ArsipPemerintah Pusat Dituding Tidak Pro Aktif Mencegah Konflik di Papua

Pemerintah Pusat Dituding Tidak Pro Aktif Mencegah Konflik di Papua

Jumat 2014-10-17 23:15:01

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Beberapa rentetan konflik yang terjadi selama tahun 2014 di Tanah Papua, memberikan gambaran bahwa pendekatan pembangunan yang keliru berpotensi menciptakan diskriminasi dan konflik horizontal di Bumi Cenderawasih.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pdt. Anike Mirino, saat membacakan hasil penyelidikan Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (eLSHAM) Papua bersama Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Gereja Kristen Injil (GKI) Papua, Jumat (17/10/2014) siang.

 

“Sesuai pendataan kami, ada lebih dari enam konflik yang terjadi selama tahun 2014 di Tanah Papua,” ujarnya.

 

Konflik tersebut, kata dia, bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) yang terkesan makin subur terjadi di tengah masyarakat Papua.

 

Dipaparkan, konflik bernuansa agama di kota Sorong, 21 April 2014, melibatkan kelompok Kristen dan Muslim.

 

Selain itu, terjadi juga konflik bernuansa budaya pada 2 Juli 2014 di Pasar Sentral Youtefa, Abepura, kota Jayapura. Konflik tersebut  berawal dari pembubaran permainan (judi dan dadu).

 

Konflik bernuansa budaya juga terjadi pada 7 Agustus 2014 di sekitar Pasar Lama Abepura, kota Jayapura. Kejadian berawal dari adu mulut antara Daniel Boleba dengan sekelompok migran.

 

KPKC GKI dan eLSHAM Papua juga mencatat dua konflik bernuansa budaya di wilayah Kabupaten Keerom. Pertama, pada 6 September 2014 di Arso 1, berawal dari pembunuhan terhadap Widya Astuti seorang ibu rumah tangga. Pelakunya adalah Halarius Gombo.

 

Konflik berikut di Arso 2, 22 September 2014, yang berawal dari kecurigaan warga migran terhadap Habel, seorang pemuda asal Papua yang dituduh melakukan pencurian.

 

Sepanjang tahun 2014 konflik dan kekerasan bersenjata terjadi di Kabupaten Kepulauan Yapen, konflik antara aparat TNI/Polri dengan sekempok bersenjata pada empat lokasi berbeda. Akibatnya, tiga orang tewas, tiga orang mengalami luka tembak dan 1 orang dianiaya aparat Polisi. Ratusan warga setempat dilaporkan telah mengungsi ke hutan.

 

“Faktor-faktor konflik yang dipaparkan di atas memberi sinyal bahwa konflik sporadis di tanah Papua suatu saat akan menjadi konflik dalam skala yang lebih besar dan meluas,” tuturnya.

 

Berbagai pihak meminta perhatian pemerintah terhadap berbagai konflik tersebut, pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru tidak melakukan langkah signifikan untuk mengatasinya. Bahkan, terkesan, tidak ada upaya penanganan konflik di Tanah Papua.

 

“Wajar saja jika muncul kesan bahwa pemerintah Indonesia tidak serius dalam menyelesaikan masalah di tanah Papua.”

 

“Pemerintah Pusat, pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat juga tidak pro aktif terlibat dalam upaya pencegahan konflik misalnya dengan melakukan Dialog Lintas Budaya atau Dialog Lintas Agama,” tegasnya.

 

Editor: Mary

 

AGUS PABIKA

Terkini

Populer Minggu Ini:

Koalisi: Selidiki Penyiksaan Terhadap OAP dan Seret Pelakunya ke Pengadilan

0
“Kami juga mendesak pemerintah untuk menghentikan pendekatan keamanan di Tanah Papua yang selama ini justru menimbulkan korban, dan mendorong Panglima TNI untuk segera melakukan evaluasi internal dan pengawasan yang lebih baik serta memastikan terwujudnya akuntabilitas atas kinerja TNI dan penggunaan kekuatan pasukan TNI di Tanah Papua,” tegas Koalisi Kemanusiaan untuk Papua dalam siaran pers yang dikirim dari Jakarta, Sabtu (23/3/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.