Pendasaran Teologi-Kristologis atas Pengakuan Yesus Kristus ‘Peagabega’

(Sebuah Usaha Berkristologi dalam Konteks Budaya Suku Migani)

0
4197

Oleh: Kleopas Sondegau)*

Pendasaran Teologi-Kristologis atas Pengakuan Yesus Kristus Peagabega[i]. Pada bagian ini penulis akan membahas dan mendalami kehadiran tokoh ideal Peagabega dalam suku bangsa Migani dari perspektif kristofani[ii]. Walaupun kristofani berkaitan dengan penampakan-penampakan Yesus Kristus kepada para murid sesudah kebangkitan-Nya, namun penulis akan menggunakan makna kristofani tersebut dengan pendekatan Kristus iman untuk menunjukkan bagaimana Kristus yang bangkit itu hadir dan menampakan diri kepada orang Migani melalui kuasa Roh Kudus-Nya dalam diri tokoh Peagabega (bdk. Yoh 10:10).

Dalam arti ini, Kristus yang bangkit tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu apalagi dengan ciri-ciri fisik tertentu. Ia juga tidak menyandang identitas manusiawi-Nya untuk memperlihatkan diri kepada setiap suku bangsa di bumi ini termasuk suku bangsa Migani.[iii] Oleh karena itu, Kristus yang bangkit kini hadir melalui kuasa Roh Kudus-Nya dalam diri tokoh-tokoh ideal yang ada seperti tokoh Peagabega dalam kultur orang Migani.[iv] Maka itu, penulis melihat dan memaknai kehadiran tokoh ideal Peagabega dalam suku bangsa Migani sebagai kehadiran Kristus sendiri dalam rupa manusia Migani.

Dalam kaitannya dengan penjelasan tersebut, maka nilai-nilai hidup positif yang ditunjukkan Peagabega semasa hidup dapat dimaknai sebagai kelanjutan dari karya keselamatan Kristus sendiri yang berlangsung melalui kuasa Roh Kudus-Nya dalam konteks suku Migani (bdk. Yoh 14:26; 15:26; 16:7).[v] Dalam hal ini, Yesus Kristus hadir dan menyapa setiap suku bangsa dalam bentuk/wujud yang lain sesuai konteks setempat terutama sesudah Ia mengalami kebangkitan-Nya.[vi] Kristus yang bangkit dengan mulia tersebut melalui kuasa Roh Kudus-Nya kini hadir dalam suku bangsa Migani melalui tokoh Peagabega.[vii] Maka itu, kita mengalami karya Roh Kudus dalam hidup kita yang konkret, dalam situasi dan kebudayaan kita yang konkret pula. Dengan demikian, setiap orang berusaha untuk mendalami arti dan makna Yesus Kristus dalam hidup dengan berpangkal pada pengalamannya sendiri. Pemahaman yang sesuai konteks kultur seperti ini amat penting karena bagaimanapun juga kita menangkap sesuatu, mengerti sesuatu sesuai dengan keadaan kita yang konkret.[viii]

Oleh karena itu, tokoh ideal Peagabega maupun tokoh Yesus Kristus, dalam arti tertentu dapat dimaknai sebagai satu oknum atau satu gambaran kehidupan dengan “dua nama”. Misalnya, Kristus yang satu dan sama itu bernama Peagabega berdasarkan perspektif suku bangsa Migani, atau dengan kata lain, orang Migani menyebut Kristus sebagai Peagabega; dan sebaliknya Peagabega adalah nama lain dari Kristus yang bangkit. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus yang bangkit dengan mulia itu kini hadir dalam wujud manusia Peagabega dari suku bangsa Migani. Hal ini dilandasi oleh sebuah keyakinan iman bahwa Kristus setelah mengalami kebangkitan-Nya, Ia sudah tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Maka itu, kini Kristus hadir di segala tempat dan zaman melalui eksistensi diri-Nya yang ilahi dan mulia.[ix] Dalam hal ini, Kristus tidak lagi membutuhkan identitas manusiawi-Nya untuk menampakan diri kepada segala suku bangsa di bumi ini termasuk suku bangsa Migani (ingat peristiwa penampakan Yesus Kristus kepada para murid ketika pintu rumah masih terkunci dalam Yoh 20:19, 26). Pola penampakan Kristus yang demikian ini terjadi juga dalam konteks kultur orang Migani melalui tokoh Peagabega sehingga kehadiran-Nya tentu mengatasi ruang dan waktu.

ads

Bertolak dari pendasaran kristologis dengan pendekatan kristofani sebagaimana sejumlah penjelasan di atas, maka tokoh Yesus Kristus maupun Peagabega yang diyakini sebagai tokoh penyelamat, sesungguhnya adalah satu pribadi tetapi menyandang nama yang berbeda. Dalam arti ini, Kristus yang satu dan sama itu, sesudah mengalami kebangkitan-Nya, Ia hadir melalui kuasa Roh Kudus dalam wujud manusia Peagabega.[x] Maka itu, keberadaan tokoh ideal Peagabega dapat dimaknai sebagai Kristus sendiri yang hadir dan menyapa orang Migani sesuai dengan konteks setempat; sebab berdasarkan refleksi iman orang Migani beragama Katolik, kedua tokoh ini adalah satu pribadi dengan “dua nama”. Bertolak dari refleksi iman seperti ini, maka konsekuensinya adalah umat setempat dapat menyebut: “Kristus sama dengan Peagabega, bukan lagi mirip seperti Peagabega”. Dengan adanya refleksi terhadap Yesus Kristus yang demikian tentu tidak bermaksud mereduksi ajaran resmi Gereja apalagi hendak mengabaikannya. Maka sambil berpegang teguh pada ajaran Gereja, ekspresi iman seperti itu dalam konteks inkulturasi memang dibutuhkan bahkan harus dilakukan demi alasan pastoral.[xi] Dengan demikian, melalui upaya seperti itu diharapkan dapat mewartakan Kristus dan ajaran-Nya sesuai konteks masyarakat setempat sehingga pewartaannya sungguh-sungguh mengakar dalam kultur orang Migani.

Baca Juga:  KPU Tambrauw Resmi Tutup Pleno Tingkat Kabupaten

Pendasaran kristologis yang dikaji berdasarkan sudut pandang kristofani sebagaimana telah diuraikan di atas bukan tanpa alasan. Oleh sebab itu, beberapa teks Kitab Suci PB berikut akan menjadi alasan pokok untuk membuktikan bahwa Yesus Kristus itu benar-benar hadir dan menyapa setiap suku bangsa di bumi ini termasuk suku bangsa Migani melalui tokoh-tokoh ideal yang ada seperti Peagabega. Dalam arti ini, Yesus Kristus tidak berhenti menjadi orang Yahudi tetapi melalui peristiwa inkarnasi Ia pun menjumpai setiap suku bangsa sesuai dengan konteks masyarakat setempat.[xii] Untuk itu, beberapa teks biblis berikut akan semakin memperjelas dan sekaligus memperkuat pendasaran kristologis atas pengakuan Yesus Kristus Peagabega.[xiii]

Yoh 1:14  : Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.

Flp 2:6-7   : …….Yesus Kristus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

Kutipan teks PB di atas terlihat jelas bahwa teks tersebut membuka kemungkinan atau semacam memberi peluang bagi setiap suku bangsa termasuk suku bangsa Migani untuk mengungkapkan pandangannya sendiri tentang siapa itu Yesus Kristus dan bagaimana Ia bermakna bagi kehidupan masyarakat setempat. Dalam hal ini, misteri inkarnasi Kristus dilihat dan dimaknai sebagai suatu bentuk kontekstualisasi sehingga setiap suku bangsa dapat merefleksikan tokoh Yesus Kristus sesuai dengan pola kulturnya masing-masing. Melalui inkarnasi Kristus tersebut, Ia tentu tidak menolak kebudayaan Yahudi namun Yesus Kristus juga tidak berhenti menjadi orang Yahudi. Oleh sebab itu, peristiwa inkarnasi Kristus tidak hanya terbatas pada bangsa Yahudi saja melainkan berlaku juga untuk segala suku bangsa di bumi ini termasuk suku bangsa Migani.[xiv]

Berpijak pada pemahaman iman seperti itu, maka orang Migani pun semakin percaya bahwa Yesus Kristus itu hadir dalam kultur mereka. Ia yang menjelma menjadi manusia dan yang bangkit dari alam maut tersebut kini sudah tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu, Kristus melalui kuasa Roh Kudus-Nya hadir dan memperlihatkan diri kepada suku bangsa Migani dalam rupa manusia Peagabega. Dalam hal ini, Kristus tidak bersembunyi atau menyembunyikan diri-Nya dari kehidupan masyarakat Migani. Ia juga tidak berada jauh di sana melainkan ada dan hidup bersama-sama dengan orang Migani dalam konteks masa kini (bdk. Yoh 10:10).[xv] Cara pandang seperti ini akan terasa kurang logis bahkan hampir mustahil bila kita memaknainya dari perspektif Yesus historis (berasal dari Nazaret, orang Yahudi) namun penulis menyajikannya demikian berdasarkan perspektif Kristus iman (peristiwa inkarnasi Kristus dan karya-Nya sesudah bangkit melampaui batas ruang dan waktu).

Penjelasan tersebut hendak menegaskan bahwa misteri hidup Yesus Kristus itu tak pernah tuntas dibahas oleh siapa pun dan kapan pun.[xvi] Dalam hal ini, misteri Kristus begitu dalam dan luas, sehingga tidak mungkin dirumuskan atau diungkapkan secara holistik dalam suatu rumusan tertentu. Kristus juga sebagai seorang pribadi tidak sepenuhnya dipahami dan dideskripsikan, apalagi dihayati dalam satu definisi.[xvii] Oleh karena itu, Yesus Kristus tidak pernah selesai dibahas dalam suatu aliran teologi tertentu atau pun dalam rumusan dogma-dogma kristiani; sebab iman akan Kristus tidak terikat pada kata atau rumus tertentu, melainkan menyangkut fakta dan pengalaman hidup manusia sepanjang zaman.[xviii] Hal ini hendak menunjukkan bahwa setiap generasi yang hidup pada zaman tertentu memiliki pandangannya sendiri tentang Yesus Kristus sesuai konteks setempat. Salah satu contohnya adalah Kristus yang satu dan sama itu dilihat dan dimaknai dari perspektif yang berbeda oleh generasi tertentu sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci PB.[xix]

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Dengan adanya realitas seperti itu, maka tidak salah dan bukan keliru bila setiap suku bangsa termasuk suku bangsa Migani sambil berpedoman pada ajaran resmi gereja, menampilkan paham Kristusnya sendiri berdasarkan latar belakang hidup, pola pikir dan konteks kebudayaan setempat. Tujuannya tidak lain adalah agar umat setempat semakin mengimani Yesus Kristus secara kontekstual. Di sinilah Kristus itu justru memiliki nilai dan makna yang universal bagi segala suku bangsa di bumi ini.[xx] Dengan menyadari bahwa Kristus itu universal, maka orang Migani melihat Dia dalam kebudayaannya sendiri melalui kehadiran tokoh ideal Peagabega.[xxi] Dalam konteks ini, jika Kristus itu tidak universal maka tentu tidak mungkin ada upaya kontekstualisasi yang dilakukan seperti adanya kristologi Afrika, Korea, India, Amerika Latin, kristologi dari sudut pandang perempuan Asia, Black Theology, dan lain-lain.

Berkaitan dengan hal itu, bukan tidak mungkin lagi untuk memaknai Kristus secara demikian sebab umat kristiani secara jelas mengimani bahwa Putra Allah telah merendahkan diri dari tempat kediaman-Nya yang tinggi, diam di antara kita untuk menebus kita (lih. Yoh 1:14). Teks biblis ini secara jelas menunjukkan bahwa Yesus Kristus itu tidak berada jauh di sana melainkan Ia hadir dan menyapa setiap suku bangsa di bumi ini sesuai dengan konteks kultur setempat termasuk suku bangsa Migani melalui tokoh ideal Peagabega agar masyarakat setempat mengalami keselamatan hidup ideal. Dalam arti ini, Kristus dapat dijumpai melalui tokoh-tokoh ideal yang terdapat dalam setiap kebudayaan suku bangsa di dunia ini, terutama sejauh tokoh-tokoh tersebut menghadirkan keselamatan hidup ideal bagi masyarakat setempat.

Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka hal yang perlu diketahui adalah penulis menyajikan pokok mengenai pendasaran kristologis atas pengakuan Yesus Kristus Peagabega ini dengan menggunakan pendekatan Kristus iman.[xxii] Pendekatan yang dimaksud berpijak pada peristiwa inkarnasi Kristus dan karya-karya-Nya sesudah Ia mengalami kebangkitan. Dalam arti ini, misteri inkarnasi Kristus dan karya-Nya sesudah bangkit kini sudah tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu sehingga Ia dapat hadir dalam pelbagai kebudayaan.[xxiii] Berkaitan dengan hal ini, Kristus yang bangkit dengan tubuh-Nya yang mulia (lih. 2Tes 2:14; Rom 6:4, 8:11) kini masih terus hidup di tengah-tengah segala suku bangsa melalui kuasa Roh Kudus-Nya.[xxiv] Demikian juga dengan peristiwa inkarnasi Kristus melampaui batas ruang dan waktu sehingga melalui nilai-nilai positif yang ada dalam setiap kultur terutama melalui tokoh-tokoh ideal, Ia pun dapat menampakan wajah-Nya. Oleh karena itu, penulis percaya bahwa Kristus melalui kuasa Roh Kudus-Nya masih terus berkarya di dunia ini, kini dan di sini (hic et nunc) sesuai dengan konteks khas setiap suku bangsa termasuk suku bangsa Migani melalui kehadiran-Nya dalam diri tokoh Peagabega.[xxv]

Penulis juga amat menyadari bahwa Gereja mengingatkan untuk tidak memisahkan antara Yesus dari Nazaret dengan Kristus iman sebab merupakan satu diri pribadi yang tunggal dan tak terbagikan (bdk. Mat 16:16);[xxvi] namun demikian, sebagai suatu tawaran dari penulis supaya masyarakat setempat lebih mudah mengenal dan menerima Yesus Kristus secara kontekstual, maka dengan tahu dan mau penulis menyajikannya demikian tanpa bermaksud mereduksi atau pun mengabaikan ajaran Gereja. Oleh karena itu, penulis sarankan untuk membaca kajian ini dari perspektif Kristus iman; dengan harapan dapat membantu umat setempat semakin mengimani Yesus Kristus sesuai pola kulturnya sendiri; sehingga dengan demikian pewartaannya sungguh-sungguh mendarat di hati umat.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

 

)* Penulis adalah mahasiswa Magister  Ilmu Teologi Pasca-Sarjana, Universitas Katolik Parahyangan Bandung

CATATAN AKHIR:

[i] Bagian ini berhubungan dengan pendasaran kristologis yang memungkinkan orang Migani Katolik menerima dan mengakui tokoh ideal Peagabega sebagai Yesus berdasarkan konteks kultur setempat.

[ii] Kristofani (Yun. ‘pernyataan diri Kristus’) yang dimaksud dalam konteks ini adalah peristiwa-peristiwa penampakan Yesus Kristus sesudah mengalami kebangkitan-Nya. Selengkapnya lih. Gerald O’Collins, dkk., Kamus Teologi, hlm. 170. Dalam arti ini, penulis akan memaknai kehadiran Yesus Kristus sesudah kebangkitan-Nya dalam konteks orang Migani melalui tokoh ideal Peagabega.

[iii] Bdk. R.S. Sugirtharajah (peny.), Wajah Yesus di Asia, terj. oleh Ioanes Rakhmat, hlm. 340.

[iv] Bdk. Ensiklik Yohanes Paulus II tentang Amanat Misioner Gereja (Redemptoris Missio), hlm. 34-37.

[v] Bdk. Ibid., hlm. 29, 34-37.

[vi] Bdk. Anscar J. Chupungco, Penyesuaian Liturgi dalam Budaya (terj.), hlm. 76; Lih. juga, Ibid., hlm. 35-36.

[vii] Bdk. Dr. Tom Jacobs SJ, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, hlm. 13.

[viii] JB. Banawiratma, SJ, (Ed.), Kristologi dan Allah Tritunggal, hlm. 42.

[ix] Bdk. Dr. Tom Jacobs SJ, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, hlm. 62-63.

[x] Bdk. Bernardus Boli Ujan, dkk (ed.), Liturgi Autentik dan Relevan, hlm. 37-38.

[xi] Bdk. Peter C. Phan, In Our Own Tongues, hlm. Xii.

[xii] Bdk. Anscar J. Chupungco, Penyesuaian Liturgi dalam Budaya (terj.), hlm. 76-77; Lih. juga,  R.S. Sugirtharajah (peny.), Wajah Yesus di Asia, terj. oleh Ioanes Rakhmat, hlm. 340.

[xiii] Bagian ini mengikuti inspirasi dari Agus A. Alua, Gambaran Makhluk Ideal Dalam Mitos-Mitos Irian Sebelum dan Setelah Bertemu Kristus, hlm. 106-107.

[xiv] Bdk. Bernardus Boli Ujan, dkk (ed.), Liturgi Autentik dan Relevan, hlm. 36.

[xv] Bdk. ibid., hlm. 37-38.

[xvi] Bdk. Tom Jacobs, SJ, IMANUEL: Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus, hlm. 30-31.

[xvii] St. Darmawijaya, Pr, Pengantar Ke Dalam Misteri Yesus Kristus, hlm. 31.

[xviii] Bdk. Tom Jacobs, SJ, IMANUEL: Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus, hlm. 30.

[xix] Selengkapanya baca Dr. Tom Jacobs SJ, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, hlm. 18-21; Bdk. St. Eko Riyadi, Pr, Yesus Kristus Tuhan Kita, Mengenal Yesus Kristus dalam Warta Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 2011, hlm. 14-15, 103; Lih. juga, Dr. C. Groenen, ofm, Sejarah Dogma Kristologi,…. hlm. 12-13.

[xx] Bdk. Kongregasi untuk Ajaran Iman, “Deklarasi ‘Dominus Iesus’ (Pernyataan tentang ‘Yesus Tuhan’)”, dalam Seri Dokumen Gerejawi No. 60, hlm. 33-36.

[xxi] Bdk. Anscar J. Chupungco, Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, hlm. 76.

[xxii] Umat kristiani zaman sekarang dituntut untuk berani menerima tantangan nilai dan makna Yesus Kristus sebagaimana dimaklumkan Gereja perdana dengan berani melangkah dari pengalaman akan Yesus sejarah ke dalam pengakuan Kristus iman. Selengkapnya baca St. Darmawijaya Pr, Pengantar Ke Dalam Misteri Yesus Kristus, hlm. 55-56.

[xxiii] Bdk. Bernardus Boli Ujan, dkk (ed.), Liturgi Autentik dan Relevan, hlm. 38.

[xxiv] Bdk. St. Eko Riyadi, Pr, Yesus Kristus Tuhan Kita, Mengenal Yesus Kristus dalam Warta Perjanjian Baru, hlm. 60-61; Lih. juga, Bernardus Boli Ujan, dkk (ed.), Liturgi Autentik dan Relevan, hlm. 37-38.

[xxv] Bdk. Anscar J. Chupungco, Penyesuaian Liturgi dalam Budaya, hlm. 76-77.

[xxvi] Ensiklik YOHANES PAULUS II tentang Amanat Misioner Gereja (Redemptoris Missio), hlm. 13; Lih. juga, Kongregasi untuk Ajaran Iman, “Deklarasi ‘Dominus Iesus’ (Pernyataan tentang ‘Yesus Tuhan’)”, dalam Seri Dokumen Gerejawi No. 60, hlm. 29.

Artikel sebelumnyaSosialisme Untuk Pembebasan Papua
Artikel berikutnyaGubernur Papua Barat Upayakan Putra Putri OAP untuk IPDN 2018