Kamis 2014-10-02 18:11:25
PAPUAN, Australia — Terkait penangkapan dan penahanan dua jurnalis asal Perancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, di Wamena, Papua, pada 06 Agustus 2014, terus mengalir dukungan agar pemerintah Indonesia membebaskan keduanya, dan membuka Papua dari pemantauan media internasional.
Media Australia, Sidney Morning Herald, edisi hari ini, Kamis (2/10/2014) menulis, ada sebuah gerakan perlawanan yang muncul di Senat Australia, dengan dukungan eksplisit dari kantor Menteri Luar Negeri Australia, agar kebebasan pers di Papua Barat dapat dibuka oleh pemerintah Indonesia.
Â
Para anggota senat juga secara terbuka meminta Indonesia agar dapat membebaskan dua wartawan Perancis yang ditangkap, dan kini sedang ditahan di Kantor Imigrasi Jayapura.
Â
Senator dari Partai Hijau, Richard Di Natale, mengatakan, Ms. Bishop, Menlu Australia telah menghubunginya, dan mengatakan pemerintah Australia akan mendukung senat dengan beberapa perubahan teknis.
“Ini jelas telah dipertimbangkan secara rinci oleh kantor menteri luar negeri, dan aku benar-benar didorong untuk menerima komunikasi dari mereka,†kata Senator Di Natale, kepada Fairfax Media.
“Ini dalam konteks bahwa saya hanya bisa menafsirkan dukungan ini sebagai isyarat bahwa pemerintah secara aktif mengirimkan sinyal yang sangat jelas kepada pemerintah Indonesia,†kata Natale.
Â
Senat juga mencatat bahwa akses ke provinsi Papua dengan wartawan asing telah "ketat dibatasi oleh Pemerintah Indonesiaâ€, dan meminta pemerintah Australia untuk meminta Indonesia agar dua wartawan Perancis tidak dipenjarakan.Â
Â
Martine Bourrat, ibu dar Valentine Bourat Martine, dalam perjalanan ke Jayapura, Papua, mengatakan, ia sangat menyambut dukungan yang diberikan Senat Australia.
Â
“Di Perancis kami tidak memiliki dukungan yang sama, semoga ini diperhatikan oleh Perancis,†kata Martine, yang juga seorang notaris di Perancis.
Â
“Ini adalah contoh. Ini sebuah ide untuk mengirimkan ini ke parlemen Eropa,†ujar Martine, yang akan mengunjungi Jayapura, untuk mengikuti proses persidangan putri satu-satunya itu.
Â
Editor: Oktovianus Pogau
Â
MARSELINO TEKEGE