ArsipPemerintah Indonesia Tulis Surat Protes kepada PM Vanuatu

Pemerintah Indonesia Tulis Surat Protes kepada PM Vanuatu

Selasa 2014-12-02 11:25:00

VANUATU, SUARAPAPUA.com — Pemerintah Indonesia, melalui Kementeriaan Luar Negeri (Kemenlu) dikabarkan mengirimkan surat protes kepada Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman, terkait langkah menjadi tuan rumah dalam konferensi yang mempertemukan pimpinan-pimpinan politik Papua Barat.

Wartawan Radio New Zealand di Por Villa, Vanuatu, Jamie Tahana mengatakan, delegasi Papua Barat yang akan melakukan perjalanan ke Vanuatu juga dipersulit oleh pemerintah Indonesia di Papua New Guinea.

 

“Mereka kebanyakan kesulitan logistik, terutama mereka yang berasal dari Negara Indonesia. Pemerintah Indonesia, yang saat ini pengamat dalam MSG telah mengirimkan surat protes kepada pemerintah Vanuatu tentang langkah untuk menjadi tuan rumah konferensi,” kata Tahana.

 

Namun, menurut Tahana, surat protes tersebut tidak menghentikan langkah Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman, untuk menginisiasi pergelaran acara di Port Villa. (Baca: Ibadah dan Orasi Politik Hiasi Perayaan 1 Desember di Jayapura).

 

Bentuk dukungan tersebut, kata Tahanan, diwujudkan dengan aksi long march yang diikuti Perdana Menteri bersama sejumlah Menteri di jalan-jalan utama Port Villa, menandai dibukanya konferensi, dan merayakan HUT kemerdekaan Papua yang ke-53.

 

Terkati dukungan pemerintah Vanuatu, dosen Universitas Victoria, Teresia Teaiwa, mengatakan, sikap Vanuatu merupakan langkah yang spektakuler. (Baca: Ini Himbauan KNPB untuk Pemimpin Politik Rakyat Papua Barat di Vanuatu).

 

“Sudah satu-satunya Negara-negara di Pasifik secara konsisten mendukung hak Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri.”

 

“Ini juga benar-benar mengganggu Indonesia yang telah menyatakan akan menghukum Vanuatu, tapi saya pikir ini memberitahukan kita tentang hal yang sangat penting, bahwa West Papua layak berdiri sendiri,” kata Teresia.

 

Sementara dalam wawancara dengan bbc.co.uk, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan, pemerintah Indonesia tidak khawatir dengan kampanye-kampanye untuk memisahkan Papua dari Indonesia.

 

“Apa yang dilakukan mereka adalah apa yang biasa mereka lakukan. Kadang-kadang apa yang mereka lakukan misalnya seperti sesuatu yang sangat besar, tapi sebenarnya tidak.”

 

“Saya berada di KBRI Den Haag sebelumnya, jadi saya bisa memantau dekat. Gerakan-gerakan yang mereka lakukan sebenarnya tidak sebesar apa yang mereka gambarkan.”

 

“Sementara itu apa yang dilakukan pemerintah Indonesia lebih terfokus pada pembangunan di Papua. Papua adalah bagian dari Indonesia. Orang Papua adalah bagian dari bangsa Indonesia,” kata Menlu.

 

Sebelumnya, 10 kota di Australia menggelar aksi demonstrasi damai, disertai pengibaran bendera Bintang Kejora untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan (HUT) Papua Barat yang ke-53. (Baca: Peringati HUT Papua Merdeka, 10 Kota di Australia Kibarkan Bendera Bintang Kejora).

 

Di Kota Pert, aksi dilangsungkan di Konsulat Indonesia, yang terletak di 134 Adelaide Terrace PO Box 6683, East Perth, WA, 6892. Massa juga mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan kantor pemerintah Indonesia.

 

Wiwince Pigome, inisiator aksi mengatakan, “Kami menuntut hak penentuan nasib sendiri. Kami menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk mengisinkan media internasional dan wartawan memasuki Papua Barat.” (Baca: Ibadah dan Orasi Politik Hiasi Perayaan 1 Desember di Jayapura).

 

Menurut Wiwince, sejak tahun 1961, orang Papua Barat telah ingin berdaulat dan merdeka dari Republik Indonesia.

 

“Perjuangan untuk mencapai kamerdekaan dilakukan karena sejarah panjang penindasan, kekerasan dan pembatasan kegiatan jurnalistik dari Jakarta, serta karena keterlibatan pemerintah Indonesia dalam pelanggaran HAM,” katanya.

 

Sementara ratusan massa aksi dari Aliansi Mahasiswa (AMP) di Jakarta, dihadang oleh ribuan aparat keamanan agar tidak melakukan long march ke Istana Negara. (Baca: Polisi Hadang Massa di Bundaran HI, Korlap: Kami Dilarang ke Istana Negara).

 

Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Abi Douw, saat dihubungi suarapapua.com

via telepon seluler, menerangkan, aparat dengan kekuatan bersenjata menggagalkan rencana massa yang ingin melakukan long march ke Istana Negara.

 

“Dengan alasan yang tidak jelas, tadi kami dihadang di Bundaran HI, akhirnya kami batal melakukan long march ke Istana Negara,” kata Abi.

 

Lihat foto-foto aksi: Ini Foto Aksi Pengibaran Bendera Bintang Kejora di Sejumlah Negara

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah...

0
Selain kasus pengungsian, diuraikan dalam laporannya sejumlah pelanggaran hak sipil dan politik antara lain impunitas, pembunuhan dan penyiksaan, kebebasan berekspresi, kesehatan, pendidikan, serta konflik bersenjata.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.