ArsipJelang Pilpres, OPM Rencana Serang Dalam Kota

Jelang Pilpres, OPM Rencana Serang Dalam Kota

Minggu 2014-07-06 11:06:30

PAPUAN, Jayapura — Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) mengumumkan rencana penyerangan dalam kota di wilayah Pegunungan Tengah Papua dalam usaha memboikot Pemilihan Presiden RI 2014 yang akan dilaksanakan pada 9 Juli mendatang.

Panglima Divisi VII Lapago, Erimbo Enden Wanimbo menegaskan, penyerangan terhadap sejumlah obyek vital dan markas dari aparat

keamanan, mulai dilakukan pada Ahad, hari ini.

 

“Kami menyerukan untuk memboikot Pilpres, kami hanya meminta referendum,” katanya Erimbo dalam wawancara bersama wartawan di Markasnya di Pirime, Lanny Jaya.

 

Ia mengatakan, rencana penyerbuan berkaitan erat dengan perjuangan TPN -OPM dalam menuntut kemerdekaan bagi Papua.  

 

Selama ini, kata dia, pemerintah Indonesia tak pernah memberikan kesempatan bagi Papua untuk berkembang. Indonesia telah mengambil alam Papua dan mengeruk sumber daya alam yang maha dashyat serta hanya meninggalkan sedikit bagi mereka.  

 

“Papua bukan milik Indonesia, Indonesia juga melakukan pelanggaran HAM,  mengambil tanah kami, merusak hutan kami, dan ini saatnya, kami mau meminta itu semua, kami mau merdeka dan berdiri sendiri,” ujarnya.

 

Menurut dia, persoalan pelanggaran HAM dimulai sejak pemerintah dan tentara memasuki wilayah pesisir dan pegunungan di Papua. Pada saat bersamaan, dilaksanakan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang jauh dari adil dan jujur.  

 

“Orang Papua dibunuh pada waktu Pepera, kami tidak bisa melawan, tapi sekarang, kami, dengan panah, akan melawan Indonesia dengan senjata, kita akan lihat siapa yang menang,” tegasnya.

Pepera 1969 dilaksanakan sebagai bagian dari perjanjian New York. Pepera digelar dalam tiga tahap. Pertama dilangsungkan konsultasi dengan dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera. Kedua, pemilihan Dewan Musyawarah Pepera dan ketiga, pelaksanaan Pepera dari Merauke hingga Jayapura.

 

Hasil Pepera ketika itu menunjukkan warga Papua menghendaki bergabung dengan NKRI. Hasil Pepera kemudian dibawa ke sidang umum PBB dan disetujui pada tanggal 19 November 1969.

 

“Pepera itu tidak sah. Kami menuntut referendum ulang,” kata Erimbo lagi.

Erimbo adalah salah satu dari tiga ‘penguasa’ tentara Papua Merdeka di Pegunungan Tengah. Dua lainnya yakni, Purom Wenda dan Goliath Tabuni. 

 

Erimbo mengklaim sebagai pejuang muda yang memiliki ratusan prajurit di daerah Pirime hingga Bolakme. Tentaranya memegang senjata otomatis dan kerap mengganggu sejumlah pos militer.

Aksi besar yang dilakukan Erimbo bersama anak buahnya yaitu ketika menyerang kantor Kepolisian Sektor Pirime, Kabupaten Lanny Jaya pada 27 November 2012. Tiga anggota Polisi tewas ketika itu. Diantaranya Kepala Polsek Pirime Inspektur Dua Rolfi Takubessy, Brigadir Jefri Rumkorem, dan Brigadir Satu Daniel Makuker.

Rofli ditemukan meninggal di kamar. Daniel Makuker tewas di dalam kantor polsek lama. Sementara Jasad Jefri ditemukan dibawah tiang bendera yang ditembaki ketika hendak menaikkan bendera Merah Putih.

 

Aksi kelompok Erimbo yang meresahkan juga ketika menghadang rombongan Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Tito Carnavian dan Asintel Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Napoleon pada Rabu 28 November 2012.

Rombongan yang saat itu hendak menuju Tiom, ibu kota Kabupaten Lany Jaya Papua, diberondong kelompok Erimbo. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

Sementara itu, dalam wawancara tertutup ini, Erimbo yang dikawal puluhan prajuritnya, menolak rencana dialog antara Jakarta dan Papua. 

 

Ia mengutuk setiap aktivitas yang mengatasnamakan orang Papua dan menyerukan sebuah perundingan damai antara Indonesia dan Papua.  

 

“Kami tidak memerlukan itu, kami butuh referendum. Kalau dialog, itu hanya menghabiskan waktu.”

Ia memandang, ‘dialog’ dapat dipolitisir oleh para elit. “Rakyat tidak butuh dialog, kalau ada jaringan OPM yang mendorong perundingan atau dialog, kami dengan tegas menolaknya, itu tidak sejalan dengan misi kami sebagai pejuang Papua,” pungkasnya. 

 

Erimbo mendesak pemerintah Indonesia dan dunia internasional segera menggelar referendum bagi Papua.  

 

“UUD Indonesia menyebut, bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

 

"Dengan dasar itu, kami menuntut hak penentuan nasib sendiri melalui mekanisme Referendum yang sah,” tandasnya.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di...

0
“Tindakan dari para pelaku itu masuk dalam kategori penyiksaan. Korban dimasukan dalam drum berisi air dan dianiaya, dipukul, ditendang dan diiris punggungnya dengan pisau. Itu jelas tindakan penyiksaan dan bagian dari pelanggaran HAM berat,” ujar Emanuel Gobay.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.