100 Hari Geri Goo Dibunuh: Polisi Bujuk Agar Diselesaikan Secara ‘Kekeluargaan’

0
11541

DOGIYAI, SUARAPAPUA.Com — Hari ini, Minggu (15/07/2018) genap 100 hari sejak oknum polisi Polsek Moanemani yang berada dibawah komando Polres Nabire itu menembak mati Geri Goo dan melukai Rudi Auwe pada Jumat, 06 April 2018 lalu. Namun tanda-tanda penyelesaian kasus ini melalui prosedur yang berlaku masih belum nampak. Kasus ini berpotensi terkubur juga seperti kasus-kasus pembunuhan terhadap orang Papua lainnya, dan pelaku kebal hukum.

Baca juga:
Kronologis Penembakan Tim Gabungan Terhadap Pemuda Dogiyai

Setelah 33 Hari Peluru Polisi di Dalam Tubuhnya, Geri Goo Meninggal
Kasus Geri Goo: Selain Minta Tito Karnavian Tanggungjawab, Mahasiswa Desak DPR Bentuk Pansus

Masyarakat Dogiyai dan keluarga korban mengaku sangat kecewa dengan Institusi Kepolisian Republik Indonesia di Papua (Polda Papua). Mereka menuntut pihak Polda Papua bertanggungjawab menindak tegas oknum bawahannya yang menembak mati Geri Goo dan menyelesaikan kasusnya melalui prosedur hukum yang berlaku.

Benediktus Goo, kepada suarapapua.com menjelaskan, kasus pembunuhan Geri Goo masih dibiarkan tanpa penyelesaian hingga hari ke-100 ini. Goo adalah koordinator massa aksi yang pimpin demonstrasi rakyat Dogiyai pada Senin, 09 April 2018 di depan kantor DPR Dogiyai menuntut DPR Dogiyai mengawal kasus ini agar diselesaikan melalui jalur yang semestinya.

Baca Juga:  Panglima TNI Didesak Tangkap dan Adili Prajurit Pelaku Penyiksa Warga Sipil Papua

Polda Papua melalui Polsek Moanemani malah membujuk keluarga korban agar penyelesaian pembunuhan atas Geri Goo dibahas secara ‘kekeluargaan’. Tap keluarga korban dan rakyat Dogiyai ingin jalur hukum.

ads

“Penyelesaiannya masih belum ada sampai saat ini. Memang pihak keamanan melalui Polsek Moanemani berkali-kali meminta keluarga untuk menyelesaikan masalah Ini secara kekeluargaan tetapi kami menolaknya,” jelas Goo.

Goo meminta pimpinan kepolisian bertanggngjawab dan minimal mendapat sanksi displin dari lembaga kepolisian sebelum dibawa dan diproses sebagaimana mestinya melalui pengadilan.

“Penembakan Gerry Goo dan Rudy Auwe itu sudah jelas pelakunya anggota Polsek Moanemani sehingga masuk di kategori Pelanggaran HAM Berat. Kami berharap Kapaolda Papua segera pecat Kapolres Nabire dan Kapolsek Moanemani serta segera mengungkap pelaku penembaknya lalu pecat dulu sebelum proses hukum,” tegas Goo.

Sementara itu, mahasiswa asal Dogiyai yang bergabung dalam Front Mahasiswa dan Rakyat Anti Militerisme (FRMAM), Yance Yobee, menuntut agar DPR Dogiyai dan Pemerintah Daerah Kabupaten Dogiyai menekan dan mendesak Polda Papua agar segera menyelesaikan kasus yang sudah 100 hari yang lalu terjadi itu.

Baca Juga:  Pilot Philip Mehrtens Akan Dibebaskan TPNPB Setelah Disandera Setahun

“Sebagai wakil rakyat dan pemerintah setempat, bagaimana ketegasan atau tindakan nyata Bapak dalam memberikan rasa aman bagi masyarakat? Kapan sikap tegas dari bapa-ibu akan ada untuk menindaklanjuti dan mengungkap pelaku penembakan?” tanya Yobee yang juga ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Dogiyai di Yogyakarta-Solo (Ipmado Jog-Lo) ini saat dimintai keterangannya oleh media ini.

Upaya-upaya Mediasi Kasus

Melalui FRMAM, mahasiswa dan rakyat anti militerisme telah melakukan aksi-aksi dalam rangka memediasi kasus ini agar nasibnya tidak serupa kasus pembunuhan lain, dimana para pelaku jadi kebal hukum dan dibiarkan terkubur tanpa keadilan bagi korban.

Selain upaya keluarga korban di Dogiyai, Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa kabupaten Dogiyai se-Jawa dan Bali (Ipmado Se-Jawa Bali), Yohannes Tigi telah mengoordinir aksi demonstrasi damai serentak di Bali, Malang, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Jakarta, Bogor dan Bandung. Tigi bahkan telah melaporkan kasus pembunuhan ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Tapi hingga hari ke-100, semua upaya bagi penyelesaian itu tampak sia-sia.

“Peristiwa penembakan yang terjadi di Dogiyai pada 06 April merupakan pelanggaran HAM. Polisi itu tugasnya melindungi, mengayomi rakyat. Tindakan menembak rakyat tanpa melalui prosedur penangkapan, interogasi dan penyelidikan adalah tindakan premanisme,” begitu komentar Tigi kepada suarapapua.com saat dimintai tanggapannya pada 11 Mei 2018 lalu.

Untuk diketahui, Geri Goo ditembak mati oleh oknum kepolisian Polsek Moanemani pada 06 April 2018 dalam sebuah keributan yang terjadi jam 20:00 WIB di atas jembatan Kali Mauwa, Mauwa, Moanemani, Dogiyai. Selain Goo, peluru juga melukai Rudi Auwe.

Tiga peluru mengenai tubuh Geri. Satu di punggung atas, satu lagi mengenai dada, tidak tembus alias peluru di dalam dadanya karena tidak berhasil dikeluarkan petugas medis hingga ia meninggal di kampungnya, Goodide, 33 hari kemudian (09/05/2018). Peluru lainnya mengenai paha.


Pewarta: Bastian Tebai

Artikel sebelumnyaKlasis Kingmi Keneyam: Tiga orang Meninggal Paska Penyisiran Aparat Keamanan
Artikel berikutnyaLima Bulan Tidak Digaji, Guru di Paniai Tuntut BKD Terbitkan SPG