Kristen Evangelis, Israel, dan Papua

0
4463

Oleh: Made Supriatma)*

Tidak terlalu sering apa yang terjadi di Papua menarik perhatian Jakarta. Salah satunya adalah kejadian beberapa hari lalu. Dalam video yang tersebar luas, ada gambar orang-orang Papua mengibar-ngibarkan bendera Israel.

Aksi pengibaran bendera Israel itu memang terjadi. Itu dilakukan pada acara Kebaktian Budaya Bangsa ke-12 di Gedung Olahraga (GOR) Waringin Kotaraja Jayapura beberapa waktu lalu. Bahkan di beberapa tempat di Jayapura, bendera Israel dikibarkan terus menerus selama beberapa tahun belakangan ini.

Isu ini agak tenggelam karena serangan teroris. Jika tidak, tentu dia akan jadi halaman depan dan pusat perbincangan politik kita. Sekali pun demikian, suara-suara ‘prihatin’ dari politisi Jakarta dan beberapa kelompok toh cukup deras muncul ke permukaan.

Di media sosial, kelompok-kelompok oposisi mulai menyerang pemerintah yang membiarkan itu terjadi. Beberapa mempertanyakan mengapa bendera HTI dilarang, tetapi bendera Israel boleh dikibarkan. Juga mengapa bendera hitam yang berisikan kalimat Tauhid dituding bertentangan dengan Pancasila.

ads

Politisi PKS, yang juga Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, juga tidak lupa mengecam. “Dunia Internasional kecam Israel yg menteror warga Palestina (dg bunuh lagi puluhan&lukai ratusan). Eh di Papua, sebagian WNI malah konvoi kibarkan bendera teroris israel. Polisi kita sedang jadi target teroris,mestinya laku kibarkn bendera teroris israel harusnya tak dibiarkn.,” demikian tulisnya lewat Twitter.

Sementara, aparat keamanan di Papua sendiri tampaknya tidak terlalu mempersoalkan pengibaran itu. Acara di GOR Waringin serta konvoi kecil yang mengibarkan bendera Israel dijaga aparat kepolisian dan tentara. Acara itu diselenggarakan oleh komunitas Sion Kids.

Kapolda Papua IrJen Boy Rafli Amar juga tidak menampik keberadaan konvoi dan acara itu. Dia mengatakan bahwa acara itu adalah peringatan budaya dan sudah menjadi tradisi. Dia menampik ada kepentingan politik dibalik itu.

Isu ini menjadi berpilin sedemikian rupa. Sekalipun komunitas Sion Kids mengatakan bahwa gerakan mereka bersifat rohaniah dan non-politis, sulit untuk mengatakan bahwa mereka tidak sedang memegang obor politik.

Sebagian orang Papua sendiri tidak nyaman dengan kecaman yang dilontarkan orang Indonesia. Mengapa orang boleh mengibarkan bendera Palestina, tetapi tidak bendera Israel? Demikian pertanyaan mereka.

Baca Juga:  Hilirisasi Industri di Indonesia: Untung atau Buntung bagi Papua?

Politisi Papua, Natalius Pigai, bahkan menulis catatan panjang di laman Facebooknya. Pigai mengatakan bahwa lambang Bintang Daud yang ada pada bendera itu tidak semata bendera Israel.

Dia menulis, “[P]engibaran Bendera Israel di Papua tidak boleh hanya dilihat dari sudut pandang politik terkait konflik Israel dan Palestina tetapi juga harus dilihat dari perspektif Kristen yaitu bendera Israel dalam konteks bintang Daud. Pemerintah dan Kepolisian tidak bisa melarang lambang tauhid umat Kristen yang tertulis dalam kita suci Alkitab, karena itu sama saja dengan melarang ajaran agama yang diyakini.”

Pigai mengatakan bahwa pengibaran bendera Israel itu harus dilihat dalam dua perspektif. Yaitu lambang Bintang Daud sebagai Bendera Israel dan Lambang Bintang Daud sebagai lambang bangsa atau Bani Israel. .. Bagi orang Papua pengikut Yesus Kristus memahami Lambang Bintang Daud dalam perspektif yang kedua yaitu lambang Bintang Daud Sebagai Simbol Bani Israel.”

Di dalam komunitas Kristen, khususnya di kalangan Evangelis, pandangan ini sesungguhnya tidak terlalu aneh. Beberapa komunitas Kristen akan menyodorkan segepok ayat kitab suci yang akan memberikan justifikasi atas lambang Bintang Daud ini.

Hanya saja, dalam perspektif sejarah, ada beberapa masalah. Bendera Israel itu sesungguhnya bukan ciptaan kitab suci. Dia adalah produk politik. Bendera itu disahkan oleh parlemen Israel beberapa bulan sesudah kemerdekaan. Penggunaan Bintang Daud sendiri, serta warna putih biru, itu baru dilakukan pada tahun 1850-an seiring dengan tumbuhnya gerakan Zionisme (paling gampang, lihat saja Wikipedia). Gerakan politik ini mengadopsi simbol-simbol religi agama Yahudi untuk melegitimasi gerakan mereka.

Kemudian muncul soal lain yang tidak banyak dimengerti, bahkan di kalangan mereka yang memeluk kekristenan sekalipun. Ada sejarah panjang pendirian negara Israel, yang sesungguhnya tidak ada hubungan dengan kekristenan. Pembentukan Israel setelah Perang Dunia II dipicu oleh pembantaian 6 juta orang Yahudi oleh Hitler dengan Nazi-nya di Jerman. Ini adalah juga soal politik. Dan Israel diciptakan sebagai negara yang eksklusif Yahudi. Mereka mencaplok dan menggusur tanah-tanah orang Palestina, termasuk didalamnya tanah-tanah suci orang Kristen juga.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Namun, di dalam komunitas Kristen ada denominasi-denominasi Kristen yang sangat fanatik pro-Israel tapi anti-Semitik. Lho kok bisa? Aneh bukan? Bagaimana logikanya? Simpan dulu logika Anda baik-baik. Anda sedang berhadapan dengan kepercayaan disini.

Sebagian publik Amerika marah-marah ketika pendeta Robert Jeffress dari Gereja Southern Baptist memberi doa pembukaan pada peresmian Kedubes AS di Yerusalem, dan pendeta John Hagee, pendiri Christians United for Israel, memberi berkat penutup (benediction prayer).

Kedua pendeta Evangelis ini sangat kontroversial. Robert Jefress pernah mengatakan bahwa orang Yahudi tidak akan bisa diselamatkan (kata lain dari: tidak bisa masuk surga) dan hanya mereka yang percaya pada Yesus Kristus yang bisa ‘selamat.’ Jeffres juga mengatakan bahwa Islam dan Mormon “… is wrong. It is a heresy from the pit of hell.” Biasanya, kaum Evangelis tidak pernah lupa mengikutkan Katolik dalam satu napas dengan Islam dan Mormon.

Ada tambahan lagi. “Not only do religions like Mormonism, Islam, Judaism, Hinduism — not only do they lead people away from the true God, they lead people to an eternity of separation from God in hell,” demikian kata Jeffress. “Hell is going to be filled with good religious people who have rejected the truth of Christ.” Neraka akan diisi oleh orang-orang baik yang taat beragama tapi menolak Kristus yang benar.

Lain lagi dengan John Hagee. Dia pernah mengatakan bahwa badai dahsyat Katrina yang melanda kota New Orleans adalah akibat dari dosa penduduk kota itu.

Kita di Indonesia tidak terlalu aneh dengan pikiran seperti ini, bukan? Sering kita dengar dari pendakwah-pendakwah negeri ini.

Sama seperti Jeffress, dia juga sangat anti Islam, Mormon, Katolik (‘gereja murtad,’ dan ‘the great whore’ katanya). Namun yang paling kontroversial adalah Tuhan mengirim Hitler agar bangsa Yahudi menemukan Tanah Terjanji.

Golongan Kristen Evangelis punya kecintaan terhadap negara Israel. Untuk mereka, Israel adalah sebuah pertanda bahwa kedatangan Yesus Kristus ke dunia untuk keduakalinya sudah dekat. Mereka mendukung pendirian negara Israel apapun harganya. Dan anehnya, Israel sendiri tidak terlalu peduli dengan kekristenan karena mereka adalah negara Yahudi, yang secara formal negara sekuler, tetapi kaum Yahudi agamis-Kanan semakin memperoleh pengaruh.

Baca Juga:  Papua Sedang Diproses Jadi Hamba-Nya Untuk Siapkan Jalan Tuhan

Ketidakpedulian orang Israel itu tidak terlalu berpengaruh pada kaum Evangelis. Untuk mereka, yang penting negara Israel ada. Mereka sangat yakin, ketika kiamat datang, Mesias (Yesus Kristus sendiri) akan datang bersama Musa dan Elias. Ketika itulah Musa dan Elias akan berbicara kepada orang-orang Yahudi dan meyakinkan mereka akan Yesus Kristus, sang Mesias, Juru Selamat Yang Benar. Hanya dalam seminggu, begitu John Hagee pernah bilang, orang-orang Yahudi akan percaya kepada Kristus dan akan diselamatkan.

Saya tidak tahu apakah gerakan Sion Kids di Papua berhubungan langsung dengan gerakan-gerakan Evangelis ini. Akan tetapi, tidak terlalu sulit mengindra kesamaan cara pandang mereka. Gerakan pro-Israel seperti ini tidak hanya tumbuh di Amerika. Dia juga subur berkembang di berbagai benua, khususnya Afrika.

Saya mengapresiasi aparat keamanan, polisi dan tentara, di Papua yang tidak mengambil tindakan apapun terhadap kelompok ini. Sekalipun mereka mendapat tekanan dari berbagai kelompok di luar Papua. Tetapi saya mengerti sekali sebabnya. Mereka mengibarkan bendera Israel. Kalau saja mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora, tentu lain akibatnya. Bintang Daud tidak akan memerdekakan bangsa Papua. Dan dengan Bintang Daud, diharapkan orang Papua melupakan Bintang Kejora.

Tetapi, mereka yang mengerti Papua akan tersenyum dengan anggapan ini (inilah pentingnya belajar Antropologi). Israel sangat populer di Papua. Banyak orang Papua percaya bahwa kemerdekaan bangsa Papua akan datang dengan bantuan negara Israel.

Mengapa? Mereka percaya bahwa bangsa Papua adalah salah satu dari sepuluh suku bangsa Israel yang hilang. Sebenarnya keyakinan seperti itu tidak hanya ada di Papua. Tetapi juga di Nigeria, Etiopia, dan banyak suku dan bangsa Afrika yang Kristennya kuat. Atau di Amerika Latin. Atau bahkan di Amerika Serikat, dimana kemudian orang membentuk “suku” sendiri.

Mumet kan?

)* Penulis adalah pengamat militer dan peneliti independen

Artikel sebelumnyaPerjalanan Benny Wenda: Rekayasa Serangan dan Penjara Abepura (Bagian 2)
Artikel berikutnyaTerorisme: Perlu Analisa Out of The Box