapi.

ads

Mereka juga memiliki peran untuk memberdayakan rakyat untuk melobi diadakannya referendum (dalam kasus Papua) atau mempersiapkan referendum pada bulan November 2018 (dalam kasus Kanak).

Baca Juga:  Ratu Viliame Seruvakula Perjuangkan Keinginan Masyarakat Adat Fiji

Lokakarya tersebut diharapkan akan mendiskusikan strategi aktivisme dan advokasi, serta belajar lebih banyak tentang perjuangan mereka, peran diaspora Papua, dan apa yang dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga di Australia untuk mendukung mereka. Lokakarya juga dimaksudkan untuk membangun jejaring solidaritas di seluruh Melanesia dan Pasifik.

Emma Kluge, mahasiswa program doktor di bidang sejarah University of Sydney, yang mendalami perjuangan kemerdekaan rakyat Papua, mengumumkan penyelenggaraan lokakarya ini lewat akun Twitter-nya.

“Menyerukan kepada semua #twitterstorians yang berbasis di Sydney. The Sydney Pacific Studies Network mengadakan acara pada hari Rabu 23 Mei. Kami telah mengundang perempuan pemimpin dari #WestPapua dan #NewCaledonia untuk berbicara tentang perjuangan #decolonization di wilayah ini. Kami ingin melihat Anda di sana!,” demikian ia menyebutkan lewat akun Twitternya.

Dalam publikasi lain di Facebook, acara serupa dengan tema yang sama juga dijadwalkan diadakan Parramatta Square, New Sout Wales, Sydney, pada keesokan harinya. Tampil sebagai pembicara, selain tiga yang sudah disebutkan di atas adalah Rosa Moiwend aktivis perempuan dari Papua.

Tentang Nancy Jouwe

Baca Juga:  Pihak Oposisi Mempersoalkan Status Pemerintah Persatuan Nasional

Nancy Jouwe lahir di Delft, Belanda, pada tahun 1967. Ia dikenal sebagai pengajar, peneliti dan pembicara publik. Sejak 1993, ia juga aktif di dunia Lembaga Swadaya Masyarakat, sebagai manajer, direktur maupun produser budaya, dengan fokus pada sejarah kolonial, seni dan dialog antarbudaya.

Ia adalah co-founder Framer Framed, berfokus pada proyek riset Mapping Slavery, suatu proyek riset transnational yang memetakan sejarah perbudakan di zaman kolonial Belanda.

Ia juga banyak menulis isu-isu seputar Papua, termasuk perihal hak perempuan dan diaspora Papua. Sejumlah buku telah ia tulis sebagai co-author.

Hingga 2013, Nancy Jouwe adalah program director Kosmopolis Utrecht, suatu platform yang mengembangkan dialog antarkomunitas melalui seni dan budaya dalam konteks nasional maupun internasional. Nancy juga pernah menjadi director of Papua Cultural Heritage Foundation in Utrecht (PACE).

Pada pertengahan Maret 2009, Nancy bersama kakak laki-lakinya, Nico, turut mendampingi ayahnya, Nicolaas Jouwe, memenuhi undangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ‘pulang kampung’ ke Papua. Mereka mendarat di Jayapura 17 Maret 2009, setelah 50 tahun di pengasingan.

Sejumlah pemuda dan mahasiswa berdemonstrasi menentang kepulangan Jouwe dan menganggap Jouwe sebagai pengkhianat.

Baca Juga:  PNG Rentan Terhadap Peningkatan Pesat Kejahatan Transnasional

Nicolaas Jouwe di tahun 1960-an adalah salah seorang anggota Dewan New Guinea (Nieuw Guinea Raad) parlemen Papua yang pemilihannya diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Di masa itu Jouwe adalah politisi Papua yang mendapat jabatan tertinggi di koloni tersebut.

Jouwe terbang ke Belanda setelah administrasi Papua diserahkan ke UNTEA pada Oktober 1962 dan enam bulan kemudian diserahkan ke Indonesia. Di Belanda, ia menetap di Delft.

Dia pernah bersumpah tidak akan pernah kembali ke tanah kelahirannya jika masih ‘diduduki’ oleh Indonesia. Namun ia kemudian menerima undangan Presiden SBY pada tahun 2009. Pada tahun 2010 menjadi WNI.

Sebagai bagian dari penerimaan Jouwe sebagai WNI, Pemerintah RI menyediakan satu unit rumah baginya di Dok V Angkasa, Jayapura. Jouwe hanya sendirian menjadi WNI, sedangkan istrinya (ketika itu berusia 85 tahun) yang sedang sakit tetap tinggal di Belanda. Demikian juga Nancy dan Nico, melanjutkan hidupnya di Belanda.

Nicolaas Jouwe meninggal di Jakarta pada 16 September 2017 pada usia 93 tahun.

Pewarta: Wim Geissler

Artikel sebelumnyaInilah Warisanmu (8); Lepaskan Dosa Warisan
Artikel berikutnyaMasyarakat Paniai Minta Pejabat Keuangan Lama Dipolisikan