ArsipMasyarakat Paniai Masih Takut Beraktivitas

Masyarakat Paniai Masih Takut Beraktivitas

Kamis 2015-01-15 14:22:18

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Setelah peristiwa mengenaskan itu terjadi sebulan yang lalu, masyarakat Paniai hingga hari ini masih takut beraktivitas. Masyarakat tak lagi melakukan aktivitas sebebas-bebasnya seperti biasanya.

Tidak hanya ketika mencari kayu atau berburu di hutan, warga juga tidak tiap hari ke kebun atau ke danau untuk menangkap ikan.

 

“Masih trauma dengan kejadian penembakan bulan lalu itu, jadi kalau ke kebun, kami harus pastikan kondisi di sekitar, aman atau tidak,” kata Mama Hana, warga Enarotali, Paniai, Kamis (15/1/2015).

 

Bapak Yoel juga mengaku beberapa pekan terakhir tidak ke hutan seperti sebelumnya.

 

“Kayu bakar untuk keperluan dapur, beli di Aikai. Begitupun waktu natal, saya tidak cari di hutan karena situasinya belum aman,” cerita ayah enam anak ini.

 

Peristiwa penembakan di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai, Senin (8/12/2014) lalu, sepertinya belum sirna dari ingatan warga. Selain terjadi di siang hari dan di tempat terbuka yang sempat disaksikan banyak orang, korban jatuh tersungkur bak di medan perang.

 

Hal ini mendapat tanggapan dari salah satu tokoh intelektual muda di Kabupaten Paniai, Tinus Pigai.

 

Kata dia, selama pelaku penembakan brutal itu belum ditangkap dan diadili, masyarakat akan terus merasa takut dalam melakukan segala aktivitas.

 

“Terlihat sunyi itu bukan karena apa-apa, tetapi karena pelaku penembakan belum ditangkap dan diadili. Ini yang membuat masyarakat takut melakukan aktivitas seperti biasanya,” kata Tinus.

 

Ia menilai situasi yang dialami warga wajar. “Karena masyarakat lihat aparat itu macam harimau yang kapan saja siap menerkam,” ujarnya.

 

Menurut Tinus, masyarakat hingga kini merasa takut yang berlebihan karena baru kali pertama, peristiwa seperti ini terjadi di depan mata mereka.

 

“Sejak era reformasi hingga sekarang, masyarakat Paniai tidak pernah melihat bahkan merasakan peristiwa naas seperti ini, jadi ini yang membuat masyarakat sangat takut.”

 

“Kemudian kalau dibandingkan dengan semua peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya, baru kali ini yang paling brutal dan sangat tidak manusiawi,” jelas Tinus.

 

Ia menuding kondisi tersebut bukti bahwa pemerintah daerah, aparat dan pemerintah pusat tidak mampu melindungi masyarakat dari rasa takut pascapenembakan di Lapangan Karel Gobai Enarotali, Senin (8/12/2014) lalu.

 

“Sudah sebulan berlalu, tetapi belum bisa menjamin keamanan, itu bagaimana?,” tanya dia.

 

Di tempat keramaian seperti Pasar Baru, Pasar Lama, ataupun di Pelabuhan Aikai dan Pelabuhan Jalan Baru, kata dia, tidak seramai sebelumnya. “Semua sunyi. Ini bukti bahwa aparat ada bukan untuk melindungi masyarakat,” ujarnya lagi.

 

Meski demikian, ia berharap, kondisi keamanan harus stabil kembali seperti sedia kala. Selain tu, Tim Penyelidik Pelanggaran HAM di Paniai yang telah terbentuk di Jakarta (7/1/2015), segera datang ke tempat kejadian perkara (TKP) untuk menyelidiki siapa pelaku penembakan yang menewaskan beberapa anak pelajar.

 

“Kami rakyat Paniai menunggu tim dari Komnas HAM dari Jakarta. Tim ini harus mampu mengungkap dan tidak takut-takut menunjuk siapa pelaku sebenarnya setelah usai melakukan penyelidikan. Karena, dengan begitu masyarakat Paniai terlebih keluarga korban akan puas,” ujar Tinus Pigai.

 

Hasil penyelidikan hingga proses hukum terhadap pelaku, diharapkan akan mengurangi rasa takut, juga aktivitas warga dapat berjalan normal. “Dan, yang terpenting, pelaku harus dihukum,” tegasnya.

 

Editor: Mary
 

STEVANUS YOGI

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi ASN Pemprov Papua, Gobai: Penempatan Jabatan Perlu Perdasi

0
“Di sana telah diatur tentang persentase dalam menduduki jabatan yaitu 80% orang asli Papua dan 20% non Papua. Untuk itu, dalam hal yang penting dan mendesak ini, saya meminta kepada penjabat gubernur Papua untuk segera dapat menandatangani dan memberikan penomoran untuk Raperdasi tersebut. Hal ini penting agar tetap menjadi Perdasi Papua tentang perubahan Perdasi Papua nomor 4 tahun 2018,” pintanya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.