Diskusi Garda-P Tutup Freeport dan Stop Militerisasi di Tanah Papua

0
3405

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Gerakan Rakyat Demokratik (Garda) Papua menggelar diskusi bertema “Tutup Freeport Indonesia, Stop Militerisasi dan harus membangun pasar mama-mama Papua di seluruh Tanah Papua”.

Diskusi itu dilaksanakan di aula Asrama Tauboria Abepura kota Jayapura, Selasa (28/8/2018).

Jalmy Waro, ketua Garda Papua mengatakan, diskusi ini digelar sebagai bentuk desakan untuk tutup Freeport, karena akar persoalan Papua ada di situ. Tetapi juga sebagai bentuk desakan kepada pemerintah agar membangun pasar mama-mama di seluruh Tanah Papua dan tarik militer dari Tanah Papua yang selalu memakan korban manusia.

Baca Juga:  PWI Pusat Awali Pra UKW, 30 Wartawan di Papua Tengah Siap Mengikuti UKW

Semua ini dilakukan, kata Waro, agar orang asli Papua benar-benar menjadi tuan di atas tanahnya sendiri.

Natan Tebai, sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap) mengatakan, sejauh ini pihaknya telah mendorong dan mengusulkan supaya setiap kabupaten di Papua membangun pasar mama-mama Papua.

ads

“Keerom, Nabire, Wamena dan Paniai sudah kami usulkan supaya pedagang mama-mama Papua mendapatkan tempat layak, selain Jayapura yang sudah beroperasi,” kata Tebai.

Sementara kata Natan, pasar yang sudah dibangun seperti di kota Jayapua, sering muncul keluhan dari mama-mama Papua, karena mama-mama diminta untuk membayar pajak listrik dan kebersihan, sehingga penggunaannya tidak berjalan maksimal.

Baca Juga:  AJI, PWI, AWP dan Advokat Kecam Tindakan Polisi Terhadap Empat Jurnalis di Nabire

“Sebenarnya pasar yang dikhususkan itu untuk listrik dan kebersihan harusnya dari dana hibah, agar pedagang asli ini berjualan nyaman. Kami tidak ada niat yang lain, kami hanya mau mama-mama kami dihormati sebagai manusia yang sama di mata Tuhan di tanah mereka sendiri,” pungkasnya.

Benny Pakage, penulis buku yang juga menjadi pemateri utama dalam diskusi itu mengungkapkan, PT. Freeport Indonesia ketika pertama kali masuk dan beroperasi melalui berbagai tawaran dan negosiasi, namun hingga sekarang orang Papua yang adalah pemilik tanah diabaikan.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

“Memang perjalanan sejarah Freeport sangat panjang di Tanah Papua. Seperti pertama kali Freeport beroperasi, orang Kamoro di Timika yang tidak pernah tahu ancaman berbahaya dari luar mulai diancam dengan militer. Akibatnya tahun 1996 sebanyak 7 suku besar di Timika gabung jurus dan lawan Freeport, namun sayangnya Freeport lebih kuat dan masih beroperasi hingga sekarang,” ujar Pakage.

Dengan demikian ia berharap dengan adanya diskusi yang diselenggarakan Garda-P ini harus melahirkan ide-ide baru yang bisa didorong secara bersama kedepan.

Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaDaftar Calon Sementara Yahukimo Diminta Disamakan
Artikel berikutnyaMasyarakat Werur Tolak Kepala Kampung Yang Ditunjuk Bupati