Bupati Bintuni: Raperdasus DBH Migas Harus Disahkan Jadi Perdasus

0
8053

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Bupati kabupaten Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw mengatakan, pemerintah kabupaten Bintuni bersama masyarakat tujuh suku di Bintuni, pemda Sorong dan raja Ampat berharap agar rancangan perdasus tentang Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang sedang digodok DPR Papua Barat dapat disahkan menjadi Perdasus.

Kasihiw menjelaskan, pemerintah kabupaten Teluk Bintuni bersama masyarakat tujuh suku pemilik hak ulayat di Bintuni, pada tanggal 11 Oktober sudah bertemu dengan pansus DPR Papua Barat yang menangani DBH Migas.

Untuk mendorong raperda DBH Migas, pemerintah Teluk Bintuni sudah membentuk tim dan sudah bekerja dan juga telah melakukan konsolidasikan buah-buah pikiran dari tim dengan gubernur Papua Barat.

“Pada hari yang sama kami ketemu dengan MRP PB serta Bapemperda DPR Papua Barat. Artinya keseriusan kami daerah penghasil, Sorong, Bintuni dan Raja Ampat sudah bertemu di beberapa ivent dan terakhir kemarin bertemu dengan pansus. Kami sudah menyerahkan seluruh hasil buah-buah pikiran itu kepada pansus DPR PB,” jelasnya kepada suarapapua.com dari Bintuni lewat telepon seluler pada Senin (15/10/2018) kemarin.

Kasihiw berharap agar  raperda tersebut harus ditetapkan menjadi Perdasus DBH Migas. Katanya, jika ditetapkan menjadi Perdasus DBH akan membantu proses pembangunan di kabupaten Bintuni maupun dua kabupaten lain yang juga sebagai penghasil Migas.

ads

“DPR PB harus tetapkan dan sahkan untuk menjawab persoalan-persoalan bangunan dan kemasyarakatan yang ada terkait proyek-proyek nasional yang ada di kabuapaten Bintuni. Ada LNG Tangguh, Genting Oil, dan SKK Migas tetapi kami daerah pengahsil merasa bahwa daerah penghasil tidak mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan aturan UU yang  berlaku,” terangnya.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

Upaya pemda Bintuni mendorong rapeda DBH Migas tersbeut, tidak lain tidak bukan dengan maksud  untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada di kabupaten. Selain itu, jika ditetapkan menjadi Perdasus, maka hal tersbeut merupakan bentuk pengakuan terhadap masyarakat adat.

“Kalau disahkan, itu artinya ada pengakuan terhadap masyarakat adat. Ini berkaitan dengan hak-hak kami terhadap eksploitasi dan eksplorasi Minyak dan Gas terutama hak-hak dasar masyarakat tujuh suku yang ada di kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil,” katanya.

Ketika disinggung tentang konosolidasi dengan kabupaten Sorong dan Raja Ampat untuk  mendorong DBH Migas, Kasihiw menjelaskan, koordinasi di tingkat para bupati berjalan baik dan sepakat dengan konsep dan pemikiran yang sudah dituangkan dalam Raperdasus.

Ia juga menjelaskan, konsep pertama, adalah tentang tiga daerah penghasil migas. Untuk konsep tersebut ia mengaku sudah ketemu dengan gubernur dan DPR PB, di tingkat pemerintah daerah sudah sepakat.

“Untuk di tingkat masyarakat saya sendiri belum tahu langkah apa yang diambil oleh kabupaten sorong dan raja ampat tetapi dalam pertemuan bebebrapa waktu lalu, kabupaten sorong masyarakat hadir ketika pembukaan sidang oleh gubernur, masyarakat dari sorong selatan yang merupakan bagian dari masyarakat sorong yang termasuk dalam masyarakat kokoda, mereka menyampaikan aspirasi bahwa mereka juga harus diperhatikan,” jelasnya.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Meski keputusan akhir akan bermuara kepada kewenangan DPR Papua Barat dan pemerintah provinsi, pihaknya hanya menyampaikan pokok-pokok pikiran.

“Tetapi dari formula yang kami susun, baik pembagian untuk peemrintah dan masayarakat pada prinsipnya semua menerima,” ujarnya.

Pembagian DBH Migas sebelum ada Perdasus  diatur lewat peraturan gubernur. Meski diatur lewat Pergub, ia merasa bahwa bagian untuk kabupaten Bintuni mendapat porsi yang kecil padahal Bintuni merupakan sebagai daerah penghasil.

“Pembagian DBH dengan Pergub belum menjawab kepentingan masyarakat adat pemilik hak ulayat. Karena kita di daerah selalu hadir sebagai pemadam kebakaran ketika masyarakat protes dan berkespresi terhadap program-program dan perusahaan-perusahaan pengelola minyak dan gas. Masyarakat kan selalu tuntut ke kami tentang hak-hak masyarakat adat,” terang Kisihiw.

Dalam peraturan gubernur, dijelaskan Kisihiw, bagian untuk masyarakat adat belum tergambar di dalam pergub dan itulah yang menjadi persoalan. Di era otsus sehingga hak-hak masyarakat ini harus diakomodir dan diperhatikan.

“Itulah kenapa kami berikan dan sampaikan pokok-pokok pikiran agar raperda ini segera menjadi perdasus supaya hak-hak masyarakat adat juga diakomodir. Ini juga merupakan janji gubernur saat kampanye. Jadi kami para bupati dari tiga daerah penghasil ini sifatnya hanya membantu gubernur agar visi dan misi gubernur yang disampaikan adalam kampanyenya dapat terjawab dalam sidang tahun ini,” tambahnya.

Masyarakat dari tiga kabupaten penghasil Minyak dan Gas yang ada di Papua Barat antara lain kabupaten Bintuni, Sorong dan Raja Ampat mengharapkan agar raperda tentang Dana Bagi Hasil (BDH) Migas yang sedang digodok DPR Papua Barat dapat disahkan menjadi Perdasus.

Baca Juga:  Warga Tiom Ollo Duduki Kantor Bupati Lanny Jaya Minta Atasi Bencana Longsor

Wim Fimbay, salah satu tokoh masyarakat dan tim raperdasus DB Migas beberapa waktu lalu di Reremi, Manokwari menjelaskan, pihaknya bersama masyarakat dan tiga pemerintah kabupaten penghasil Migas mendorong agar Raperda BDH Migas dapat disahkan untuk mengatur pembagian DBH.

“Kami berharap supaya rapeda DBH Migas disahkan. Kalau disahkan ini adalah bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat di tiga kabupaten dan masyarakat tujuh suku di Bintuni. Selain itu DBH migas ini bisa membantu pemerintah daerah membangun Bintuni untuk masyarakat,” jelas Fimbay.

Ketua Pansus raperdasus DBH Migas, Imanuel Yenu saat dikonfirmasi suarapapua.com mengatakan, tim Pansus DPR Papua Barat masih bekerja.

Ia mengatakan, Pansus baru turun ke kabupaten kota penghasil migas untuk menyerap aspirasi sebelum raperdas dibahas dan ditetapkan. Karena anggota DPR PB berpadangan bahwa sebelum sebuah produk hukum ini ditetapkan dan digunakan harus dilakukan psenyerapan aspirasi dari tiga kabupaten penghasil Migas di Papua Barat.

“Kami harus serap aspirasi dari masyarakat sebanyak mungkin agar jangan sampai ada yang tidak terwakili dalam raperdasus yang ada. Sehingga DPR PB bentuk pansus lagi masyarakat untuk turun ke kabupaten yang wilayahnya dieksplorasi juga masyarakat yang  terkena dampak baik dan buruk dari kehadiran perusahaan itu masyarakat setempat yang alami dan rasakan,” katanya.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaPemekaran Wilayah di Papua, Antara Solusi dan Masalah
Artikel berikutnyaImanuel Yenu: Pansus Raperdasus DBH Migas sedang Bekerja