ArsipDari Duka Kemanusiaan di Palestina Hingga Tanah Papua Barat: Kapan Berakhir?

Dari Duka Kemanusiaan di Palestina Hingga Tanah Papua Barat: Kapan Berakhir?

Minggu 2014-07-13 06:00:45

Oleh: Naftaly Edoway*

 

“Penghargaan terhadap nilai kemanusiaan manusia mesti dijunjung, sebaliknya pencideraan terhadap nilai kemanusiaan mesti ditentang.“

 

Konflik Israel-Palestina yang belakangan terjadi ini bukanlah hal yang baru. Konflik ini telah dan terus mewarnai kehidupan masyarakat di tanah Palestina dan Yahudi. Korban telah banyak berjatuhan oleh roket-roket pembunuh. Banyak rumah dan harta benda ikut diludeskan. Upaya ke arah perdamaian telah dilakukan berulangkali dan mungkin akan dilakukan, namun hingga kini perdamaian itu belum terwujud.

 

Terbunuhnya ratusan warga Palestina yang mayoritas anak-anak dan perempuan ini terus memberitahukan kita, bahwa perjuangan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di muka bumi masih panjang.

 

Peristiwa ini juga terus mengajarkan kita, bahwa kasih kepada sesama semakin pudar dari kamus kehidupan manusia. Kasih, terus dibantai oleh kepentingan politik dan ekonomi sehingga nilai kemanusiaan tak dianggap sama sekali.

 

Kebiadaban yang membunuh anak-anak dan perempuan sipil, sesungguhnya telah melanggar hukum perang. Mereka yang seharusnya dilindungi, justru ikut dibantai oleh mesin-mesin pembunuh modern.  

 

Israel mesti disalahkan karena telah melakukan pelanggaran kemanusiaan yang berat tetapi juga kelompok Hamas yang berlindung dibelakang anak-anak dan perempuan. Kedua kelompok yang berkonflik ini mesti ditentang agar tidak mengulangi praktek yang sama di kemudian hari.

 

Tangisan masih menyelimuti tanah Palestina dan Israel. Duka nestapa dan luka masih menghiasi keluarga korban bahkan semua yang bersimpati.

 

Pemerintah dan rakyat Indonesia yang baru saja mengelar pemilihan presiden, ikut menentang sikap pemerintah Israel yang arogan, bengis dan biadab itu. Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK yang bertarung  dalam merebutkan tambuk kekuasaan di negeri ini pun ikut menentang tindakan Israel itu.  

 

Sementara, Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, menyatakan bahwa pihaknya sedang menggalang dukungan dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan negara-negara non-blok sebagai dukungan dan keberpihakan Indonesia kepada Palestina[1].

 

Tapi, bagaimana dengan konflik kemanusiaan yang masih menjadi pekerjaan rumah di dalam negeri ini? Mestikah kita melihat selumbar di mata sesama bangsa tapi melupakan balok dalam mata bangsa kita?

 

 

Di Indonesia, pelanggaran terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru masih membekas dan belum terselesaikan. Banyak korban dan keluarga korban masih menuntut pemenuhan hak-hak mereka dari pemerintah yang berkuasa.  

 

Sulitnya mendapatkan keadilan atas tuntutan hak karena pencideraan terhadap nilai kemanusia tersebut, ibarat punuk merindukkan bulan.

 

Lalu, bagaimana situasi kemanusiaan di tanah Papua? Sudah lima puluhan tahun lebih konflik lantaran politik dan kemanusiaan antara Jakarta dan Papua masih terjadi.

 

Pelanggaran terhadap kemanusiaan oleh kekuatan negara masih saja terlihat hingga kini. Peristiwa di Pasar Sentral Youtefa Abepura yang menewaskan seorang anggota polisi dan melukai salah satu rekannya yang kemudian membuat polisi bertindak brutal dan bengis hingga menewaskan sejumlah warga sipil adalah peristiwa kemanusiaan yang mesti menjadi keprihatinan kita bersama[2].

 

Berbagai upaya telah dilakukan oleh rakyat Papua untuk menyelesaikan berbagai konflik yang ada, namun belum direspon positif oleh Pemerintah Jakarta.

 

Memang, Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah berjanji untuk menyelesaikan masalah Papua dalam masa jabatannya, namun hingga akhir masa jabatannya, janji itu belum dipenuhinya juga. 

 

Salah satu upaya yang masih terus diperjuangkan adalah dialog Jakarta-Papua. Negara-negara seperti Amerika, Inggris dan Swiss melalui perwakilannya telah menyatakan dukungan mereka atas usulan dialog itu, namun pemerintah Jakarta masih menyimpan kecurigaan, sehingga keinginan itu belum kesampaian.  

 

Dialog yang diusulkan ini sebenarnya adalah cara lain untuk mencoba mengakhiri duka derita yang masih menyelimuti orang Papua. Duka derita lantaran pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara secara masiv pada masa lalu, tapi juga yang masih berlangsung.

 

Akhirnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menghentikan serangannya ke Palestina hingga tujuan mereka tercapai[3].  

 

Apa tujuannya? Entalah! Lalu bagaimana dengan sikap Jakarta ke Papua? Tapi, kapan pencideraan terhadap kemanusiaan ini akan diakhiri?  

 

Mestikah kita (Jakarta-Papua atau Israel-Palaestina) menunggu hingga hari kiamat? Semoga kita menemukan Oase di tengah gurun penderitaan ini.

 

 

[1]  http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/14/07/12/n8karb-indonesia-galang-dukungan-tekan-israel

[2] http://tabloidjubi.com/2014/07/04/tiga-orang-ditemukan-tewas-paska-insiden-pasar-youtefa-satu-tertembak/

[3] http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/14/07/12/n8l8ql-pm-israel-saya-tak-akan-akhiri-konflik-sebelum-misi-kami-tercapai

 

*Penulis adalah pemerhati sosial dan politik, tinggal di Jayapura, Papua

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kapolda Papua Barat Didesak Pidanakan Oknum Penganiaya Wartawan di Kaimana

0
“Saya juga mendesak Pangdam XVIII Kasuari untuk memberikan atensi pada kasus saudara Muray dengan memerintahkan Subden POM XVIII/1-3 Kaimana untuk menyelidiki indikasi keterlibatan anggotanya dalam kasus penganiayaan berat terhadap wartawan bernama Lukas Muray di Kaimana ini.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.